KETIKA ASET UMAT MENJADI INCARAN BARU PARA PERAMPOK


ANEH bin koplak memang negeri ini. Ini tentang sebuah negeri di bawah tanah. Entah apa namanya. Tapi aura bobroknya sangat terasa. Elitenya terlihat bebal juga norak. Memang kerap memamerkan tingkah bebal dan norak. Penyokongnya juga sama saja. Katanya bukan negara agama. Bahkan tak boleh ada upaya formalisasi syariah. Mesti dibasmi. Begitu kampanye berbagai kelompok selama ini. Dan berbagai upaya dan diksi manipulatif lainnya yang pada intinya mereka sangat anti syariah!  

Tapi naifnya, belakangan menjadi doyan pakai label syariah. Terutama akhir-akhir ini, terlihat gandrung dengan syariah. Itupun syariah yang ada duitnya saja. Dari dana haji, umroh, zakat, infak, sedekah, hingga wakaf. Untuk syariah yang tidak ada duitnya tidak disentuh. Sangat nyata betapa mereka hanya merampok duit atau aset berbagai sektor yang berlabel syariah demi kepentingan kelompok dan kroninya. Tak ada tujuan lain selain itu. 

Pertanyaannya: Mengapa mereka tak menyentuh aspek pidana dari Islam? Mengapa tidak bersyariah dalam seluruh segi kehidupan saja? Jawabannya sederhana: Karena kemungkinan besar merekalah yang bakal langganan jadi tersangka. Sebab pidana Islam begitu tegas dalam aspek penegakan hukum bagi mereka yang melanggar. Kita tahu kelompok mana yang selama ini kerap bersentuhan dengan hukum. Mereka yang kerap menjadi pesakitan lembaga atau institusi penegak hukum. Dan siapa yang langganan dipenjara dan menjadi buruan penegak hukum gegara merampok uang atau aset negara. 

Ancaman pidana syariah juga bikin menggigil para penjahat duit negara, termasuk bila merampok duit atau aset pada aspek muamalah di atas tadi. Mereka sangat takut bila kelak menjadi terhukum. Mereka takut menjadi terpidana bila syariah ditegakkan. Kemudian, faktanya memang untuk saat ini aspek pidana belum ada duitnya. Jadi mereka pasti tidak mau menyentuh pidana syariah. Mereka hanya gembar-gembor di sektor yang ada asetnya dan mereka bisa merampoknya dengan berbagai cara dan tipuan. Termasuk dengan mengelabui umat dengan diksi dan mimik yang wah padahal penuh tipu daya. 

Saya masih ingat dulu berbagai kelompok yang anti syariah itu. Pada tahun 1990-an dan 2000-an mereka begitu gencar melakukan kampanye anti syariah. Mereka bilang: syariah itu menjijikan dan produk Arab, ide trans nasional dan sebagainya. Waktu itu mereka begitu getol melakukan sikap anti pati pada setiap upaya pengembangan aktivitas atau usaha yang berbasis syariah. Bahkan mereka juga menolak ide atau gagasan adanya bank syariah, menolak ekonomi syariah dan tidak setuju pariwisata berlabel syariah. Mereka juga anti dengan pengelolaan haji dan umroh juga zakat, infak dan sedekah dalam bentuk wadah atau lembaga formal. Intinya, mereka sama sekali tak ada hati pada syariah dan upaya mengaplikasikannya.   

Tapi coba cek kelompok-kelompok itu sekarang ini. Kelompok-kelompok yang dulu begitu getol menolak apapun yang bernafaskan syariah itu. Kini mereka seakan-akan menjadi pahlawan yang sangat berjasa. Mereka dengan angkuhnya merasa paling berjasa untuk memulai dan memajukan sektor ini. Bila kita telisik, alasannya sederhana: dulu tak ada duitnya, sekarang duitnya banyak dan omsetnya besar. Dan sangat mungkin dan mudah bagi mereka untuk menggunakannya melalui cara-cara licik. Asal satu syarat: agen mereka di level umat dikasih jatah tutup mulut dalam bentuk jabatan dan rupiah. Nanti mereka inilah yang memanipulasi opini publik terutama umat sesuai kehendak para perampok itu.  

Sederhana saja, contoh paling gamblang, kita tidak bisa memastikan penggunaan zakat, infak dan sedekah serta wakaf benar-benar untuk tujuan yang benar sesuai syariatnya. Karena pada dasarnya mereka sama sekali tidak suka syariah. Dan kita pun tidak bisa mengevaluasi seperti apa penggunaannya. Sebab semuanya bersifat sukarela dan tidak mengikat. Tak ada ikatan yang membuat si pengelola yang tetiba gandrung syariah itu bisa dievaluasi atau bahkan dihukum penjara bila menyalahgunakan semua itu demi kepentingan kelompok dan kroninya. 

Kalau aspek non syariah yang aturan pelaksanaannya dibuat begitu ketat saja bisa mereka obrak-abrik, bahkan bisa merampok anggaran negara, apalah lagi aspek muamalah syariah yang secara sistem aplikasi belum dirumuskan secara rapih, pasti mereka sangat senang dan terbuka melakukan perampokan duit atau aset umat. Apalah lagi duit umat yang berlabel zakat, infak dan sedekah serta aset wakaf ini merupakan pemberian tulus dan tidak ada proses pertanggungjawaban yang berdampak hukum, bakal menjadi bancakan atau santapan baru para perampok itu.

Jadi, tetaplah percaya pada pengelolaan umat secara mandiri yang sudah berjalan dengan baik selama ini. Asal kualitas pengelolaannya ditingkatkan sehingga berdampak bagi kesejahteraan dan kemajuan umat. Jangan tertipu dengan berbagai upaya para perampok itu. Kata-kata mereka manis di muka, padahal di belakang sana mereka punya agenda jahat karena tujuan mereka memang busuk. Mereka tidak punya niat untuk menjalankan atau membela syariah. Rekam jejak mereka jelas dan itu dibangun oleh ideologi kelompok yang sejak lama tak ingin syariah tegak. Kalau mereka tiba-tiba jadi pahlawan pada sektor syariah, itu karena tujuan mereka satu: menjadikan aset umat sebagai bancakan baru. Sebuah tipuan yang sangat menjijikkan! 

Untungnya, apa yang saya jelaskan di atas sedang terjadi di sebuah negeri bawah tanah. Negeri yang elitenya berbalut citra baik padahal penuh tipu. Sebuah negeri yang penguasanya ditopang oleh kelompok benalu beragam wajah. Saya tak tahu apakah di Indonesia terjadi hal yang sama atau ada kemiripan. Silahkan pembaca cek sendiri. Seorang teman pun berpendapat: "Negeri bedebah memang penuh sandiwara. Elite dan penyokongnya anti pati pada syariah namun asetnya dijadikan bancakan. Sok peduli syariah pada aspek yang ada duitnya, tapi menolak sebagiannya. Itupun hanya untuk dijadikan korban baru. Bukan membela atau menjalankannya. Dasar dubuk, binatang berwajah manusia!" 

Lalu, apakah umat masih mau ditipu berulang kali oleh para perampok dan kelompok penyokongnya itu? Apakah umat masih terus diperdaya dan tak ada upaya melawan atau menghindar dari berbagai tipuan? Sekadar mengingatkan: jangan kalah cerdas sama keledai yang tak pernah mau jatuh pada lubang yang sama untuk kedua kalinya. Kecuali sudah menjadi bagian dari atau menjadi budak para perampok itu, silahkan bercokol dan berpesta bersama di situ. Biar nanti berbagai bencana atau musibah besar sebagai balasannya terbagi dan berlipat ganda serta dirasakan bersama juga! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Islam yang Menggembirakan". 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!