Menulis Tanpa Ide


KETERTARIKAN saya pada dunia kepenulisan sebetulnya sudah sejak berada di bangku sekolah dasar (SD). Kemudian pada saat MTs dan Aliyah ketertarikan saya semakin geliat. Hanya saja, pada tiga level pendidikan ini saya belum punya karya tulis yang terpublikasi, hanya menjadi catatan yang dinikmati sendiri saja, tepatnya di buku catatan harian atau diary. Tapi pada era itu kesukaan saya pada tradisi baca cukup tinggi, terutama pada saat saya menempuh pendidikan MTs dan Aliyah, tepatnya di Pondok Pesantren Nurul Hakim, di Kediri, Lombok Barat-NTB.

Ketertarikan saya pada tradisi baca-tulis berlanjut hingga pada saat menempuh pendidikan tinggi atau kuliah di Bandung-Jawa Barat. Kala itu, saya kerap mengirim tulisan ke majalah kampus, di samping menampung tulisan di email pribadi saya. Di samping beberapa tulisan yang saya share ke blog pribadi saya yang hingga kini masih saya gunakan untuk mempublikasi berbagai tulisan saya. Saya sendiri menulis dalam beragam tema, tidak fokus untuk tema tertentu saja. Blog dan buku-buku saya merupakan saksi paling akurat untuk menegaskan hal ini. 

Menulis seperti juga membaca memang menjadi hal yang menarik dalam kehidupan saya. Selain mendapatkan berbagai macam pengetahuan dan wawasan baru, dengan dua tradisi tersebut membuat saya semakin tersadarkan betapa banyak hal yang sejatinya belum saya pahami dalam kehidupan ini. Semakin saya tergila-gila untuk membaca malah semakin terasa sekaligus tersadarkan betapa yang saya ketahui selama ini tak seberapa bahkan tak ada apa-apanya. Karena itu pulalah saya membiasakan diri untuk menuliskan kembali apa pun yang saya baca. 

Selain itu, saya pun selalu berupaya untuk menghadiri berbagai forum keilmuan dalam beragam wajah seperti seminar, workshop, sarasehan, kajian dan sebagainya, termasuk berbagai acara yang diselenggarakan di zoom meeting sekaligus google meeting. Apalah lagi pada masa pandemi, sejak awal pandemi 2020 hingga saat ini, saya selalu berupaya untuk menghadiri acara semacam itu, apapun lembaga, institusi dan organisasi yang menyelenggarakannya. 

Biasanya, pada momentum kegiatan semacam itu saya mencatat setiap ide yang muncul atau disampaikan oleh narasumber. Selain dalam bentuk artikel, saya juga mencatat kembali dalam bentuk berita yang dipublikasi di blog pribadi saya, di samping media massa dan media online. Sehingga saya menyadari bahwa sebetulnya saya tak punya ide, saya hanya mencatat ide atau gagasan orang lain yang saya dengar dari beragam forum itu. Saya hanya memburu inspirasi lalu menuliskannya kembali dalam bentuk tulisan ringan dan sederhana sehingga bisa dinikmati oleh pembaca di luar sana. 

Saya kerap mengikuti acara online yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah, Persatuan Ummat Islam (PUI), Persatuan Islam (Persis), Hidayatullah, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan berbagai lembaga atau institusi negara. Tujuan saya sederhana saja yaitu mendengar, sehingga bisa memperoleh pengetahuan dan wawasan baru untuk beragam hal. Lalu, saya mencatatnya dalam bentuk artikel dan berita, lalu saya publikasi ke berbagai media massa, media online dan media sosial seperti blog dan akun facebook saya.

Intinya, saya menulis tanpa ide mandiri. Sebab rerata yang saya tulis merupakan ide orang lain, baik yang saya dengar secara langsung maupun yang saya kutip dari tulisan atau buku karya para tokoh tertentu. Dengan cara seperti inilah saya belajar dan terus belajar. Saya menulis bukan sekadar menulis, sebab saya juga membiasakan diri untuk membaca. Saya sangat bersyukur karena di rumah saya tersedia perpustakaan buku yang kini jumlahnya sekitar 10.000 eksamplar lebih. 

Ya, saya dimanjakan oleh ribuan buku beragam tema yang menghiasai perpustakaan rumah saya tersebut. Bila pun saya menulis ribuan artikel dan 40-an lebih judul buku, itu sebetulnya ide yang hadir terinspirasi dari ide para tokoh atau penulis lain. Jadi bila ada yang bertanya "Apa ide Anda?", saya tak perlu menjawab panjang dan lama, cukup menjawab singkat: "Saya menulis dari ide orang lain dari media tulisan yang saya baca, termasuk yang saya dengar langsung". Ya, saya menulis tanpa ide. Kalau pembaca menemukan idenya, bisa jadi itu ide pembaca yang hingga hari ini belum dibubuhkan dalam bentuk tulisan seperti artikel dan buku. Itu saja, sederhana! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Kalo Cinta, Nikah Aja!" dan "Spirit To Your Success" 


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!