COVID-19 DAN JIWA MANUSIA 

MUSIBAH adalah media untuk menelisik jiwa kita secara jujur. Salah satu musibah yang melanda kita akhir-akhir ini adalah Covid-19. Virus berbahaya ini pada faktanya berdampak pada ekonomi, sosial dan politik. 

Konon bila dampak ekonomi tak terkelola dengan baik, maka virus yang pertama kali menyebar dan mematikan banyak manusia di Wuhan-China ini tentu akan menimbulkan ledakan sosial yang dahsyat. 

Berikutnya, bila ledakan sosial tak terkendali akan berubah menjadu krisis politik yang serius. Bukan saja krisis politik dalam sebuah negara seperti kita Indonesia, tapi juga dalam banyak negara di seluruh dunia. 

Pada tabiatnya, manusia dalam kondisi mendapatkan bencana maupun kelimpahan harta tetap saja terjebak dalam sebuah musibah jiwa yang serius. Musibah jiwa bagai kegersangan yang benar-benar membuat manusia seperti tak punya daya lagi. 

Musibah jiwa itu adalah keluh kesah sekaligus kikir yang sangat akut. Bila ditimpa bencana atau kesusahan, manusia berkeluh kesah. Tak ada upaya mengevaluasi diri. Bila mendapat kebaikan atau semacam harta berlebih, manusia tetap saja kikir. Bahkan kikirnya berlebihan. Tak ada upaya melihat kepemilikan harta dan serupanya sebagai titipan Tuhan.   

Sifat keluh kesah yang melampaui batas dan kikir yang juga melampaui batas adalah virus yang kerap menyerang dan mematikan jiwa manusia. Musibah Covid-19 pada dasarnya tak seberapa bila dibandingkan dengan virus yang mematikan jiwa manusia ini. 

Covid-19 pada faktanya hanya menyerang fisik manusia. Sementara virus jiwa menyerang jiwa sekaligus fisik manusia. Dampaknya tentu saja fisik manusia dalam bentuk tingkah laku yang melampaui batas. Penyakit ikutannya adalah angkuh juga sombong. Semuanya saling terkait dan memberi dampak masing-masing. Jadi virus jiwa ini tergolong sadis dan sangat berbahaya. 

Dalam konteks itu, ada baiknya bagi kita untuk menelisik dan menemukan hikmah firman Allah dalam Al-Quran Surat Al-Ma'arij ayat 19-21 berikut ini: 

"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. (19) Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah (20), Dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir (21)". 

Saya tentu tak memiliki otoritas untuk menafsirkan atau menjelaskan maksud ketiga ayat tersebut. Saya hanya mengajak siapapun di luar sana untuk menyediakan sedikit waktu, sehingga berkenan membaca dan merenungi maksud ketiga ayat tersebut. 

Terutama pada momentum Covid-19 yang sedang melanda negara kita Indonesia dan berbagai negara di seluruh dunia, menelisik ketiga ayat tersebut sangat perlu. Bahkan bila perlu mari rutinkan secara berulang-ulang.

Saya sangat percaya dan optimis bahwa bila dalam kondisi bencana Covid-19 melanda negara kita Indonesia dan negara-negara lain di dunia, kita memanfaatkannya untuk banyak mengevaluasi sekaligus menghitung diri kita, maka Allah bakal mengangkat bencana Covid-19. 

Sebab tak ada musibah ternasuk virus yang tak ada obatnya. Bila Allah yang menciptakan virus maka pasti Allah juga yang menciptakan obatnya. Karena itu, pada momentum ini kita perlu membangun kesadaran kolektif bahwa justru inilah saatnya untuk menyucikan jiwa kita yang kerap terjangkit virus nerbahaya. 

Apalah lagi Ramadhan segera menjelang, upaya mensucikan jiwa semakin menemukan konteksnya. Bukan saja gembira karena datangnya bulan seribu bulan yaitu Ramadhan, bahkan mengisinya dengan berbagai amal soleh sangat menentukan kematangan jiwa kita; sehingga kita pun tak terkena virus jiwa yang berbahaya: keluh kesah sekaligus kikir yang melampaui batas. Atau minimal kedua virus tersebut hengkang dari jiwa kita. (*)

* Judul tulisan
COVID-19 DAN JIWA MANUSIA 

Oleh: Syamsudin Kadir 
Penulis buku "Agar Ramadhan Merindui Kita"


Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!