Melek Jurnalistik atau Tergilas Tak Berkutik!


MEDIA massa merupakan salah satu pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Bila dulu media massa dikelola secara konvensional, kini media massa dikelola lebih adaptif dan kekinian. Hal ini terutama ketika media massa memasuki era baru yaitu era industrialisasi. Era ini sangat memungkinkan terjadinya kerjasama sekaligus kolaborasi antar media massa dengan elemen apapun. Namun demikian, media massa tetap memiliki values (nilai-nilai) dan standar dasar yang mesti terus terjaga dengan baik. 

Pada Sabtu 5 November 2022 saya menghadiri acara Kajian Jurnalistik bertema "Membangun Jiwa Jurnalis Dalam Menghadapi Era Digital" yang diadakan oleh Ikatan Keluarga Mahasiswa Indramayu Se-Cirebon. Pada acara yang diadakan di sebuah warung kopi di sekitaran kampus IAIN Syekh Nurjati di Jl. Perjuangan, Kota Cirebon ini menghadirkan seorang jurnalis muda berpengalaman sebagai narasumber tinggal. Dia adalah Suwandi, akrab saya sapa Mas Suwandi. Ia merupakan wartawan Rakyat Cirebon, salah satu koran politik terbesar di Jawa Barat.  

Menurut Suwandi di tengah situasi media massa yang menghadapi berbagai tantangan, media massa tidak berpisah dari tiga pilar media massa, yaitu idealisme, komersialisme dan profesionalisme. Tiga hal tersebut berjalan secara konektif dan tak bisa dipisah-pisahkan. Kemampuan menjaga independensi dari berbagai kepentingan menjadi daya jual sekaligus ujian tersendiri bagi media massa di era serba kompetitif dan nyaris tak terprediksi ini. 

"Pada perkembangannya, media massa bisa bekerja sama dengan berbagai kalangan. Hal itu sangat wajar, sebab siapapun bisa bekerjasama dengan media massa, termasuk elemen yang berlatar belakang politik, budaya, bisnis, dan masih banyak lagi", ungkapnya.

Berkecimpung pada dunia jurnalistik mengharuskan seseorang untuk memahami etika jurnalistik. Dengan demikian, ia mampu menjalani profesinya dalam bingkai etos dan kepatutan publik. Hal lain, tentu saja mesti memiliki kemampuan berbahasa yang cukup, terutama bahasa jurnalistik. Bahasa jurnalistik itu tak muluk-muluk namun tidak asal sederhana. Bahasa jurnalistik itu pada umumnya mesti sederhana, jelas, singkat, padat, menarik, objektif dan demokratis. Selain itu, mesti menggunakan bahasa baku dan kalimat aktif dan sebagainya.

Menurut sosok yang sudah lama melalan buana di dunia media massa ini, dunia jurnalistik sangat akrab dengan aspek pemberitaan. Jurnalis, perusahaan media dan berita itu satu kesatuan walau memiliki perbedaan mendasar. Tanpa konten berita maka jurnalistik tak bermakna apa-apa. Pemberitaan biasanya akrab dengan isu-isu yang bersifat kebaruan, unik, berdampak pada kepentingan banyak orang, mengandung konflik, orang penting atau menjabat dan serupanya, punya daya kejutan, humanistik dan inspiratif, bahkan isu seks.  

Secara umum media massa memiliki fungsi informasi, edukasi dan advokasi. Di samping itu, juga fungsi mediasi, koreksi dan rekreasi. Bila fungsi semacam itu berjalan dengan baik maka media menjadi elemen yang mendapat apresiasi masyarakat luas. Dengan demikian, keberadaan media massa lebih terasa keberadaannya di tengah kehidupan masyarakat. Bahkan media massa semakin dibutuhkan keberadaannya bila mampu melakukan pembelaan kepada kepentingan masyarakat. 

Pola penulisan berita khas jurnalistik biasanya mencakup rumusan : 5 W + 1 H (When, Where, Who, Why, What dan How; kapan, di mana, siapa, mengapa, apa dan bagaimana). Judul berita pada umumnya mesti provokatif, sehingga menarik perhatian pembaca. Selain itu, juga mesti singkat, relevan, fungsional, formal, padat, bahasa baku, dan spesifik. Hal ini menjadi standar umum pemberitaan, sehingga memiliki pembeda yang jelas dengan karya tulis lainnya. 

Pada forum ini saya juga mendapat kesempatan untuk berbagi pengalaman seputar dunia kepenulisan. Bahwa seperti dunia jurnalistik, menulis juga butuh tekad, kesungguhan, pengorbanan dan perjuangan. Sebuah karya tulis seperti artikel dan buku diliputi oleh ujian dan hambatan yang tak sedikit. Maka bila hendak menulis hingga punya karya yang layak baca maka penulis mesti gila baca, melek informasi, aktif di berbagai komunitas, rajin mengikuti audisi, aktif mengirim tulisan ke media massa, akrab dengan kalangan media dan penerbitan, dan tentu saja berani publikasi. 

Saya sendiri sudah menulis 40-an lebih judul buku dalam beragam tema. Baik yang ditulis sendiri maupun keroyokan dengan penulis lain di seluruh Indonesia. Sebagai apresiasi atas forum berharga ini, saya juga mengenalkan buku baru saya yang berjudul "Moderasi dan Toleransi Beragama" dan "Kalo Cinta, Nikah Aja!" kepada peserta lalu hadiahkan kepada dua orang dari beberapa peserta yang hadir. Walau cuma bunga rampai artikel di berbagai media massa dan media online, buku-buku saya termasuk dua buku yang saya sebutkan cukup mendapat apresiasi dari banyak pembaca. Bahkan pada beberapa momentum saya kerap diundang untuk membedah buku tersebut. 

Ya, hari ini saya benar-benar mendapat kesempatan istimewa untuk kembali belajar seputar jurnalistik kepada jurnalis berpengalaman. Selain untuk mengaktivasi pengetahuan jurnalistik yang cukup lama saya tinggalkan, juga hendak menambah perspektif baru seputar jurnalistik bahkan perkembangan media massa era ini. Terutama bila dikaitkan dengan munculnya berbagai media online yang secara akses lebih mudah dan cepat bahkan hampir seluruhnya gratis. Walau bukan jurnalis, namun materi kajian kali ini punya korelasi dengan aktivitas saya yang aktif menulis dan aktif di dunia kepenulisan, terutama produk artikel dan buku. Singkatnya, pada era ini, kita mesti melek jurnalistik atau tergilas tak berkutik! (*) 


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Merawat Indonesia" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!