Menulis, Mengamalkan Nasehat Tuan Guru!


PERKEMBANGAN teknologi informasi dan komunikasi belakangan ini semakin menggeliat. Munculnya berbagai media online dan media sosial mengiringi perkembangan tersebut. Hampir setiap orang memiliki alat komunikasi, bahkan tak sedikit yang memiliki dua atau tiga alat komunikasi seperti handphone atau hp. Semua itu menjadi hal baru bagi sebagian orang yang kini sudah termasuk generasi old atau tua, namun menjadi sesuatu yang biasa bagi generasi milenial dan setelahnya di tengah perubahan zaman yang semakin tak terprediksi ini. 

Salah satu hal penting dan perlu mendapat perhatian kita pada perkembangan teknologi yang begitu geliat ini adalah konten media atau isi media. Konten media berwajah dua wajah: positif dan negatif. Atau dalam istilah lain, baik dan buruk, atau benar dan salah. Hal ini tentu tergantung siapa yang memproduksi konten media. Hal ini tentu pilihan bagi siapapun yang mengambil peran dalam penggunaan media secara produktif. Mengapa? Sebab produser konten positif atau positif sama-sama aktif memproduksi kontennya. 

Sebagai warga negara yang baik, termasuk sebagai umat Islam, kita berkepentingan untuk menjadi produser konten kebaikan atau yang bernyawa positif atau maslahat. Bila kita menelisik sejarah Islam, maka kita akan menemukan fakta betapa Islam adalah agama yang akrab dengan baca dan tulis. Hal ini bisa kita pahami dari khazanah Islam dari generasi ke generasi. Para ulama kita mewarisi tradisi baca-tulis yang sangat kokoh dan produktif. Mereka pun mewariskan kepada kita begitu banyak kita ilmu dalam beragam mata keilmuan. 

Bahkan lima ayat pertama yang diwahyukan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam adalah ayat tentang membaca atau iqra'. Allah berfirman, "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan," Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari 'Alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling Pemurah. Yang mengajar manusia dengan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya." (QS. al-Alaq: 1-5) 

Berdakwah merupakan aktivitas mulia yang dirindukan oleh siapapun yang terpanggil untuk mengikuti jejak sang nabi tercinta nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wassalam. Berdakwah bermakna upaya sungguh-sungguh dalam menjalankan amar maruf nahyi mungkar sesuai dengan syariat yang Allah wahyukan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam.   Hal ini sesuai dengan apa yang diteladankan oleh beliau dan para sahabatnya serta para pengikutnya yang taat mengikuti jejak langkahnya. 

Perkembangan dan keberadaan media merupakan anugerah sekaligus momentum bagi kita untuk menghadirkan konten positif secara produktif. Menulis adalah upaya melahirkan konten positif yang bisa kita sebarkan melalui media online dan media sosial. Bahkan bila memungkinkan, kita bisa menulis dan menerbitkan menjadi buku yang layak dibaca sekaligus bermanfaat bagi banyak orang. Caranya sederhana: paksa diri untuk menulis, tulis tentang apa saja yang: didengar, dilihat, dirasa, dipikirkan dan diimpikan atau direncanakan. Latih setiap saat walaupun kita dalam kondisi sibuk. 

Lebih teknis, sediakan waktu khusus untuk itu. Misalnya, menulis 5 menit perhari. 5 menit adalah waktu yang sangat pendek namun hanya sedikit yang mampu mengisinya untuk menulis. Padahal kalau dilatih terus menerus bakal berdampak besar: bisa karena terbiasa. Artinya, paksakan lalu biasakan untuk menulis. Bila tak mampu menulis dalam waktu yang lama, minimal 5 menit dalam sehari. Biasanya, ada hambatan yang muncul yaitu tak ada ide. Pada dasarnya setiap orang punya ide. Sebab setiap orang bisa berpikir. Apa yang dipikirkan atau yang tersimpan dalam pikirannya adalah ide atau gagasan. Minimal embrionya. 

Mengenai hal ini saya menjadi teringat dengan nasehat Bapak TGH. Safwan Hakim (almarhum), Pendiri sekaligus Pimpinan Yayasan Nurul Hakim Lombok yang menaungi Pondok Pesantren Nurul Hakim di Kediri, Lombok Barat-NTB, kala saya menempuh pendidikan MTs dan Madrasah Aliyah pada tahunn1996-2002. Salah satu nasehat beliau kala itu adalah, "Paksakan dirimu untuk belajar, tulis apa yang perlu kamu tulis dan amalkan kebaikan di dalamnya!" Nasehat ini sebetulnya juga disampaikan oleh pelanjut kepemimpinan beliau di Nurul Hakim dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) NTB, Bapak TGH. Muharrar Mahfudz. 

Pada berbagai kegiatan kepenulisan atau forum literasi, saya kerap ditanya oleh banyak orang perihal kepenulisan: cara menulis, tips menulis, langkah menulis, dan serupanya. Pada dasarnya jawaban untuk pertanyaan semacam ini bisa ditemukan di berbagai buku atau tulisan lepas di berbagai website atau blog. Namun bila memperhatikan nasehat Guru saya di atas, maka bila hendak menulis hingga punya karya tulis maka: paksakan diri untuk menulis dan tulis apa saja yang memang perlu ditulis. Lalu amalkan kebaikan atau isi dari tulisan tersebut, sehingga tulisannya melekat pada diri sang penulisnya. Itu yang saya coba selama ini, selama beberapa tahun belakangan ini. Ya menulis, mengamalkan nasehat guru! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Kalo Cinta, Nikah Aja!" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!