Syarat Menjadi Pemuda Penegak Peradaban


SEBUAH ungkapan Mashur mengingatkan, "Pemuda hari ini, pemimpin masa depan". Mengenai ungkapan ini saya sangat bersyukur sebab pada Rabu 8 Juni 2022 malam saya menyempatkan diri untuk hadir pada acara Webinar Pemuda bertema "Menjadi Pemuda Impian Agama, Bangsa dan Mertua" yang diadakan oleh Pemuda Muslim Golo Sengang bekerjasama dengan Pemuda Hidayatullah Surabaya-Jawa Timur. Pada acara yang dihadiri oleh sekitar 50-an pemuda muslim ini menghadirkan narasumber tunggal sahabat baik saya Ustadz Imam Nawawi, M.Pd.I (Ketua Umum Pemuda Hidayatullah). 

Diantara poin penting yang saya tangkap dari materi yang beliau sampaikan pada acara yang diselenggarakan secara online melalui Google Meeting ini, diantaranya, pertama, pemuda Islam mesti memiliki tradisi baca yang kuat. Sebab ia adalah agama yang berbasis pada ilmu pengetahuan. Sehingga Islam sangat respek ilmu pengetahuan. Hal ini sangat wajar, sebab lima ayat pertama yang turun adalah ayat tentang tradisi keilmuan terutama membaca. 

Kita harus menyadari bahwa kesadaran membaca kita sangat rendah. Konon menurut beberapa lembaga internasional, dari 1000 orang hanya 1 orang yang biasa membaca. Membaca bukan sekadar merubah teks menjadi suara. Tapi mendalami teks dan realitas dengan upaya sungguhan hingga memahaminya dengan baik lalu ditransformasikan menjadi konsep berpikir yang mampu merubah atau menghadirkan peradaban yang maju. "Agama ini merupakan yang konsen dengan tradisi keilmuan, terutama membaca", ungkapnya.  

Kedua, pemuda Islam mesti menguasai dan memproduksi informasi. Itulah agenda yang mesti dilakoni oleh pemuda Islam saat ini dan ke depan. Sebab itulah yang membuatnya menjadi dambaan bangsanya. Bangsa kita adalah bangsa yang didominasi oleh umat Islam sebagai mayoritas. Namun jumlah yang besar saja tidak cukup. Sebab perlu ada sebuah gerakan yang lebih konkret dan berdampak positif bagi kemajuan bangsa. Sekarang dunia diselimuti oleh informasi yang serba kompetitif. Teknologi telah membuat kita semakin dipaksa untuk lebih gerget dengan berbagai informasi yang berserakan. "Karena itu kita harus menguasai dan memproduksi informasi", lanjutnya. 

Ketiga, pemuda Islam harus membaca, memahami dan menemukan inspirasi perjuangan Wahyu Allah dalam hal ini al-Quran dan al-Sunnah. Dengan demikian, kita perlu membangun kesadaran akan urgensi keduanya. Allah adalah Pencipta tunggal atas makhluk-Nya. Ia menciptakan kita dan karena itu Ia pula yang menghadirkan kepada kita sumber sekaligus pijakan dalam menjalani kehidupan ini, termasuk membangun peradaban yang maju dan dibangun di atas moralitas sekaligus spiritual. Sumbernya adalah al-Quran yang dilengkapi oleh al-Hadits. Karena itu, kita mesti banyak membaca dan merenunginya sehingga menemukan berbagai inspirasi yang menggerakkan. "Aku membaca al-Quran maka aku akan mendapat berbagai ilmu pengetahuan", begitu moto kita mestinya, tegasnya.

Mas Imam, demikian kerap disapa, sejatinya sedang mengajak kaum muda muslim untuk meneguhkan identitasnya sebagai muslim yang visioner, berintegritas dan mampu menghadirkan perubahan. Dengan demikian sangat mungkin sosok pemuda semacam ini memiliki daya tarik dan menjadi dambaan masyarakat yang membawanya ke arah yang lebih baik. Kita mesti bersyukur kepada Allah karena telah mengisahkan perjuangan para nabi dan rasul serta beberapa elemen muda dengan tapak keteladanan. Al-Quran pun mengarahkan kita agar tak terjebak pada kuantitas saja, sebab yang utama adalah kualitas. Basisnya adalah iman dan taqwa yang kokoh atau menghujam lalu diekspresikan dalam bentuk amal nyata.   

Kemampuan menghayati al-Quran dan al-Sunnah dapat menjadi sumber inspirasi kaum muda untuk melakukan hal-hal besar. Namun hal-hal besar itu akan dicicil dengan hal-hal kecil. Baca dan tadaburi al-Quran, bangun pemahaman dalam bingkai al-Quran dan dalam nalar yang qurani, sehingga visi dan misi besar yang ada di pundak kita sebagai da'i muslim mampu mewujud dalam kehidupan nyata. Visi dan misi besar tak ada korelasi langsung dengan sedikitnya orang atau peluang. Satu hal yang terpenting adalah niat ikhlas dan kesungguhan dalam beramal baik. "Kaum muda tidak boleh menikmati keindahan agama ini sendiri, kita harus mengajak orang lain untuk merasakan hal yang sama", tegasnya. 

Bila realitas kaum muda masih saja terjebak pada hal-hal yang sia-sia, maka ini pertanda ada kewajiban bagi kita sebagai kaum muda muslim untuk melakukan dakwah atau membangun kesadaran kolektif sesama kaum muda untuk memperbaiki diri. Sebab pada pundak kaum muda ada tanggungjawab sejarah untuk merancang dan menegakkan peradaban bangsa masa depan. Bila kita ingin menghadirkan perubahan ke arah yang lebih baik maka kita mesti membangun kebiasaan baik dan melakukan hal-hal yang bermanfaat. "Manusia adalah budak kebiasaan", lanjut sosok yang aktif menulis ini dengan mengutip ungkapan Buya Hamka. 

Tema Webinar kali ini semakin menarik, karena pada ujung temanya terdapat diksi "Mertua". Hal ini seakan-akan menegaskan betapa menjadi pemuda yang berkualitas bukan saja diperuntukkan bagi peradaban umat dan bangsa tapi juga untuk membangun peradaban keluarga. Sebab pada dasarnya peradaban besar sangat ditentukan oleh peradaban kecil. Keluarga merupakan basis utama peradaban kecil. Pasangan suami dan istri adalah penentunya. Karena itu pula pemuda Islam mesti memantaskan dirinya sebagai calon suami atau kepala keluarga yang pantas bagi istri atau keluarga kecilnya. Aqidah, ibadah, dan akhlaknya mesti berkualitas. Ia mesti memanfaatkan seluruh waktu yang dimiliki untuk hal-hak yang bermanfaat, mandiri, dan disiplin dan tentu saja berilmu pengetahuan sekaligus berwawasan luas. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Melahirkan Generasi Unggul" dan "Kalo Cinta, Nikah Aja!" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!