Pilkades 2022 dan Optimisme Memajukan Desa Di Mabar


Pemilihan Kepala Desa atau Pilkades untuk 102 Desa (dari 160-an lebih Desa) Se-Manggarai Barat (Mabar), NTT sudah berlangsung kemarin, Kamis 29 September 2022. Secara umum suasananya damai dan berlangsung dengan lancar. Walau keterlibatan masyarakat untuk memilih masih menjadi catatan kaki, namun pesta di level Desa kemarin penuh kehangatan dan kekeluargaan. Bagaimana pun, berlangsungnya pesta politik di level Desa menjadi salah satu instrumen pendidikan politik langsung bagi masyarakat, terutama untuk menentukan siapa sosok yang akan memimpin Desanya 6 tahun ke depan (2002-2008). 

Bagi mereka yang belum terpilih, jangan berkecil hati. Sebab pesta politik dengan mekanisme pemilihan langsung oleh masyarakat pemilih memang menghasilkan dua kemungkinan: terpilih atau tidak terpilih. Selama proses Pilkades berlangsung sesuai aturan yang berlaku, maka satu-satunya sikap yang ditunaikan adalah menerima dengan lapang dada hasilnya. Harapannya, mereka yang tidak terpilih mau dan mampu menopang para Kepala Desa terpilih dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya. Hal ini menjadi penting, sebab seluruh calon Kades adalah orang-orang yang potensial dan memiliki niat baik bagi Desanya. Kemampuan berkolaborasi seluruh elemen adalah kunci kemajuan Desa. 

Pada saat yang sama, kita berharap agar para Kepala Desa terpilih nanti pasca dilantik mampu menjalankan amanah masyarakat dalam memajukan Desa sebagai ujung tombak pembangunan nasional. Desa adalah ujung tombak pelayanan pemerintahan yang langsung berhadapan dengan masyarakat. Mereka yang terpilih bukan semata-mata karena masyarakat yang memilih, tapi juga karena ada tanggungjawab sejarah yang menanti. Pesannya tegas, terpilih bukan untuk berpesta ria di atas anggaran ratusan bahkan miliyaran rupiah, tapi untuk memulai melakukan proses pembangunan dan pelayanan masyarakat Desa. 

Bila selama ini masyarakat di banyak daerah (non Mabar) selalu dikagetkan oleh Kades dan Aparatur Desa yang terlibat korupsi dan dipenjara, maka kita berharap agar hal tersebut  tidak terjadi (lagi) di Mabar. Di sini diperlukan integritas para Kepala Desa dan aparatusnya untuk menghindari setiap potensi kecurangan. Bila ditelisik, sejak program dana ini diluncurkan pada 2015 silam, sudah ratusan Kepala Desa beserta aparatusnya yang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berdasarkan data lembaga antirasuah itu, pada 2021, ada 62 kasus korupsi yang melibatkan 61 kepala desa dan 24 perangkat desa. Dari waktu ke waktu angkanya tentu semakin naik, seiring terpidananya para koruptor dari level Desa selama beberapa waktu terakhir. 

Dalam rangka menghindari hal semacam itu, alangkah baiknya pencegahan dilakukan oleh masyarakat, pemerintah, dan penegak hukum secara kolaboratif. Pencegahan dilakukan agar Dana Desa dan serupanya benar-benar bermanfaat dan efektif dalam menuntaskan pembangunan Desa. Selain pencegahan formal, pencegahan kultural di level masyarakat juga perlu dilakukan. Masyarakat, tak boleh "nyaman" bila menemukan hal-hal janggal perihal pengelolaan berbagai macam anggaran di Desa. Lebih praktis, pencegahan yang paling sederhana yang bisa dilakukan dari Desa sekaligus masyarakat adalah dengan melakukan beberapa langkah optimistik sebagai berikut:  

Pertama, menyelenggarakan Musyawarah Desa yang melibatkan masyarakat dan stakeholder pemerintahan Desa (BPD, Kepala Desa dan perangkatnya), Ormas, LSM, pada saat Penyiapan Rencana Pembangunan Desa yang di dalamnya membahas informasi dasar, penilaian kebutuhan masyarakat, menetapkan prioritas kebutuhan masyarakat, menetapkan RPJMDEs, RKPDes tahunan, dan APBDes (Pasal 72, 75, dan 79 UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa). Kegiatan semacam ini untuk meminimalisir terjadinya penyalahgunaan anggaran. 

Kedua, melibatkan masyarakat dan lembaga masyarakat pada saat pelaksanaan pembangunan, dan dilaksanakan secara Swakelola. Selanjutnya, TPK wajib memasang Papan Kegiatan DD di lokasi kegiatan, dan mengupdate Papan Informasi kegiatan di beberapa titik/lokasi keramaian agar masyarakat dapat mengakses langsung proses pelaksanaan pembangunan DD. (Pasal 81 UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa). Hal ini menjadi penting, agar masyarakat selalu mendapatkan informasi terkini sekaligus sebagai wujud nyata penyelenggaraan pemerintahan Desa yang transparan dan bertanggungjawab.  

Ketiga, melaksanakan Musyawarah Desa Pertanggungjawaban Pelaksanaan DD Tahap 1, 2, dan pada akhir tahun berjalan, yang dihadiri masyarakat, BPD, LSM, dan unsur lainnya, juga sekaligus menetapkan prioritas kegiatan pembangunan tahun selanjutnya. Keempat, menyelenggarakan kegiatan Pemeliharaan atas kegiatan DD yang sudah dilakukan dengan membentuk Tim Pemelihara, dan menyusun standar operasional Tim yang didukung penuh oleh masyarakat dan pemerintah. 

Kelima, menguatkan dan mengefektifkan posisi Pendamping Profesional di desa, kabupaten, dan provinsi. Jadi, perlu juga  membentuk Tim Pengawas DD, Tim Penanganan Masalah DD, di setiap desa agar pelaksanaan kegiatan DD dirasakan dampaknya yang besar bagi kemaslahatan warga desa dengan cara cerdas, tegas, dan akuntabel, dimana masyarakat diberi mandat oleh negara untuk melakukan pencegahan korupsi dan penindakan di aras paling bawah tapi paling terdepan untuk mengubah mindset birokrat desa.

Pencegahan korupsi DD, secara teoritis pun, dirasa lebih efektif dibandingkan penanganan kejahatan dengan sanksi tinggi, karena dampak pemberian sanksi (baik penjara atau denda) kepada terpidana ternyata bisa menghasilkan dampak ambigu yaitu, hukuman yang terlalu ringan justru mendorong pelaku kejahatan akan berbuat kejahatan lagi. Sementara hukuman yang terlalu tinggi justru potensial dimanfaatkan aparat penegak hukum untuk memeras pelanggar hukum. Maknanya, penegak hukum dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan KPK perlu bersinerji dan memastikan hukum ditegakkan secara profesional serta mereka yang terpapar korupsi agar dihukum seberat-beratnya. 

Selanjutnya, hal yang tak kalah pentingnya adalah masyarakat Desa dan pemerintahan Desa perlu diberi pencerahan, pendidikan dan pelatihan yang massif guna mengurus dan mengembangkan potensi mereka dalam hal pelaksanaan pembangunan DD dan pencegahan korupsi. Sebab di Desa, dimana elemen budaya masih kuat mengikat paling tidak sedikitnya mendukung praktik korupsi dikarenakan lekatnya nilai-nilai patrionalisme yang mengekang inisiatif, alih-alih masyarakat enggan menyampaikan peringatan dini dan kritik setiap tindakan keliru atau pelanggaran hukum. 

Meskipun demikian masyarakat dan pemerintahan Desa, juga para Pendamping Profesional tidak mesti gamang dan harus optimis menyukseskan pelaksanaan DD agar tidak terpanggang dosa, karena DD cenderung keropos jika korupsi semakin mendarah daging, makin menggurita, dan semakin membudaya. Ke depan, berbagai mata anggaran yang dianggarkan dan diberikan oleh negara, seperti Dana Desa (DD) dan Dana selainnya, mesti benar-benar mampu dialokasikan atau dipergunakan dengan baik untuk kesejahteraan masyarakat dan memajukan Desa. Baik dalam pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat, maupun dalam penguatan ekonomi kreatif dan BUMDes. 

Dalam politik, termasuk di momentum Pilkades, kalah atau menang itu hal yang natural. Menjaga kondusifitas dan kenyamanan bersama merupakan agenda penting yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Ketidakpuasan terhadap proses dan hasil Pilkades diselesaikan dengan cara-cara yang santun dan berbasis pada peraturan yang berlaku. Bahkan bila ditemukan bukti adanya kecurangan lalu tidak bisa ditemukan jalan keluar maka bisa diselesaikan di jalur hukum.  Akhirnya, selamat menjalankan tugas kepada para Kepala Desa hasil pemilihan langsung. Kami menitip pesan: jangan korupsi dan jangan pernah remehkan optimisme masyarakat untuk memajukan Desa! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Selamat Datang Di Manggarai Barat" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!