MENGENAL ELIA, SISWI KELAS TIGA SEKOLAH DASAR YANG GIAT BERDAGANG


NAMANYA Elia, akrab dipanggil Elia. Ia masih berusia 9 tahun. Kini ia masih duduk di bangku kelas tiga di sebuah sekolah dasar negeri (SDN) di Kabupaten Cirebon-Jawa Barat. Saya sengaja tidak menyebutkan nama sekolahnya, khawatir disalahgunakan oleh orang-orang yang berniat jahat. Sehari-hari aktivitasnya adalah belajar sebagaimana teman-temannya yang bersekolah. Walau begitu, setelah jadwal belajar (di) sekolah, ia juga tetap belajar di rumah. 

Selain itu, tentu ia juga tetap bermain seperti anak-anak seusianya. Namun ia ternyata sosok yang berbeda pada aspek mengisi waktu luang setelah sekolah. Di sela-sela waktu sekolah dan bermain, ia pun membantu kedua orangtuanya untuk menjual berbagai kue atau jajan ke berbagai tempat. Ia menumpang di berbagai mobil angkutan umum, juga kadang berjalan kaki. Baginya, aktivitas semacam ini sudah ia lakoni sejak kecil dulu. Apalah lagi pada masa pandemi Covid-19 yang mengusik ekonomi keluarga, ia pun semakin bersemangat untuk berjualan.  

Menurut pengakuannya, ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari membuat kue atau jajan olahan tangan untuk dijual. Sementara ayahnya adalah seorang pengumpul barang bekas atau rongsokan. Dengan kondisi yang sangat terbatas, keduanya melakoni aktivitas seperti ini sudah sejak lama. Terutama pada masa pandemi yang hingga kini jumlah yang terpapar sudah semakin menurun, semangat mereka untuk menjemput rezeki yang halal semakin menggeliat.  

Kali ini, tepatnya Ahad 19 September 2021, Elia memilih berjualan di Kompleks Bima yang berada di sekitaran Stadion Bima, Kota Cirebon-Jawa Barat. Tanah lapang yang tergolong sangat luas di Kota Wali ini berada di sebelah utara kampus IAIN Syeikh Nurjati, Fakultas Kedokteran Universitas Gunung Djati, dan Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) di Jalan Perjuangan. Ia menjual kue ringan dengan harga Rp 1.500 kepada para warga atau pengunjung yang berkunjung. 

Ia memang sosok yang punya "mata" dan "nalar" bisnis. Bagaimana tidak, sudah menjadi maklum bahwa setiap hari Ahad atau akhir pekan ada begitu banyak warga yang berkunjung ke kawasan yang ditumbuhi begitu banyak pohon hijau ini. Setelah selama setahun lebih dibatasi oleh aturan atau protokol kesehatan gegara pandemi, kini warga mendapat angin segar untuk kembali berkunjung. Selain untuk berjualan, juga untuk berolahraga dan sekadar refreshing juga berbelanja. 

Seperti biasa, bila melihat anak-anak berjualan makanan dan sebagainya, saya selalu terenyuh dan tertarik untuk mengajak mereka berbicara. Saya ingin tahu latar belakang keluarga mereka dan alasan yang membuat mereka begitu semangat untuk berjualan. Bagaimana tidak, usia mereka adalah usia anak-anak, yang tentu saja sangat akrab dengan dunia permainan atau bermain. Namun mereka memilih memanfaatkan waktu yang ada dengan hal-hal yang bermanfaat. 

Kebetulan hari ini saya, istri saya Eni Suhaeni dan ketiga anak saya: Azka Syakira, Bukhari Muhtadin dan Aisyah Humaira memilih berkunjung ke Kompleks Bima setelah sekian lama tidak berkunjung gegara protokol kesehatan dan pembatasan pertemuan di tempat umum oleh pemerintah. Sejak sepekan lalu sepertinya kawasan ini sudah terbuka untuk dikunjungi, sehingga kali ini saya dan keluarga pun turut berkunjung. 

Di sela-sela menikmati bakso dan minuman ringan di sebuah pojok kawasan ini tetiba lewatlah seorang anak kecil, namanya Elia, seperti yang saya sebutkan sebelumnya. Ia begitu santun menawarkan kue jualannya kepada saya dan keluarga kecil. Hati saya begitu terenyuh dan bangga padanya. Masih tergolong sangat belia, namun ia sudah berjualan. Saya sangat malu pada Elia. Ia masih usia beliau namun sudah giat bekerja. Saya benar-benar malu. Sebab saya masih tergoda untuk lelah, malas dan gengsi. 

Saya pun bertanya perihal alasan ia berjualan. Bagaimana pun, anak seusia dia tentu sangat jarang atau asing yang berjualan kue atau jajan. Apalah lagi di tengah-tengah ribuan warga yang berkunjung, tentu ada saja kekhawatiran yang tidak-tidak. Ia bisa hilang, diculik dan sebagainya. "Elia ingin membantu Bapak dan Ibu", jawabnya. Sembari itu ia pun menyebutkan harga kue jualannya. "Harganya Rp 1.500", jelasnya semangat. 

Saya pun memilih untuk membeli beberapa kue jualannya. Ia begitu senang dengan respon saya kali ini. Dan, kuenya terasa enak. Ya, saya, istri dan anak-anak pun menikmati kue yang lembut dan terasa manis itu. Walau hanya beberapa kue, apa yang dinikmati kali ini cukup membuat perut bertambah kenyang. Sebab sebelum Elia datang, saya dan keluarga sudah menikmati bakso dan minuman segar yang dijual oleh pasangan suami-istri tempat saya dan keluarga berduduk santai setelah berjalan santai di kompleks kebanggaan warga Kota Cirebon ini. 

Elia adalah sosok inspiratif. Ia telah menginspirasi saya dan siapapun di luar sana tentang banyak hal, terutama tentang kesungguhan, ketelatenan dan kedisiplinan dalam menjemput rezeki Allah dengan cara yang halal. Bahwa bekerja keras, cerdas dan ikhlas adalah kunci penting yang mesti dimiliki bila hendak mendapatkan rezeki dari-Nya. Bila Elia saja mampu melakukan atau berikhtiar semacam itu, saya mestinya lebih giat dari dia. Tak boleh kalah oleh rasa lelah, rasa malas dan rasa gengsi. Bagaimana dengan pembaca di luar sana, terinspirasi kah?  

Di atas segalanya, saya memohon kepada Allah semoga Elia kelak menjadi pengusaha sukses yang solehah dan dermawan. Sungguh, apa yang ia lakoni adalah pemantik baginya kelak untuk meraih berbagai hal yang mungkin saja sudah ia impikan sejak lama hingga saat ini. Sungguh, Allah pasti menyaksikan apa yang Elia lakoni dan tekadkan selama ini dan saat ini. Allah Maha Melihat dan Maha Kaya. Semoga Allah perkenankan rezeki-Nya untuk Elia, keluarga dan kita semua di mana pun berada kini. Allahumma aamiin. Akhirnya, terima kasih Elia. (*)


Oleh: Syamsudin Kadir, Wakil Sekretaris Umum DPW PUI Jawa Barat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!