Menuju Pemilu 2024 yang Damai, Berkualitas dan Berintegritas


SEJAK penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) pertama di Indonesia tahun 1955, upaya menghadirkan pemilu damai, berkualitas dan berintegritas telah dimulai. Secara normatif prinsip-prinsip penyelenggaraan Pemilu yang berlandaskan pada kejujuran, kerahasian, ketenangan dan langsung telah dijamin. Hal ini menunjukkan bahwa Negara sejak awal telah memiliki keinginan yang kuat untuk memfasilitasi rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dapat menggunakan hak politiknya dalam suasana yang kondusif. 

KPU sudah mengumumkan bahwa pemilihan umum (Pemilu), baik Pemilu Presiden (Pilpres) maupun Pemilu Legislatif (Pileg) diselenggarakan pada 14 Februari 2024. Adapun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk Gubernur, Walikota dan Bupati diselenggarakan pada 27 November 2024. Kita berharap agar Pemilu 2024 nanti berjalan dengan damai, berkualitas dan berintegritas.

Makna Pemilu (Pilpres, Pileg dan Pilkada) damai, berkualitas dan berintegritas pada dasarnya telah terangkum dalam pengertian pemilu demokratis yang mensyaratkan minimal dua hal yakni bebas dan adil atau free and fair election. Namun perkembangan demokrasi yang sangat dinamis, membuat banyak pihak tidak puas dengan dua kriteria demokrasi tersebut. Electoral Integrity Group (EIG) yang beranggotakan 15 pensiunan hakim agung dan mantan penyelenggara pemilu dari 13 negara, termasuk dari Indonesia, misalnya, mengajukan keadilan Pemilu sebagai parameter pemilu demokratis. 

Keadilan Pemilu, menurut EIG, yang dideklarasikan dengan judul Towards an International Statement of Principles of Electoral Justice di Accra, Ghana, 15 September 2011 terdiri atas 10 prinsip yaitu (1) integritasnya tinggi; (2) melibatkan banyak warga; (3) berdasarkan hukum yang berkepastian tinggi; (4) imparsial dan adil; (5) profesional dan independen; (6) transparan; (7) tepat waktu sesuai dengan rencana; (8) tanpa kekerasan atau bebas dari ancaman dan kekerasan; (9) teratur; (10) peserta pemilu menerima wajar kalah atau menang. 

Indonesia sebagai salah satu Negara demokrasi terbesar di dunia telah menetapkan enam ukuran Pemilu yang demokratis yakni (1) langsung, (2) umum, (3) bebas, (4) rahasia, (5) jujur dan (6) adil. Hal itu termuat dalam pasal 22E ayat 1 Undang Undang Dasar 1945. Undang Undang Pemilu dan Penyelenggara Pemilu yang menjadi turunannya kemudian menambah beberapa kriteria lagi seperti transparan, akuntabel, tertib dan profesional. Dalam mengimplementasikan enam asas penyelenggaraan pemilu tersebut, Indonesia pascareformasi telah melakukan sejumlah perbaikan mulai dari perbaikan sistem pemilu (electoral system), tata kelola pemilu (electoral process) dan penegakan hukum pemilu (electoral law).

Sebagai penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu mendeklarasikan secara resmi Pemilu damai, berkualitas dan berintegritas. KPU perlu mengomandoi peserta Pemilu perlu agar membaca deklarasi, misalnya: Kami peserta Pemilu tahun 2024, berjanji: siap sedia mewujudkan Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Deklarasi semacam itu diarahkan agar peserta Pemilu melakukan pemilihan dengan tertib dan damai. Dengan harapan peserta Pemilu dapat menjauhi politik uang, SARA, dan penggunaan hoax atau berita bohong serta berbagai bentuk kecurangan lainnya sebagai upaya menghadirkan Pemilu yang berintegritas sebagaimana yang digariskan oleh Undang-undang. 

Pemilu yang damai, berkualitas dan berintegritas adalah dambaan kita semua. Sehingga hasilnya pun berkualitas dan berintegritas juga. Lebih praktis dan spesifik, paling tidak ada beberapa indikator sebuah Pemilu dikatakan damai, berkualitas dan berintegritas. Pertama, independensi penyelenggara Pemilu. Kita maklum bahwa Pemilu adalah momentum yang sangat penting dan istimewa dalam perjalanan bangsa dan negara kita ke depan. Sakralitasnya meniscayakan penyelenggara Pemilu untuk independen dan tidak tergoda permainan politik juga tak termakan janji mendapatkan jabatan tertentu. Hal ini sangat penting untuk menjamin terselenggaranya Pemilu yang bersih, jujur dan adil.  

Kedua, independensi birokrasi. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), diharapkan untuk mengupayakan independensi birokrasi di berbagai skala dengan menjaga netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) di berbagai level. Dalam hal ini, Kemendagri perlu melakukan koordinasi pada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPAN-RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Praktisnya, mesti ada penegasan pemberian sanksi terhadap pelanggaran ASN, termasuk menegakkan larangan menggunakan fasilitas pemerintah untuk kepentingan kampanye, serta perlu secara masif menyebarluaskan aturan terkait netralitas ASN.

Ketiga, netralitas aparat keamanan dan penopangnya. Sudah maklum bahwa Kepolisian merupakan institusi utama yang mesti netral dalam menjaga keamanan hingga terwujudnya kenyamanan Pemilu. Oleh karena itu, Kepolisian mesti mengambil jarak dengan para calon. Kepolisian mesti menjaga marwah dan martabatnya dengan tidak tergoda untuk memihak para calon tertentu. TNI sebagai penopang juga begitu. TNI dengan nyawa dan darah rakyatnya mesti terus terpatri bahwa TNI adalah milik semua dan mesti netral dari pandangan dan kepentingan politik manapun. 

Keempat, perlu adanya partisipasi pemilih yang tinggi disertai kesadaran dan kejujuran dalam menentukan pilihannya tanpa tanpa paksaan. KPU perlu memaksimalkan sosialisasi kepada seluruh calon pemilih, baik usia dewasa maupun usia muda. Terutama pemilih pemula yang angkanya semakin meningkat, Pemilu 2024 merupakan pengalaman pertama bagi mereka. Dengan begitu, KPU perlu mendapatkan perhatian serius kepada mereka. Sehingga asumsi angka golongan putih (Golput) yang disematkan pada mereka selama ini tidak terjadi, atau paling tidak bisa diminimalisir.  

Kelima, partai politik harus optimal dalam menokohkan dan mensosialisasikan Capres, Caleg, dan Cakada-nya, tentu yang berkualitas, tanpa menggunakan politik uang dan iming-iming yang sedikit-banyak justru merusak proses Pemilu dan mengurangi kepercayaan pemilih kepada proses Pemilu. Harapannya, proses Pemilu, sukses melahirkan pemimpin yang berintegritas dan memiliki kepedulian yang tinggi kepada masyarakat luas serta bangsa juga negara ini. 

Keenam, pemimpin yang terpilih (baik di Eksekutif maupun Legislatif) memperoleh pengakuan yang kuat dari masyarakat. Ya, mereka yang terpilih nantinya, baik pasangan Presiden dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pusat), maupun Dewan Perwakilan Rakyat tingkat Propinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tingkat Kabupaten/Kota, dan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota) yang terpilih mesti mendapatkan legalitas dan kepercayaan publik yang tinggi. Dengan begitu, Pemilu semakin menarik dan menggembirakan pemilih. 

Di atas segalanya, semua elemen mesti berkontribusi dengan peran terbaiknya sesuai dengan posisi dan fungsinya masing-masing. Kalau kita sudah solid dan menyemarakkan kolektivitas semacam itu, maka Pemilu, baik Pilpres dan Pileg maupun Pilkada damai, berkualitas dan berintegritas akan benar-benar terwujud. (*) 


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Membaca Politik 2024 Dari Titik Nol". Tulisan ini dimuat pada halaman 4 Koran Radar Cirebon edisi Kamis 7 Juli 2022.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!