Menulis Pada Saat Sakit itu Menyenangkan!


MENULIS adalah pekerjaan yang tak ringan. Mungkin kalau sekadar menulis, bisa jadi terasa ringan. Namun bila menulis sesuatu yang membutuhkan konsentrasi, analisa dan pemikiran yang lebih serius maka menulis bisa menjadi pekerjaan yang cukup berat. Dengan demikian, tak sedikit orang yang punya keinginan untuk memiliki karya tulis lalu segera menulis. Namun ada juga yang ingin punya karya tulis tapi enggan memulai menulis. Ya, setiap orang punya pengalaman dan motivasi masing-masing. 

Pada dasarnya menulis itu aktivitas yang dapat dilakukan oleh siapapun. Dalam kondisi apapun aktivitas yang sangat akrab dengan kata, ide dan narasi ini dapat ditunaikan oleh siapapun. Mengapa? Sebab pada dasarnya setiap orang sudah akrab dengan dunia kepenulisan sejak kecil. Bahkan pelajaran pertama ketika seseorang menempuh pendidikan formal adalah tulis menulis yang diawali oleh pengenalan huruf dan angka. Artinya, setiap orang sudah akrab dengan huruf dan kata-kata. 

Pengalaman tersebut merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi siapapun yang hendak punya karya tulis. Dengan modal mengenal huruf dan kemampuan menyusunnya dalam bentuk kata-kata sejatinya  siapapun sudah bisa dikatakan berpeluang besar untuk menulis hingga menghasilkan karya tulis yang layak dibaca. Sebab sebuah karya tulis, minimal artikel, selalu merupakan akumulasi dari kemampuan menyusun huruf menjadi kata-kata, kata-kata menjadi kalimat-kalimat, dan kalimat menjadi paragraf-paragraf menjadi satu artikel. 

Sebagai penambah motivasi bagi siapapun di luar sana, saya perlu berbagi seputar pengalaman saya tentang hal ini. Ini benar-benar pengalaman pribadi saya terutama selama sehari-hari mengalami sakit di rumah. Sehingga saya semakin percaya bahwa menulis itu menyenangkan, bahkan dapat menuntaskan rasa sakit. Selama 3 pekan saya ditemani batuk dan pilek lalu untuk beberapa hari ditemani migran, di sela-sela itu saya mengupayakan untuk menulis setiap hari, minimal satu artikel. 

Saya selalu berupaya untuk menulis setiap hari, termasuk pada saat sakit seperti sekarang ini. Saya sangat senang bila menulis satu artikel hingga tuntas. Walau pada kondisi ini membuat saya tidak full mengedit beberapa naskah buku sebagaimana rutinitas saya pada saat tidak sakit, namun sebuah sumber kesenangan bagi saya bila menulis artikel dan dimuat di media seperti koran dan media online, termasuk blog pribadi saya. Rerata tulisan yang saya maksud dipublikasi setiap hari, termasuk dishare ke para pembaca.

Saya melakukan itu dengan senang dan memang menyenangkan saya. Karena senang, saya menulis kapan pun. Bukan saja siang hari tapi juga malam hari. Bahkan saya sering melakukan ini pada waktu pagi hari, terutama pada pukul 02.00-04.00. Rerata tulisan saya dituntaskan pada waktu ini. Sebab suasananya sepi dan udaranya sejuk, sehingga saya benar-benar fokus pada tulisan yang sedang saya garap. Suasana hati saya bertambah senang lagi bila tulisan saya dimuat di berbagai media lalu mendapat respon dari pembaca. 

Selama mengalami sakit saya terbiasa untuk menggunakan rumusan ini: mencicil tulisan. Saya tidak menulis seketika langsung jadi. Saya terbiasa mencicilnya. Awalnya hanya beberapa paragraf, bahkan hanya sekadar status Facebook. Lalu, saya menyusunnya menjadi tulisan yang agak panjang. Tidak selalu dalam bentuk artikel yang membahas tema berat, tapi dalam bentuk tulisan ringan. Pembaca sendiri bisa merasakan sendiri betapa ringan dan sederhananya tulisan-tulisan saya selama ini. Semuanya merupakan tulisan yang saya cicil sedikit demi sedikit. 

Sebagai tambahan, rerata buku saya yang sudah terbit selama beberapa tahun belakangan ini merupakan antologi atau bunga rampai tulisan saya dalam bentuk artikel. Saya sangat menyadari betapa menulis buku itu berat dan butuh waktu yang tak sedikit. Tetapi bila tak ada upaya dan kerja keras maka mempunya karya tulis terutama dalam bentuk buku tidak bakal terwujud. Untuk itu, saya terbiasa menjadikan artikel saya sebagai bahan penulisan buku. Praktisnya, saya mengumpulkan artikel sesuai tema tertentu dalam satu naskah buku lalu terbitkan menjadi buku. Menyenangkan, bukan? (*)


Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Moderasi dan Toleransi Beragama" 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!