Selamat Berjuang Sarjana Sekaligus Pejuang Muda!


SAYA tergolong yang jarang bertemu dengannya bila dibandingkan dengan adik-adik dari kampung yang merantau. Mungkin tidak lebih dari lima kali, itu pun hanya ketika dulu tahun 1996-2002 saya pulang libur ke kampung halaman: Cereng, Desa Golo Sengang, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai-NTT. Selain itu, saya bertemu terakhir ketika saya berkunjung ke Kota Mataram beberapa tahun lalu. Saya lupa pastinya, kalau tidak salah, waktu itu dia masih duduk di bangku Madrasah Aliyah Hidayatullah Mataram, NTB. 

Dulu 1996-2002, saya menempuh pendidikan MTs dan Madrasah Aliyah atau MA di Pondok Pesantren Nurul Hakim di Kediri, Lombok Barat-NTB. Seingat saya, kala itu ia masih kecil. Mungkin belum masuk Sekolah Dasar atau SD. Belakangan, dia pun masuk SD, tepatnya di Madrasah Ibtidaiyah Swasta atau MIS Nurul Fikri yang berlokasi di Kampung Leheng, masih satu desa dengan Kampung Cereng tempat kami berasal. Kemudian berikutnya, ia melanjutkan pendidikan MTs dan Madrasah Aliyah atau MA Hidayatullah, keduanya di Kota Mataram-NTB. 

Selanjutnya, ia menempuh pendidikan di STAIL,  yaitu Sekolah Tinggi Agama Islam Lukmanul Hakim di Surabaya, Jawa Timur. STAIL merupakan salah satu lembaga pendidikan miliki Hidayatullah. Sebelumnya, generasi Cereng juga pernah menempuh pendidikan di kampus yang sama, yaitu sahabat baik saya yang sejak SD hingga MA atau Aliyah bersama dengan saya yaitu Ustadz Mohamad Yasin. Kini Ustadz Yasin, demikian ia akrab disapa, aktif sebagai tenaga pendidik atau guru di MAN 1 Labuan Bajo, di pusat ibukota Manggarai Barat. 

Pasca pertemuan di Mataram, saya pun sudah tak pernah bertemu lagi. Belakangan saya kerap berkomunikasi dengannya hanya lewat media sosial, terutama Facebook dan WhatsApp. Selama setahun terakhir, komunikasi dan bercakap lewat media sosial lebih aktif dan intens lagi. Bahkan dalam beberapa acara atau kegiatan Pemuda Muslim Golo Sengang (PMGS), sebuah organisasi pemuda muslim asal Golo Sengang yang kebanyakan rantauan, dimana ia didaulat menjadi Ketua, komunikasi online tergolong masif. Termasuk bertukar komentar di laman dan group media sosial. 

Sepengetahuan saya, ia adalah sosok aktivis muda yang jenial. Ia aktif di organisasi Hidayatullah dan turut menjadi pembina di sebuah lembaga pendidikan ormas Islam yang tergolong baru namun denyut dakwahnya semakin menggeliat ke seluruh pelosok Nusantara ini. Dari berbagai informasi dan tulisan singkat serta komunikasinya, saya semakin percaya bahwa ia memang tokoh muda muslim asal Cereng yang berbakat. Pengalaman menekuni agama dan berupaya mengamalkan bahkan mendakwahkannya adalah energi sekaligus modal yang selalu ia jaga dan membuatnya berbeda. 

Secara nasab keluarga, saya dengannya masih sangat dekat. Nenek saya dari pihak Ayah dan neneknya dia dari pihak Ayahnya adalah Kakak-Adik. Nenek saya sebagai kakak dan nenek dia sebagai adik. Kalau mau dirunut, Ibunya Ayah saya kakak tertua, terus ibu dari paman saya Dr. Abdul Sahami kakak tengah, dan ibu dari Ayahnya dia adalah adik. Sehingga saya memanggilnya dengan adik, tepatnya adik sepupu. Ia saudara sepupu dengan Muhamad Salahudin, sosok aktivis muda yang kini sehari-hari menjadi tenaga ahli anggota DPR RI Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Bang Ahmad Johan yang akrab disapa Bang Ayo. 

Saya, seperti juga keluarga besar Cereng, baik yang di rantauan maupun yang di kampung, sangat bersyukur, haru dan bangga dengannya. Terutama ketika beberapa waktu lalu ia sukses mengenakan toga tanda kelulusannya sebagai sarjana atau Strata 1 (S1) dari kampus STAIL Surabaya. Rasa semacam itu semakin tak terbendung ketika hari ini, Ahad 8 Mei 2022, ia melangsungkan acara Syukuran atas tuntasnya ia menempuh pendidikan hingga meraih gelar Sarjana Pendidikan atau S.Pd. Acara yang berlangsung di Cereng tersebut dihadiri oleh keluarga besar Cereng dan beberapa kampung sekitarnya. 

Setahu saya, kedua orangtuanya adalah sosok yang sederhana dan tak menempuh pendidikan tinggi, bahkan tidak pernah menempuh pendidikan SMP dan SMA. Namun kedua sosok itulah yang paling berjasa dalam mewujudkan pendidikannya dari SD hingga Perguruan Tinggi atau PT. Ayahnya bernama Bapak Syafrudin, yang dulu pas di kampung akrab saya sapa Emkoe Sipu. Ibunya saya tak begitu kenal namanya, tapi pernah bertemu beberapa kali saat dulu saya pulang kampung pada saat kuliah di Bandung (2000-an) dan berkarir di Cirebon-Jawa Barat (2010-sekarang). Satu hal yang pasti bahwa kedua sosok inilah yang paling berjasa dalam kehidupan tokoh muda yang akrab dengan berbagai kalangan ini. Di samping keluarga besar yang bisa jadi belum memberi materi, namun doa dan dukungan selalu diberikan. 

Ya, keluarga besar Cereng kini patut haru juga bangga karena kini generasi yang bergelar sarjana sudah bertambah lagi. Sebelumnya sudah beberapa sarjana yang juga mampu membanggakan orangtua dan keluarga besar Cereng. Kampung Cereng sendiri adalah kampung yang sangat sederhana, seperti juga warganya yang hidup sederhana. Untuk melangsungkan kehidupan sehari-hari hanya mengandalkan hasil sawah tadah hujan dan hasil tanaman khas seperti kemiri dan sebagainya. Secara ekonomi, bisa dikatakan sangat susah menempuh pendidikan tinggi hingga meraih gelar. Namun doa dan kerja keras orangtua serta keluarga besar, di samping ikhtiar generasi muda Cereng, akhirnya tercapai juga.   

Ia tentu pernah membaca bahkan sudah menghafal beberapa hadits mashur berkaitan dengan ilmu, pencari ilmu dan mencari ilmu. Ya, mengenai hal ini saya jadi teringat dengan beberapa hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika bersabda, “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim). "Barangsiapa yang keluar untuk menuntut ilmu, maka ia berada di jalan Allah hingga ia pulang." (HR. Tirmidzi). "Belajarlah kalian ilmu untuk ketentraman dan ketenangan serta rendah hatilah pada orang yang kamu belajar darinya." (HR. Thabrani). 

Kemudian, "Jika seorang manusia mati, maka terputuslah darinya semua amalnya kecuali dari tiga hal; dari sedekah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak shalih yang mendoakannya." (HR. Muslim). "Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim, dan siapa yang menanamkan ilmu kepada yang tidak layak seperti yang meletakkan kalung permata, mutiara, dan emas di sekitar leher hewan." (HR. Ibnu Majah). "Berilmulah sebelum kamu berbicara, beramal, atau beraktivitas." (HR. Bukhari).

Sebagai seorang kakak yang belum mampu memberikan apa-apa dan tergolong lama di tanah rantauan, sekitar 26 tahun, sejak 1996 hingga kini 2022, saya mohon maaf karena belum mampu memberi apa-apa untuknya. Suatu hal yang pasti, saya turut haru dan bangga dengan capaiannya kini. Selain ilmu dan pengalaman yang didapat selama merantau dan menempuh pendidikan, tentu saja aktivitasnya di lembaga pendidikan sekaligus sebagai aktivis muda muslim sangat berpengaruh pada kesuksesannya kini dan insyaa Allah nanti. 

Saya ingin sekali menghadiri acara Syukurannya, namun berbagai kondisi dan aktivitas kerja tak memungkinkan untuk itu. Untuk itu, melalui tulisan sederhana ini saya hanya menitipkan doa dan pesan untuknya: Barakallahu fiikum untuk adikku Ahmad Safri yang kini sudah bergelar sarjana pendidikan (S.Pd.) dan baru melangsungkan acara Syukuran. Semoga ilmunya bermanfaat bagi diri, keluarga dan banyak orang. Bila berkenan, silahkan mencari peluang untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya: Magister, bahkan kelak Doktoral. Dan akhirnya, selamat berjuang sarjana sekaligus pejuang muda! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Spirit To Your Success" 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!