KORUPTOR SEJATI PASTI RADIKAL DAN ANTI PANCASILA 

Kasus korupsi yang menimpa Imam Nahrawi memang mengagetkan banyak pihak. Ini tentu membuat isu korupsi di Indonesia semakin hangat dan layak dikaji secara mendalam perihal pola dan biangnya. Termasuk ideologi para koruptor yang sebenarnya. Apakah Pancasila atau malah sekadar menumpang beken di balik nama Pancasila?

Status tersangka yang menimpa Imam Nahrawi di saat ia menjabat sebagai Menpora memang mendapat perhatian semua elemen. Sebab ia sangat dekat dengan Presiden. PKB, Parpol di mana ia berasal pun mendukung secara penuh Presiden Jokowi pada hampir semua kebijakan.

Selain itu, Nahrawi kerap menentang upaya dari siapapun yang merusak keutuhan NKRI. Termasuk praktik korupsi yang dianggapnya merusak alias merongrong moral bangsa. Tapi kini Nahrawi malah tersangkut kasus korupsi. Lalu, moralitas apa yang dimaksudkan selama ini? Begitu salah satu pertanyaan yang muncul dalam benak kita.

Walau sudah tak menjadi Menpora lagi, karena beberapa hari lalu ia sudah mengundurkan diri, stigma orang dekat Presiden tersangkut korupsi tetap menjadi momok yang merusak citra Kabinet Jokowi periode pertama. Bahkan kampanye Bela Negara dan Pancasila menjadi tersandung oleh tuannya sendiri. Tragis!

Terkait Nahrawi yang ditersangkakan oleh KPK seputar dana hibah KONI kurang-lebih sebesar Rp 26,5 milyar, saya dan tentu juga pembaca, jadi teringat dengan Romahurmuzy yang kena OTT KPK karena kasus suap terkait jabatan tertentu di Kemenag beberapa bulan silam.

Selain Ketua Umum PPP, Romi, panggilan akrab untuk Romahurmuzy, juga sebagai orang yang sangat dekat Presiden. Hampir di setiap kunjungan Presiden ke beberapa daerah, Romi selalu ikut. Sampai-sampai ada yang bilang jarak Romi dengan Jokowi selaku Presiden sangat dekat alias lebih tipis dari 1 mm.

Bagi masyarakat Indonesia, korupsi adalah aksi teror paling kejam. Ia termasuk perilaku yang sangat buruk dan memalukan. Apalagi praktik busuk semacam itu justru dilakukan oleh mereka yang kerap berpidato: Kami Pancasila, NKRI harga mati, dan sebagainya, maka korupsi adalah sebentuk kegiatan radikal yang berbahaya bagi Pancasila sebagai ideologi negara dan NKRI itu sendiri.

Karena memang koruptor itu radikal dalam melakukan korupsinya. Kalau tak radikal, tak mungkin korupsi. Mereka tak canggung dan tak malu lagi melakukan korupsi adalah aksi paling radikal. Di saat masyarakat tercekik kemiskinan yang menjadi-jadi dan kesehatan yang menurun, sebagian para elite justru sibuk menyalahgunakan APBN demi kepentingan diri mereka sendiri, adalah aksi paling radikal.

Lebih jauh, ideologi para koruptor itu sejatinya bukan Pancasila. Sebab korupsi bukan ajaran Pancasila, bahkan korupsi sangat bertentangan dengan semua sila dalam Pancasila. Mereka juga tidak pro NKRI, sebab orang yang pro dan mencintai NKRI tak mungkin korupsi. Jadi, koruptor itu radikal dan sangat anti Pancasila serta merusak NKRI.

Nyatanya memang, bela Pancasila dan NKRI tak cukup dipidatokan dan tak cukup diklaim oleh sekelompok orang. Setiap kita juga tak boleh merasa paling suci dan paling Pancasila dan paling NKRI. Sebab tingkah kita selalu menjelaskan secara jujur siapa kita sebenarnya. Sehebat apapun kita berpidato, kalau turut mencuri APBN, ya tetap saja jahat. Dan itu semua pasti bertentangan dengan Pancasila dan NKRI itu sendiri.

Pesan moralnya tegas, tak boleh ada lagi yang merasa paling suci dan benar sendiri. Terutama dalam mengklaim sebagai pembela terdepan Pancasila dan NKRI. Kita tak boleh lagi mengkapling kesucian dalam ber-Pancasila dan ber-negara. Sebab bisa jadi kita sendirilah yang merongrong sekaligus meneror Pancasila dan NKRI.

Siapapun, baik pejabat maupun rakyat biasa, termasuk saya, mesti berbenah dan hati-hati dalam menjalani berbagai aktivitas. Terutama yang terkait dengan dana atau APBN. Sebab kasus korupsi semacam ini bisa menimpa semua orang, tanpa pandang bulu. Sekali lagi, mari berbenah dan hati-hati!

Mungkin selama ini kita beranggapan menjadi penguasa atau dekat penguasa tak bakal tersentuh hukum. Atau kalau punya jabatan kita bisa membohongi penegak hukum. Atau bahkan kita menduga KPK tak mampu mendeteksi aksi pencurian yang kita lakukan terhadap berbagai dana yang bersumber dari APBN.

Ingat, penegak hukum termasuk KPK bisa jadi tak bisa mendeteksi aksi korupsi kita, tapi ada Tuhan dan malaikat-Nya yang mendeteksi sekaligus menyaksikan semuanya. Di dunia bisa jadi kita terlihat mewah, di akhirat kita bakal tersiksa. Lalu, apalah jadinya kalau di dunia saja sudah tersiksa karena dipenjara dan terkena ocehan manusia se-negara, pasti di akhirat bakal tambah hina. Na'uzubillah. Akhirnya, mari banyak berbenah, termasuk mohon ampun kepada Tuhan dan mohon maaf kepada seluruh rakyat Indonesia! (*)


SYAMSUDIN KADIR
Rakyat Biasa asal Kampung Cereng-Golo Sengang, Sano Nggoang, Manggarai Barat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!