Karena Keterbatasan adalah Energi


Alhamdulillah tulisan saya yang berjudul "Dari Menjual Hingga Menulis Buku" dimuat pada halaman 237-242 buku "Serpihan Mutiara Literasi Indonesia; Kisah dan Perjuangan Inspirasi Menulis Bagi Generasi Indonesia" jilid 2 (tebal 294 halaman), sementara tulisan istri saya Eni Suhaeni yang berjudul "Bukan Penulis pun Bisa Menulis Buku" dimuat pada halaman 221-225 jilid 1 (tebal 328 halaman). Buku terbitan September 2022 dan diterbitkan dalam 3 jilid ini merupakan antologi tulisan 108 penulis lintas latar belakang dari berbagai kota atau daerah di seluruh Indonesia. 

Pada buku setebal ratusan halaman ini saya dan para penulis lainnya bercerita dan berbagi pengalaman seputar tulis menulis. Dari awal mengenal dan belajar hingga mulai berkarya bahkan kelak bisa berbagi karya ke pembaca di luar sana dan penulis lainnya. Intinya, semuanya mengungkapkan perjuangannya ketika bergulat dalam dunia kepenulisan. Pahit manisnya, suka sukanya. Uniknya, para penulis beragam latar profesi, namun semuanya menyatu dalam nyawa yang sama: literasi. 

Pada momentum yang berdekatan, Oktober 2022, buku keroyokan para penulis (154  penulis) dari berbagai daerah di seluruh Indonesia juga terbit. Buku yang berjudul "Pilih Bersama Bangkit Bersama; Gagasan Optimis dari Indonesia untuk Kebangkitan Pasca Pandemi Covid-19" ini terdiri dari beberapa jilid. Tulisan saya yang berjudul "Moderasi dan Toleransi Beragama; Dari Muslim Indonesia untuk Peradaban Global" dimuat di buku jilid 3, tepatnya pada halaman 195-200. Buku setebal 274 halaman terbitan Perpusnas Press ini terbit atas kerjasama Perpustakaan Nasional dengan Rumah Produktif Indonesia.  

Air mata ini tiba-tiba mengalir begitu saja. Benar-benar mengalir. Bukan khawatir dan sedih tapi haru dan bangga atas pencapaian sederhana namun luar biasa ini. Sederhana, sebab saya bukan siapa-siapa. Saya tidak berprofesi sebagai penulis, saya hanyalah Ayah dari 4 orang anak. Sehari-hari fokus menemani mereka dalam belajar. Bukan saja untuk membaca buku, tapi juga membaca kehidupan. Luar biasa, sebab yang menyumbangkan tulisan pada beberapa buku ini berasal dari berbagai kota atau daerah sekaligus beragam latar belakang. 

Jujur saja, saya belum pernah membayangkan suatu saat bisa berkolaborasi dengan para penulis yang berpengalaman selama sekian tahun dalam beragam tema. Tapi keajaiban itu datang. Benar-benar datang. Ya, bagi saya ini keajaiban. Sebab bisa berkolaborasi dengan mereka yang selama ini menjadi sumber inspirasi saya dalam kepenulisan. Nama mereka tak perlu saya sebut dalam tulisan ini. Biar pembaca bisa langsung memiliki dan membaca buku-bukunya. Bukan kah dengan memiliki dan membaca bukunya membuat kita semakin cinta? 

Kebanggan dan semangat saya untuk menulis sepertinya semakin tak terbendung lagi. Selalu terngiang bahwa saya mesti menulis dan menulis. Setiap hari mesti ada karya yang dihasilkan, minimal satu artikel inspiratif. Bahkan bila memungkinkan saya mesti menulis buku di setiap bulannya. Langkah dan polanya sederhana saja, saya menulis artikel setiap hari minimal satu artikel. Temanya beragam, yang penting artikel. Lalu saya publikasi di surat kabar, atau media online dan media sosial, termasuk blog pribadi saya. Kelak dalam waktu tertentu, artikelnya saya kumpulkan jadi satu dalam satu atau lebih naskah, lalu terbitkan menjadi buku. 

Ya, saya mesti memotivasi diri saya, istri dan anak-anak untuk berkarya. Satu hal yang pasti, saya menempatkan pengalaman ini sebagai sebuah pengalaman yang sangat berharga, yang tentu saja akan saya kenang selamanya. Kelak, akan saya ceritakan kepada anak-anak saya bahwa saya pernah belajar menulis dan bisa berkolaborasi dengan para penulis kawakan. Bukan untuk pamer diri dan karya tapi untuk memotivasi dan menyemangati mereka bahwa siapapun sejatinya bisa menulis atau berkarya. Kelak, mereka pun mesti menulis buku, walau profesinya bukan penulis. 

Keterbatasan dalam hal apapun bukan menjadi alasan untuk mati langkah dan tidak punya daya untuk berbagi hal-hal inspiratif bagi sesama. Justru keterbatasan, dalam hal apapun, merupakan sumber energi sekaligus motivasi untuk melampaui keterbatasan itu dengan giat, terutama dalam menghasilkan karya tulis. Bila saja mengandung ide inspiratif, itu adalah keistimewaan. Namun bisa berkolaborasi dengan para penulis hebat adalah kebanggaan.  

Lebih jauh, saya menjadi terngiang dengan sebuah fakta betapa banyak yang secara fisik terlihat terbatas, namun mereka bisa berkarya bahkan prestasinya mendunia. Ada yang tak melihat, tak mendengar dan kondisi terbatas lainnya, namun mereka tak kalah oleh kenyataan semacam itu. Mereka sangat percaya diri bahwa Tuhan sangat menyayangi, dan karena itu mereka mesti melampaui kenyataan itu dengan terus berkarya. Satu-satunya alasan yang membuat mereka berhenti hanyalah ajal kematian. Bahkan karya mereka sejatinya abadi dan terkenang! 

Ya, ada dan terbitnya buku ini benar-benar membuat saya semakin termotivasi untuk berkarya. Saya tak boleh membuat alasan lagi untuk malas dan berhenti berkarya. Sebab tersedia begitu banyak peluang sekaligus alasan bagi saya untuk berkarya. Saya percaya dan optimis bahwa Tuhan dan sejarah selalu menyediakan bagi saya kesempatan dan momentum untuk semakin giat dalam menekuni tradisi ini: tradisi menulis. Semoga anak-anak saya: Azka Syakira, Bukhari Muhtadin dan Aisyah Humaira bisa berkarya, sebagai penambah amal jariyah yang membanggakan adik dan kakak mereka yang kini sudah meninggal: Tsamarah Walidah. 

Terima kasih kepada sahabat baik saya Pak Yanuardi Syukur yang telah menginisiasi penulisan buku secara kolaboratif ini. Ini pertanda bahwa setiap potensi dan niat baik pasti bersatu atau dipersatukan dalam kondisi apapun. Tak terkecuali untuk menulis buku secara keroyokan atau bersama. Sebab ini memang era untuk berkolaborasi, tak ada tempat bagi kesendirian yang tak bermakna. Terima kasih juga saya sampaikan kepada Perpustakaan Nasional RI/ Perpusnas Press dan Rumah Produktif Indonesia (RPI) yang telah banyak membantu hingga menyukseskan proses penerbitan buku ini. Sungguh, saya menjadi saksi bahwa keterbatasan adalah energi! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Merawat Indonesia" 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!