Nikmatnya Menjadi Penulis Pesanan!


"Menulislah, minimal untuk memenuhi pesanan anakmu!" Nasehat teman saya ini pendek tapi padat makna. Dan yang benar-benar tahu maknanya adalah mereka yang menekuni dunia kepenulisan. Bukan sekadar membaca karya orang lain tapi enggan berkarya, atau sekadar menjadi penonton buku di perpustakaan lalu tak terbesit untuk menghadirkan buku baru. Sebab di banyak forum saya kerap mendengar ungkapan ini: "menulis itu gampang, saya juga bisa!" Padahal faktanya, menulis satu paragraf pun belum tentu bisa. Apalah lagi menulis satu artikel yang dimuat di surat kabar, tentu saja susahnya minta ampun. Lebih susah lagi menulis satu buku. Bisa-bisa muntaber! 

Saya sangat percaya dengan ungkapan sederhana ini: "Tak ada tulisan yang bukan pesanan". Ada yang menulis karena pesanan guru, dosen dan masih banyak lagi. Namanya tugas mata pelajaran, tugas mata kuliah atau tugas akademik. Ingat, makalah itu pesanan dosen. Bila Anda tidak menyusunnya, maka Anda bakal dianggap meremehkan Dosen Anda. Ada juga yang menulis karena pesanan pasangan hidup, anak dan keluarganya. Seperti sebagian karya sastra. Ketika seorang profesor sekali pun dia menulis untuk jurnal ilmiah karena pesanan karirnya. Sebab dengan menulis maka label profesornya semakin mendapatkan tempat. 

Lalu, bagaimana dengan saya selama ini? Saya sendiri memilih untuk membaca semua karya tulis, karya siapapun. Sebab setiap karya tulis, terutama buku, sesederhana apapun isinya, pasti memiliki konteks dan relevansinya masing-masing. Buku yang saya suka belum tentu disukai oleh teman saya. Begitu juga sebaliknya. Walau begitu, saya tidak perlu menganggap buku yang tidak saya sukai tidak bermakna bagi saya. Sebab setiap penulis memiliki panggilannya masing-masing. Pembacanya pasti ada. Karena penulis punya daya deteksi perihal itu. 

Adapun mengenai karya tulis, saya fokus di penulisan opini atau wacana dalam bentuk artikel atau essay yang dimuat di berbagai surat kabar dan media online. Saya menulis dalam beragam tema, sebab saya pernah kuliah di fakultas hukum dan fakultas pendidikan. Saya aktif di berbagai organisasi yang sedikit banyak akrab dengan isu pergerakan Islam, kebangsaan dan kenegaraan. Pernah mengajar dan aktif menjadi narasumber di beberapa forum. Saya pun tertarik untuk menulis seputar itu. Tema yang benar-benar beragam. 

Lalu, apakah saya menulis buku? Ya, saya menulis buku. Tapi rerata buku saya berkategori populer. Bukan buku babon mata pelajaran atau mata kuliah tertentu. Rerata buku saya merupakan bunga rampai artikel, ya antologi tulisan dalam beragam tema. Makanya judul buku saya beragam, tidak fokus pada tema tertentu seperti profesor hukum pidana yang buku-bukunya masih berkaitan dengan hukum pidana. Bukan pakar psikologi yang saban hari bergulat bahkan menulis buku tentang psikologi dalam beragam pembahasan. Buku saya berkisar seputar kebijakan publik, sosial politik, pilkada, pendidikan, isu sosial, keagamaan, dan sebagainya. Ya kategorinya buku populer, karena antologi artikel. 

Lalu, ada yang bertanya, mengapa tidak fokus pada satu tema saja? Saya jawab singkat begini: Saya bukan pakar atau ahli, saya masyarakat biasa saja. Saya aktif mengikuti berbagai isu lokal, nasional dan global. Saya membaca surat kabar dan media online. Saya kerap berbincang dengan para ahli lintas profesi. Termasuk tokoh Ormas, TNI, Polri, Politisi, Pejabat dan sebagainya. Sehingga inspirasi dan ide yang menginspirasi saya pun banyak. Memang terkesan sok tahu, tapi memang saya tergolong pembaca semua hal. Jangan kan isu yang berkaitan dengan urusan publik, isu olahraga pun saya tekuni. Sebab saya suka olahraga, terutama sepak bola, takraw dan voly. 

Memang ada waktunya untuk menulis dalam kerangka keahlian, cuma saat ini selera saya bukan di situ. Selera saya di opini atau wacana. Respon atas kejadian di sekitar atau di luar sana yang berkaitan dengan kehidupan publik atau masyarakat luas. Untuk urusan personal memang ada, cuma itu biasanya saya tulis dan dipublikasi di blog pribadi saya, di samping akun media sosial saya seperti Facebook dan serupanya. Sehingga pada umumnya buku saya berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Ya, begitulah selera penulis yang bergelut di opini atau wacana. 

Tapi saya bukan saja di situ, saya juga menggeluti jenis tulisan lain. Sesekali menulis puisi dan cerita pendek alias cerpen, namun saya termasuk yang tak percaya diri untuk mempublikasikannya. Cukup baca sendiri saja. Biar numpuk di laptop dan hp. Di samping itu, saya juga menyunting buku pesanan seperti menyunting tesis, disertasi, buku mata kuliah. Bahkan saya juga menulis buku pesanan seperti biografi tokoh, menyunting antologi artikel dalam beragam tema sekaligus perlombaan, dan masih banyak lagi. Dan, itu semua pesanan. Walau begitu, riset dan kerjanya berbulan-bulan, butuh pendalaman. Butuh tenaga, biaya dan waktu yang tak sedikit. 

Nah, bagaimana dengan pembaca, apa dan seperti apa pengalaman Anda seputar baca dan tulis yang ditekuni selama ini? Ingat, menulis dan membaca karya tulis orang lain adalah sumber inspirasi. Di situ ada ide, pembelajaran, dan hikmah yang pasti menjadi energi tersendiri bila kita mampu mendalaminya. Jangan pernah bosan membaca dan mendalami bacaan yang asing bagi kehidupan kita. Sebab efek membaca itu tidak bisa diukur seketika, bisa jadi efeknya bulan depan, tahun depan dan seterusnya. Menulis juga begitu. Tekuni saja, walau pun tidak berprofesi sebagai penulis. Mengutip ulang nasehat teman saya: "Menulislah, minimal untuk memenuhi pesanan anakmu!" Singkatnya, begitulah nikmatnya menjadi penulis pesanan! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Merawat Indonesia" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!