Mengenang Mama Tua, Ine Jebia


"Innalillahi.... Telah meninggal dunia Mama Tua (Ine Tua) kami: Ine Jebia (Cereng) di Leheng, Desa Golo Sengang, Kec. Sano Nggoang, Kab. Manggarai Barat, NTT hari ini Kamis 10 Agustus 2023 pukul 19.00 WITA. Semoga Allah ampuni dan menyediakan surga terbaik!", begitu ucapan duka yang saya sampaikan setelah mendapat kabar meninggalnya sosok "Perempuan Hebat" kebanggaan Cereng. 

Kabar meninggalnya Mama Tua yang bernama Ibu Jebia cukup mengagetkan, sebab beberapa bulan lalu berdasarkan informasi dari keluarga di kampung, beliau masih sehat. Namun begitulah takdir Allah, bila Ia berkehendak maka terjadilah. Awalnya membuat saya benar-benar tak begitu percaya. Namun berita meninggalnya sudah menyebar ke berbagai media sosial, saya pun memilih untuk diam sejenak dan percaya. Air mata saya menetes seketika, walau tetap bersabar dan percaya bahwa ini adalah takdir-Nya. Innalillahi wa Inna ilaihi roojiun, semua milik Allah dan semua bakal kembali kepada-Nya.

Mengenang Mama Tua adalah mengenang sosok yang sempurna dalam segala sisinya. Tentu dalam batasan pengetahuan dan pemahaman saya sebagai manusia yang sangat terbatas. Saya mengenang Mama Tua dengan beberapa hal sebagai berikut: Pertama, sosok ibu dan pendidik hebat. Mama Tua adalah sosok ibu hebat yang keibuan. Rerata anak seusia saya kala di kampung puluhan tahun silam, menyapanya dengan Ine. Ine berarti Mama. Walau bukan ibu kandung, menyapa beliau dengan sapaan Ine menunjukan kedekatan secara nasab dan emosional. Saya pun menyapanya dengan Ine, sejak dulu hingga saat ini bahkan nanti, selamanya. 

Beliau juga pendidik yang hebat. Dari rahimnya lahir anak-anak hebat dan membanggakan: (1) Kak Muhamad Syahakar, (2) Kak Semima, (3) Kak Ahmad Jerudin dan (3) Kak Muharsa. Secara khusus Kak Muhamad Syahakar dan Kak Ahmad Jerudin adalah dua tokoh Cereng yang pernah menempuh pendidikan tinggi dan berkarir di birokrasi pemerintah daerah Manggarai Barat atau Mabar. Bahkan bisa dikatakan keduanya adalah inspirasi bagi kami keluarga besar Cereng untuk menempuh pendidikan tinggi dan berkarir. Keduanya adalah Kakak teladan dan kebanggaan kami, generasi setelah mereka. Sementara Kak Semima dan Kak Muharsa aktif di kampung yang berbeda dengan berbagai kegiatan masyarakat. Bahkan cucu-cucunya berpendidikan dan berkarir baik. 

Kedua, sosok yang peduli dan perhatian. Mama Tua adalah sosok yang sangat peduli dan perhatian dengan keluarga, termasuk tetangga. Secara kekeluargaan, Mama Tua tentu memiliki hubungan yang sangat dekat dengan orangtua saya. Secara tetangga pun sangat dekat, sebab rumahnya yang di Cereng sangat dekat dengan rumah orangtua saya. Hanya berjarak beberapa meter. Sehingga saat masih di kampung era 1983 - 1996, Mama Tua sering menengok bila keluarga kecil saya sakit. Sering membawa makanan seperti ayam bakar, daging rusa dan buah-buahan. Juga belut, udang dan masih banyak lagi. Bila ada acara keluarga seperti hajatan seperti doa syukuran dan pesta pernikahan, beliau selalu hadir dan menjadi rujukan bertanya. 

Ketiga, sosok sabar dan pandai bersyukur. Setahu saya Mama Tua tak pernah berkata kasar kepada siapapun. Bila berbicara sangat pelan dan seperlunya saja. Ia tidak mendendam kepada siapapun. Mama Tua juga sosok yang sejak lama sudah melaksanakan shalat lima waktu, terutama pada saat saya masih menempuh pendidikan sekolah dasar atau SD era 1990 - 1996. Sabar dan syukurnya tidak diwujudkan dalam hal yang mewah, namun dengan hal yang sederhana. Melalui ucapan, tindakan dan perilaku hidupnya. Termasuk dengan suka berbagi kepada tetangga dan keluarga besar.  

Ada dua hal lain lagi yang membuat saya bangga pada Mama Tua. Pertama, pada saat kecil, bila Bapak dan Ibu saya marah dan menghukum saya karena nakal, maka Mama Tua inilah yang membela saya bahkan menjaga saya. Seketika saya lari ke rumahnya. Nanti Bapak dan Ibu saya bakal mendapat teguran hingga marah darinya. Kedua, pada saat pulang kampung tahun 2010-an, kala itu saya membonceng di motor yang dikendarai oleh salah satu keluarga saya. Di tengah jalan dalam perjalanan saya bersua dengan Mama Tua yang berjalan kaki dari Cereng menuju Leheng. Saya pun turun dan meminta beliau agar naik motor. Beliau tidak mau dan menjawab dengan tenang: aku lako wa'i, porong losa number (saya jalan kaki, biar keluar keringat). 

Mengenang kebaikan dan kehebatan Mama Tua memang tak cukup diracik dalam bentuk tulisan sederhana ini. Tapi beginilah cara paling sederhana yang mungkin saya lakukan untuk mengenang kebaikan dan sosoknya selain mendoakan yang terbaik untuknya. Saya tidak bisa hadir dalam acara shalat jenazah hingga penguburannya karena jarak dan waktu yang tak memungkinkan. Saya dan keluarga besar Cereng sangat kehilangan sosok Mama Tua hebat kebanggaan ini. Namun Allah tentu saja Maha Tahu dan Maha Kuasa atas seluruh perjalanan hidup hamba-Nya di muka bumi dan kelak di kehidupan selanjutnya. Mama Tua adalah sosok teladan dengan segala keterbatasan dan kelemahannya sebagai manusia biasa. Semoga Allah ampuni Ine Momang (Mama Kesayangan), seluruh kebaikannya jadi amal jariyah, dan kelak mendapat tempat berupa surga terbaik dari-Nya! (*)


Oleh: Syamsudin Kadir, Warga Cereng Rantauan 


Komentar

  1. Innalillahi wa innalillahi roji'un, sama kae, kemarin saya juga blm percaya kalo ine tua udh meninggal, setelah di kasi tau sama kae bp kiya baru saya percaya😔
    Semoga amal ibadah ine tua Terima di sisi Allah. Amin...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!