Karena Kamu Bukan Harun Masiku!


UNGKAPAN seorang teman saya benar-benar relevan. "Mengingatkan orang agar tidak terjebak pada kasus korupsi itu berat. Padahal disampaikan dengan cara yang paling halus, secara tertutup dan tidak merendahkan martabatnya sebagai pejabat atau tokoh tertentu. Tujuannya pun baik, agar terhindar dari tindakan melanggar hukum", ungkapnya.  

Tapi tetap saja mendapat cibiran, hinaan dan fitnah. Ungkapan senonoh pun disampaikan secara terbuka kepada mereka yang tulus mengingatkan. Tapi giliran kena OTT, digarap KPK, dan diburu polisi, eh malah menyesal mengapa tak mendengar peringatan dini. Bahkan anak, istri, suami dan keluarga jadi malu. Juga tak sedikit yang menangis sedih. 

Satu hal yang paling naif ketika mereka yang kerap memuji malah tak mau bela, mereka semuanya mencuci tangan dan angkat kaki. Jangan kan membela, tanya kabar pun enggan. Bahkan mengaku tak mengenal sosok yang tersangkut hukum. Mereka bahkan berpesta ria seakan-akan bukan penikmat hasil korupsi. Padahal proposal kegiatan ini itu berkali-kali disampaikan dan uang cair. Berkumpul dan berpesta di tempat mewah. 

Jadi, masih tuli alias budek dan tak peduli dengan kritik dan suara publik agar tak tersangkut kasus hukum? Masih mau dan bangga menghina atau mencibir mereka yang tulus mengingatkanmu agar tak terjebak pada kasus hukum? Masih mau merasa terhormat dan manja dengan pujian yang diperoleh dari para penjilat selama ini? Ingat, budek itu bakal membunuhmu. Minimal membunuh kebebasanmu untuk menikmati bahagianya bercumbu tulus bersama keluarga! 

Atau mungkin ada yang belajar pada Harun Masiku, sosok politisi partai penguasa yang tersangkut kasus hukum, menjadi DPO, dan diburu penegak hukum namun hingga kini masih tak ditemukan. Konon sosok ini hebat dan jagoan, bisa hidup bebas namun tak bisa ditangkap. Entah tameng apa yang ia punya, sehingga di negara yang serba terbuka ini malah ia tak bisa diburu penegak hukum. Mungkin kah dia maling atau tuyul peliharaan? Ah entah lah, saya tak tahu. Nah kamu tak perlu mengikuti jejaknya, sebab kamu bukan sehebat atau sejago Harun Masiku! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Merawat Indonesia" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!