Menulis Butuh Konsistensi


SALAH satu aktivitas menarik yang bisa menjadi pilihan siapapun dalam mengisi hari-hari di sela-sela menjalankan berbagai aktivitas profesi dan kegiatan lainnya adalah menulis. Saya tentu tak perlu mendefinisikan apa itu menulis, sebab siapapun bisa mendefinisikannya. Satu hal yang pasti bahwa kata ini merupakan kata kerja yang membutuhkan tindakan atau praktik. Sebab bila sekadar dikatakan, dia bisa saja berbentuk kata kerja namun kehilangan substansinya. Karena itu, sekali lagi, menulis adalah kata kerja yang membutuhkan tindakan atau praktik. 

Saya termasuk yang terlambat menekuni dunia kepenulisan. Sebab saya mengenal tulis-menulis sudah sejak lama, namun upaya untuk menekuninya hingga menghasilkan karya tulis baru belakangan ini, tepatnya sejak 2008 silam. Walau embrionya sudah ada sejak saya menempuh pendidikan tinggi atau kuliah di UIN Bandung tahun 2000-an silam, bahkan sejak menempuh pendidikan MTs dan Madrasah Aliyah pada tahun 1996-2002. Saya sendiri menekuni aktivitas ini karena senang saja, ditambah lagi dengan adanya semacam bisikan dari dalam diri untuk berkarya. Hal ini semakin menemukan momentumnya karena komunitas kepenulisan muncul di mana-mana dan audisi kepenulisan selalu ada. Saya semakin termotivasi untuk memiliki karya tulis sendiri. Dan hasilnya sekarang sudah menulis 40-an judul buku dan ribuan artikel yang dimuat di berbagai surat kabar dan media online serta blog pribadi saya.     

Sebagai pemula, saya tentu berupaya untuk banyak belajar kepada mereka yang sudah punya karya tulis. Caranya, saya bertanya dan berdiskusi dengan mereka, termasuk membaca karya mereka. Di samping itu, saya juga tergolong yang suka mendengar nasehat dan motivasi mereka. Seorang teman pernah mengingatkan saya berkali-kali dengan ungkapan ini, "Menulis itu butuh target, fokus dan pembiasaan. Misalnya, kita punya target menulis setiap hari, pekan atau bulan. Jadwalkan, lalu disiplin menjalankan sesuai jadwal. Misal, menulis setiap jam 02.00 pagi, jam 05.45 pagi dan seterusnya. Kita juga mesti punya fokus. Fokusnya menulis apa saja, seperti cerpen, puisi, artikel atau buku. Semuanya boleh. Tinggal sesuaikan dengan kemampuan". 

Ya, bila kita hendak punya karya tulis, maka ada beberapa hal berikut perlu diperhatikan, pertama, memiliki target. Kita mesti memiliki target menulis. Target menulis yang saya maksud adalah ketentuan diri kita perihal waktu untuk menulis. Misalnya, kita mesti menentukan bahwa setiap hari mesti menulis. Bagaimana pun caranya dan seperti apapun kondisinya, harus menulis setiap hari. Agar lebih semangat lagi, tentukan waktunya. Kita menulis pada jam berapa dan berapa waktunya. Biasanya, seperti yang dialami oleh banyak teman yang jagoan dalam menulis, mereka menulis pada jam 02.00 pagi. Pada saat yang sama kita juga mesti memiliki target pembaca. Siapa pembaca tulisan kita, itu mesti ditentukan juga. Itulah yang akrab disebut sebagai segmentasi pembaca. 

Kedua, memiliki fokus. Setiap kita punya selera untuk menulis sesuatu yang kita sukai. Misal, puisi, cerita pendek atau cerpen, artikel atau essay, bahkan novel dan buku. Memang ada saja yang memiliki potensi lebih, misalnya, bisa menulis untuk semua jenis karya. Tapi pada umumnya, kita memiliki selera sendiri. Mungkin satu atau dua jenis tulisan.  Saya sendiri cenderung lebih suka menulis artikel dan buku daripada tulisan atau karya tulis jenis lainnya. Hal ini karena lingkungan dan pembiasaan saya sejak menjadi santri di Pondok Pesantren Nurul Hakim di Kediri, Lombok Barat-NTB pada rentang waktu tahun 1996-2002 silam. Kala itu, saya suka baca buku dan majalah di perpustakaan juga surat kabar di masing sekolah dan asrama. 

Ketiga, biasakan diri untuk menulis. Ya, menulis butuh pembiasaan. Dalam teori belajar kita kenal dan akrab dengan istilah pembiasaan, yang dalam istilah lain akrab juga disebut dengan pengulangan. Semakin rajin mengulang sebuah materi pembelajaran maka semakin besar kemungkinan untuk mengingat bahkan memahami materinya. Dalam ungkapan mashur diingatkan, "Orang bisa karena biasa". Ya, sebesar apapun keinginan seseorang untuk memiliki karya tulis, hanya akan menjadi kenyataan manakala ia membiasakan dirinya untuk menulis setiap hari. Sungguh, orang bisa karena biasa. Jadi, menulis itu perlu pembiasaan! 

Pembiasaan menulis seperti juga aktivitas lainnya, hanya akan bisa terwujud bila ada pemaksaan. Mungkin hal ini tabu bagi sebagian orang, namun begitulah dunia kepenulisan. Menulis itu perlu pemaksaan. Melawan rasa malas, sibuk beralasan dan cepat puas dengan satu karya merupakan agenda penting bagi siapapun yang ingin punya karya tulis lebih dari yang sudah dimiliki sekarang. Ha ini memang berat, tapi dengan cara memaksa diri maka seseorang bakal terbiasa menulis. Tepikan rasa malas yang kerap datang mengganggu, buang semua alasan klise seperti sibuk, tak ada waktu dan serupanya, serta jangan pernah puas dengan satu karya! 

Untuk menjaga semangat menulis saya biasa aktif meminta nasehat dan motivasi dari teman-teman yang sudah jagoan dalam dunia kepenulisan. Teman saya misalnya pernah memotivasi saya dengan ungkapan ini, "Bila aktivitas menulis dibiasakan sesuai target dan fokus maka apa yang kita garap bakal terwujud. Memang di sini perlu ketelatenan, kerja keras, kedisiplinan, serta pengorbanan waktu dan tenaga juga pikiran. Tapi bila sekadar ikut-ikutan tapi malas, sampai kapan pun tidak akan pernah berkarya dan punya karya".  

Ya, hal lain, keempat, telaten, kerja keras dan disiplin. Menulis bukanlah aktivitas ringan dan sederhana, karena itu kita mesti telaten melakukannya. Dalam hal ini saya terbiasa mencicil tulisan, sehingga jarang sekali menulis sekali duduk langsung jadi. Menulis artikel dua halaman kadang merupakan gabungan dari satu atau dua paragraf yang saya tulis dalam waktu yang berbeda. Di sini dibutuhkan kerja keras dan kedisiplinan. Bila menulis hanya sekadar maka sampai kapan pun tidak akan bisa menghasilkan karya tulis. Jangan kan buku sekian ratus halaman, artikel dua halaman pun bakal tak kesampaian. 

Kelima, berani berkorban waktu, tenaga dan pemikiran. Saya bisa pastikan bahwa menulis itu butuh waktu yang tak sedikit. Namun bukan berarti sibuk membela diri dengan alasan: masih ada waktu nanti, lalu sama sekali tidak menggarap tulisan yang sudah ditargetkan sebelumnya. Menulis juga butuh tenaga, sebab bisa jadi waktu istirahat berkurang, bahkan waktu untuk menyapa pasangan hidup dan anak-anak menjadi berkurang juga. Pada saat yang sama pemikiran kita juga diporsir. Karena itu, kita mesti banyak membaca agar stok ide bertambah dan pemikiran kita lebih adem ketika mengalami kelelahan dan serupanya. 

Satu kata penting untuk mewakili beberapa poin di atas adalah konsistensi. Sehebat apapun ide, sebagus apapun tips dan Sesemangat apapun motivasi hanya akan berjalan dan berdampak baik manakala kita konsisten menjalankannya. Konsistensi dalam menulis itu benar-benar perjuangan yang melelahkan. Tak sedikit orang yang sudah berkarya lalu seketika berhenti gegara satu atau karya tulisnya sudah terkenal dan dibaca banyak pembaca. Bila tidak menjaga konsistensi maka seseorang bakal kehilangan semangat untuk berkarya lagi. Ingat, bila kita menulis hanya untuk dikenang sebagai penulis dan terkenal dengan karyanya, maka kita bakal cepat puas dan mati langkah. Jadi, mari menulis sebagai upaya memenuhi panggilan jiwa untuk perjalanan panjang menuju keabadian: bermanfaat di dunia dan bahagia di akhirat! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Aku, Dia dan Cinta" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!