Biarkan Surat Kabar Menjadi Saksi!


KADANG ada yang bertanya, "Bung, tulisannya banyak tapi kalau ke mana-mana masih jalan kaki dan tidak pakai mobil mewah?". Ada juga yang bilang, "Banyak menulis tapi rumah begitu-begitu saja." Bahkan ada juga yang bertanya begini, "Aktif menulis artikel tapi tidak makan di tempat-tempat mewah yang makanannya mahal-mahal?" Dan masih banyak lagi yang bertanya dan mengungkapkan berbagai macam pernyataan serupa. 

Ada lagi yang seru. Tak sedikit yang mengira saya berbadan besar dan tinggi lalu berwajah tampan. Ada juga yang mengira saya punya rumah berlantai sekian, punya mobil beragam jenis dan merek. Bahkan ada juga yang mengira saya punya fasilitas untuk menulis sangat lengkap dan serba mewah. Padahal saya tidak seperti yang mereka kira. Jauh banget malah. Cuma memang kelihatannya begitu. Padahal ke mana-mana saya sering jalan kaki. Karena memang saya sudah biasa begitu. Apalagi saya terbiasa main futsal dan olahraga, jalan kaki pun jadi terbiasa dan nyaman saja. 

Laptop dan Handphon atau HP saya yang biasa dipakai untuk menulis, termasuk untuk menulis tulisan ini pun tergolong jadul alias sudah tidak kekinian lagi. Kadang mati sendiri. Kaca depan HP saya sudah pecah. Ganti LCD berapa kali, ganti bateri juga beberapa kali. Dalam kondisi demikian, saya memilih tetap menulis. Ya, tapi bagaimana pun kondisinya saya mesti terus menulis. Dalam kondisi tertentu malah saya menulis di buku yang kosong. Kalau nanti laptop atau HP-nya sudah bagus lagi, ya saya tinggal pindahkan saja atau menulis ulang. Saya tidak boleh kalah oleh kenyataan.  

Tapi yang jelas, saya bersyukur karena masih ada yang mau bertanya semacam itu dan mau mengungkapkan hal semacam itu. Itu pertanda bahwa mereka perhatian dan peduli kepada saya. Terutama kepada berbagai tulisan saya selama ini yang dipublikasi di berbagai surat kabar, media online dan blog pribadi saya. Saya termasuk yang berprasangka baik bahwa mereka adalah pembaca aktif tulisan saya selama ini, baik dalam bentuk artikel maupun buku. Semoga mereka semakin sukses dalam meniti karir atau profesinya. Dan semuanya tetap saling mendukung, memotivasi dan mendoakan kebaikan untuk sesama. 

Saya sendiri memahami bahwa menulis itu adalah panggilan jiwa. Karena itu saya agak malu menyebut diri sebagai penulis, walau setiap hari saya selalu berupaya untuk punya karya tulis, minimal ada artikel yang saya publikasi. Apalah lagi saya tidak berprofesi sebagai penulis, saya jadi tambah malu. Tulisan saya pun tidak mewah dan tidak juga familiar. Buku saya yang merupakan antologi atau bunga rampai tulisan saya dalam beragam tema pun biasa-biasa saja. Mungkin pembaca tulisan ini juga bisa bertanya begini "Memang apa saja judul buku karyanya?".  

Saya sih sederhana saja. Saya bisa menulis atau berkarya dan masih ada media massa dan belakangan ditambah media online yang memuat atau mempublikasi tulisan saya, itu sudah bikin hati saya senang dan nyaman. Ada rasa senang dan nyaman yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata atau tulisan semacam ini. Karena saya menulis dari dalam, bukan diperintah orang atau order selera orang. Makanya dalam berbagai forum bila diundang menjadi narasumber atau fasilitator, saya kerap berbagi kegembiraan dengan ungkapan begini: Biarkan media massa terutama surat kabar dan media online yang menjadi saksi bahwa tulisan saya memang dimuat di surat kabar dan media online. Bukan hoax alias bohong atau ngasal. Bukan manipulasi atau basa-basi. Sebab yang penting saya menulis dan ada dokumentasinya. 

Seingat saya sih sudah ribuan jumlah tulisan saya yang dimuat di surat kabar. Bentuknya artikel atau opini pendek atau singkat. Ditambah lagi belakangan ini ada media online atau media sosial. Itu sejak 2008 hingga saat ini 2022. Selama sekitar 14 tahun itulah saya menekuni aktivitas menulis ini secara lebih serius. Terutama atau secara khusus menulis untuk surat kabar atau majalah, yang belakangan ditambah lagi dengan beberapa media online. Bahkan pada saat ini saya juga memanfaatkan beberapa blog pribadi saya untuk mendokumentasi sekaligus mempublikasi tulisan saya dalam beragam tema. 

Ya, tema tulisan saya juga cukup beragam. Bukan saja seputar pendidikan dan keagamaan, tapi juga tentang sosial-politik, pilkada, kepemimpinan, kebijakan publik, penegakan hukum, kepemudaan, masalah sosial dan moralitas. Termasuk apresiasi terhadap berbagai kegiatan dan momentum tertentu. Misalnya, bila saya menghadiri acara seminar, workshop, pengajian, kajian dan bedah buku, baik ofline maupun online seperti melalui Zoom Meet dan Google Meet, saya selalu berupaya untuk membuat artikel yang biasanya berisi tentang acara tersebut. Ada tokoh yang meninggal dunia pun saya biasanya bikin tulisan. Dan masih banyak lagi. 

Isi tulisan saya pun sangat sederhana dan tak muluk-muluk. Makanya saya sering menyebutnya dengan catatan kecil. Kadang idenya juga hanya secuil. Itu pun bila saya tekuni dan dalamin tulisannya, kalau tidak ya begitu saja. Menulis ya menulis saja. Kadang saya lupa ide tulisan saya sendiri. Bila saya menulis ya menulis saja. Biar pembaca sendiri yang menemukan idenya. Sesederhana itu. Sebab setiap pembaca punya pola sendiri dalam menentukan pesan atau ide sebuah tulisan yang mereka baca. Bisa jadi satu pembaca bisa menemukan ide pada tulisan tertentu tapi tidak menemukan ide pada tulisan lain. Begitu juga sebaliknya untuk penulis lain. 

Catatan kakinya, saya hanya menyimpan sebagian dokumen surat kabar yang mempublikasi atau memuat tulisan saya selama ini. Sebab beberapa tahun lalu sebagian kena hujan. Jadi basah, rusak dan tidak bisa ditolong lagi. Bahkan beberapa waktu lalu kardus tempat menyimpan dokumen dimakan rayap, sehingga dokumen jadi rusak. Dan tentu saja tak bisa ditolong lagi. Merasa kehilangan itu sudah pasti. Namanya dokumen, bukan saja mengandung kenangan tapi juga dokumentasi itu sendiri. Tapi saya harus bersabar, walaupun sedikit terpaksa. Sebab selamanya dokumentasi itu tidak bisa kembali lagi. 

Bahkan, sebagian dokumen pernah dimakan rayap gegara lemari tempat potongan surat kabar jarang saya buka. Terus data tulisan saya di laptop yang lama juga semuanya hilang alias terhapus. Email saya yang lama juga tidak bisa diakses lagi. Kebetulan dulu yang bikin orang lain dan tak bisa dikontak lagi. Pokoknya pelik betul nasib dokumen tulisan saya. Kasihan sih sudah pasti. Sebab dokumen adalah sejarah yang mampu mengisahkan kembali bagaimana perjuangan menghasilkan sebuah tulisan. Jarang tidur dan jarang makan itu sudah biasa. Sebab bila ada uang sisa, biasanya digunakan untuk beli buku. Tapi mau bagaimana lagi. Lagi-lagi saya mesti bersabar, walau kadang terpaksa.  

Terima kasih kepada semua pimpinan dan redaksi surat kabar juga media online yang telah menerima, menyeleksi dan mempublikasi seluruh tulisan saya selama ini. Saya sangat percaya bahwa Allah bakal membalas semua kebaikannya. Bagi saya, kalian adalah pendukung terbaik saya dalam menghasilkan karya tulis. Sebab publikasi media adalah energi bagi saya untuk terus berkarya. Terima kasih juga kepada pembaca yang bersedia dan tulus membaca tulisan saya, termasuk mereka yang mengkoreksi dan mengkritik tulisan saya selama ini. Semoga hubungan baik dan kerjasama semacam ini ke depan tetap terjaga dan lebih baik lagi! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis buku "Melahirkan Generasi Unggul"


Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!