Jalan di Cirebon Berlubang, Tanggung Jawab Siapa?


BEBERAPA hari belakangan ini berbagai media massa memberitakan jalan berlubang di berbagai ruas jalan raya di Cirebon Raya, baik di Kota maupun Kabupaten Cirebon. Pemberitaan semacam itu sebetulnya bukan kasus baru, sebab sejak lama kasus semacam itu sudah terjadi. Jalan berlubang bukan saja terjadi di beberapa jalan di Kota Cirebon tapi juga di Kabupaten Cirebon. Fakta semacam itu semakin menjadi-jadi terutama pada saat musim hujan tiba: jalan berlubang dan air tergenang di ruas jalan raya. Naifnya, di sebagian tempat, kondisi seperti itu malah sudah terjadi berkali-kali, namun tak ada perbaikan jalan. 

Merespon kondisi demikian tak sedikit warga pengguna jalan atau warga di sekitaran jalan yang berlubang bertanya perihal siapa yang bertanggungjawab atas kondisi jalan yang berbahaya bagi nyawa manusia tersebut. Saya sendiri tak perlu menyebut satu persatu di mana saja jalan yang berlubang di Kota dan Kabupaten Cirebon. Pembaca sendiri bisa menyaksikan bahkan merasakan sendiri di beberapa ruas jalan. Memang tak semua ruas jalan yang berlubang, namun menyepelekan yang sedikit dan kecil kadang seperti menyimpan api di dekat tampungan bensin: sengaja membakar, atau terjadi pembiaran! 

Sepengetahuan saya sudah banyak penumpang dan sopir angkutan umum, pengendara mobil pribadi, pengendara motor dan pejalan kaki yang mengeluhkan kondisi semacam ini. Komentar mereka hampir sama: jalan raya di Kota dan Kabupaten Cirebon banyak yang berlubang. Bahkan kondisi semacam itu sudah terjadi sejak lama, tapi seperti tak ada yang bertindak atau menyelesaikan masalahnya. Lebih ironi lagi, seperti ada kesan pembiaran dan meremehkan pembenahan jalan. Pertanyaannya, adakah pihak berwenang yang mendengar atau merespon keluhan semacam itu?

Saya sendiri menyaksikan sendiri para warga yang hidup di dekat jalan raya berlubang, atau para pengguna jalan di jalan yang berlubang sekaligus becek karena air. Bayangkan saja, kerusakan atau lubang jalan sudah mulai melebar hingga separuh jalan. Kalau saja kondisi semacam itu hanya satu atau dua lubang, mungkin bisa dimaklumi. Namun kali ini berbeda, faktanya malah banyak lubang dan lubangnya cukup lebar. Sudah tak terhitung pengendara yang hampir jatuh bahkan sudah jatuh ke lubang yang berada di sebelah kiri jalan hanya karena hendak menghindar dari lubang jalan yang ada di jalan raya. Bahkan tak sedikit yang jatuh di jalan raya yang berlubang.

Sebagai warga biasa saya benar-benar merasa ada yang aneh. Mengapa? Sekadar informasi saja, rerata jalan berlubang tersebut kerap dilintasi banyak politisi (pengurus parpol, Anggota DPRD), birokrat, akademisi, pengusaha, jurnalis, dan profesi lain. Lalu, apakah mereka tidak merasa ada yang ganjal ketika jalan raya rusak berat tapi belum juga ada perbaikan? Selain itu, para pelajar yang pulang-pergi ke sekolah dan penjual yang pulang-pergi ke pasar juga kerap lewat di jalan yang tergolong berbahaya semacam itu. Tak sedikit yang menjadi korban: jatuh, terluka dan berdarah. Lalu, apakah mereka yang berwenang akan melakukan perbaikan jalan ketika sudah ada korban jiwa alias meninggal dunia? 

Sebagai warga biasa saya tentu tak hendak menjadi pencaci yang pasif juga aktif. Karena itu, ada baiknya beberapa hal berikut dijadikan sebagai pilihan. Pertama, mendesak Walikota dan Bupati Cirebon agar memberi peringatan bahkan menginstruksikan kepada Dinas terkait agar melakukan pelayanan publik secara maksimal dengan mengedepankan kecepatan, akuntabilitas dan transparansi pelayanan publik. Termasuk meminta pertanggungjawaban para pengembang, atau pihak terkait agar memastikan jalan umum bisa digunakan oleh warga tanpa diliputi rasa khawatir hanya karena ruas jalan masih berlubang. 

Kedua, meminta Dinas terkait untuk memperhatikan kondisi jalan raya di berbagai ruas jalan, termasuk lampu di jalan raya tanpa terkecuali. Apalagi di musim hujan ini banyak lampu jalan yang hidup-mati, adanya lubang jalan sangat berbahaya bagi kenyamanan warga atau pengguna jalan. Ini bukan sekadar soal pelayanan publik, tapi soal suara hati alias kejujuran moral. Jangan sampai lagu lama seperti yang terjadi di daerah lain diputar ulang: Dinas terkait melakukan pembenahan jalan, misalnya, manakala ada anggota keluarga atau atasannya yang sudah menjadi korban alias meninggal dunia gegara mengalami kecelakaan di jalan berlubang. 

Ketiga, meminta DPRD Kota dan Kabupaten Cirebon agar lebih serius mendengar suara atau aspirasi warga, terutama dalam hal pelayanan publik yang masih dirasa lamban. DPRD dua daerah ini tidak boleh merasa cukup dengan fungsi legislasi dan anggaran saja, karena ada satu fungsi mendasar yaitu fungsi pengawasan. DPRD perlu mengawasi pembangunan jalan yang hampir setiap tahun masih saja rusak. Apakah anggaran yang digunakan sesuai dengan rencana alias terlaksana dengan baik? Jika ya, mengapa masih ada jalan yang mudah rusak alias cepat berlubang di musim hujan?

Keempat, meminta warga atau elemen masyarakat untuk berani bersuara atas realitas pelayanan publik yang masih dirasa lamban. Tentu bukan asal bersuara, karena perlu dilakukan dengan cara-cara yang beradab alias tidak mencaci maki tanpa solusi. Sebab, warga yang masuk kategori masyarakat maju selalu menggunakan cara-cara yang mendidik dan solutif. Dalam konteks tersebut, peranan media massa (elektronik seperti TV, Radio dan serupanya serta surat kabar seperti koran) sangat penting. Dengan demikian, pihak berwenang selalu diawasi hingga mampu menjalankan pelayanan publik secara serius dan lebih giat lagi.  

Menggapai kehidupan yang aman dan nyaman merupakan tanggungjawab seluruh warga di Cirebon Raya, baik Kota maupun Kabupaten Cirebon. Warga yang menyaksikan jalan berlubang mesti berani bersuara dan menyampaikan kondisi tersebut kepada Dinas terkait, atau anggota DPRD yang terpilih melalui daerah pemilihan atau Dapilnya. Tapi suara warga tak bermakna apa-apa manakala tidak ditindaklanjuti oleh mereka yang berwenang. Untuk itu, Pemerintah Kota dan Kabupaten Cirebon, melalui Dinas terkait, perlu merespon dan menindaklanjutinya. Sehingga warga tidak kembali digoda dan diliputi oleh pertanyaan sederhana namun penuh pesan: “Jalan raya di Cirebon berlubang, tanggung jawab siapa?” (*) 


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku “Membaca Politik Dari Titik Nol”. Tulisan ini dimuat pada halaman 4 Kolom Wacana Koran Radar Cirebon edisi Rabu 29 Juni 2022. 

  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!