Muhammad Salahudin, Tokoh Muda Kebanggaan Manggarai Barat NTT Di Jakarta


Alhamdulillah, saya sangat bersyukur kepada Allah karena masih diberi nikmat sehat sehingga bisa silaturahim dengan adik sepupu saya. Ya Selasa 20 Juli 2021 kemarin (sore) saya masih bersilaturahim dan bercanda ria dengan sosok aktivis muda berbakat asal Kampung Cereng, Desa Golo Sengang, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat-NTT yang kini sehari-hari beraktivitas di Jakarta dan Banten.  

Walau silaturahim di hari raya Idhul Adha 1442 kali ini dilakukan secara online karena masih dalam masa pandemi: Covid-19, namun  suasana perbincangannya penuh keramahan dan kehangatan. Karena memang sejak kecil hingga kini kami tergolong akrab. Kali ini kebetulan ia bersama istri dan kedua anaknya lagi berada di Labuan Bajo, Manggarai Barat, yang dalam waktu dekat segera berangkat ke rumah mertua dan keluarga mertuanya di Kalimantan dan Sulawesi. 

Sosok yang satu ini memang jenial dan berbeda. Dia paling sering menelpon saya, walau sekadar bertanya kabar dan bercanda. Dulu di kampung, pada saat masih kecil, ia sosok pendiam. Pendiamnya benar-benar pendiam. Tidak begitu ramai seperti saya dan kakak-kakaknya yang lain. Ia sama seperti adik saya yang perempuan Siti Nurfa Jamila, kebetulan mereka segenerasi, sama-sama pendiam, mudah diatur dan tidak banyak menyusahkan orangtua. Bicara seperlunya, tak banyak cakap, begitu kata orang Malaysia. 

Bapanya Abdila, demikian kerapa saya sapa belakangan ini, sudah menempuh pendidikan tinggi, aktif di organisasi mahasiswa dan persyarikatan Muhammadiyah serta kini masih aktif sebagai tenaga ahli anggota DPR RI Fraksi PAN. Jejak aktivitasnya tergolong menanjak pasca pindah dari Mataram ke Jakarta. Sehingga sangat layak dicontoh oleh generasi setelahnya, minimal oleh adik-adik dari keluarga besar di Manggarai Barat. Bukan tentang kekayaan harta, tapi tentang pengalaman hidup, semangat berorganisasi, advokasi sosial, jaringan dan sebagainya. 

Sepak terjangnya selama ini dalam membantu keluarga besar dan masyarakat tak perlu diragukan lagi. Istrinya Lisayanti Immawati yang berdarah Sulawesi dan Kalimantan ini adalah sosok mudi yang juga aktivis. Sehingga aktivitas suaminya yang sehari-hari bisa dikatakan jarang ke rumah, atau kerap pulang malam ke rumah, sangat dimakluminya. Kolaborasi dan saling memahami aktivitas diantara mereka masing-masing pun benar-benar menjadi modal yang sangat penting dalam mengarungi kehidupan rumah tangga, karir dan peran sosial kemasyarakatan ke depan. 

Pengalaman saya dengan sosok yang suka senyum ini tergolong sama. Dari tingkat kampus hingga pusat, menjadi narasumber kegiatan organisasi beberapa tahun. Saya dengannya bukan saja satu nafas pergerakan tapi juga satu keluarga. Nenek saya (Ibu dari Bapak saya) dan neneknya (Ibu dari Bapaknya) adalah kakak-adik. Nenek saya sebagai kakak, neneknya dia sebagai adik. Bapak saya dan Bapaknya pun adalah saudara sepupu. 

Sejak SD hingga SMA dia tergolong belum banyak berinteraksi dengan saya. Namun pada saat kuliah, ia kerap berkomunikasi dengan saya. Terutama ketika saat itu saya sering mengisi acara mahasiswa di Mataram-NTB, saya pasti tidur dan makan bareng dengannya di kotsan dekat kampus Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT) tempat dimana ia kuliah dan belajar berorganisasi. Dulu, awalnya dia bingung antara aktif di BEM atau IMM. Ia pun meminta saran pada saya. Saya menyarankan agar ia aktif di IMM, agar bisa memperluas wawasan, pengalaman dan jaringan kelak di Muhammadiyah. 

Belakangan, setelah ia melanjutkan pendidikan dan aktivitas di Jakarta, ia kerap berkomunikasi dengan saya. Untuk beberapa kesempatan walau hanya beberapa waktu kami langsung bertemu, namun sering kali hanya berkomunikasi lewat online dan telphon tangan atau HP. Walau begitu, ia termasuk adik saya yang paling dekat dengan saya dan kerap berdiskusi tentang banyak hal. Seperti biasa tawa dan canda yang khas tetap menghiasi obrolan kami. 

Saya dan dia termasuk dua diantara keluarga besar dari kampung yang merantau cukup lama dan jauh. Termasuk saudara sepupu Bapak saya dan Bapaknya, yang saya panggil paman yaitu Paman Dr. Abdul Sahami dan paman kandung saya (adik Bapak saya) Ir. Abdullah Malik. Setelah saya selesai MTs dan Aliyah di Lombok Barat-NTB saya langsung ke Surabaya dan Bandung. Kala itu dia masih sekolah di kampung lalu melanjutkan ke Labuan Bajo dan Bima-NTB. Lalu beberapa tahun berikutnya melanjutkan kuliah atau pendidikan tinggi di Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT). 

Ketika dulu saya masih di Bandung dan aktif berorganisasi di Jakarta, ia masih di Mataram. Kala itu ia aktif di kegiatan keorganisasian dan sosial, baik di IMM maupun di Muhammadiyah. Belakangan setelah saya pindah ke Cirebon-Jawa Barat, ia pindah ke Jakarta untuk amanah organisasi, akademik dan pekerjaan. Di sini ia silaturahim ke banyak tokoh, membuka jaringan, melebarkan sayap perkenalan dan mengikuti berbagai kegiatan bertaraf nasional. 

Belakangan ia sering membantu atau menjembatani berbagai kegiatan Muhammadiyah di Manggarai Barat, baik itu untuk urusan sekolah, Muhammadiyah, sosial, politik maupun selainnya. Termasuk menyemangati bahkan mengantar beberapa adiknya dari keluarga besar Cereng dan sekitarnya ke berbagai lembaga pendidikan, terutama perguruan tinggi di NTB, Sulawesi dan Jawa. Ia sangat giat untuk memastikan keluarga besar di kampung terutama generasi setelahnya bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi. 

Terima kasih banyak untuk adik yang santun, komunikatif dan kebanggaan keluarga besar: Muhammad Salahudin (Din Salahudin). Apa yang engkau kontribusikan dan lakukan selama ini adalah modal penting yang akan membuat perjalanan hidupmu kelak jauh lebih dahsyat dari saat ini. Modal kepribadian yang baik, pengetahuan, wawasan, pengalaman, organisasi, jaringan dan modal sosial adalah kekayaan yang mesti dijaga dengan baik. Sebab itu semua bakal berdampak besar bagi cita-cita besar yang hendak digapai di masa depan. Baik untuk keluarga besar di kampung halaman maupun untuk umat juga bangsa. 

Alla kulli hal, jangan ragu untuk menekuni jalur yang selama ini sudah ditekuni yaitu jalur politik. Saya kebetulan kerap menjadi narasumber berbagai kegiatan pendidikan politik lintas partai politik, termasuk menjadi narasumber di TV dan menulis artikel juga buku seputar sosial-politik. Paling tidak sedikit membaca peluangnya yang mungkin bisa dilalui ke depan di jalur politik. Walau medannya cukup panas dan penuh tantangan, namun dengan modal yang tersedia saat ini semuanya bakal mungkin digapai dengan gemilang. "If you will it, it's not dream, bila engkau mau sesuatu itu maka sejatinya itu bukan sekadar mimpi". Tinggal satu lagi saja modal yang perlu digiatkan atau dibenahi dari sekarang yaitu ekonomi. Dan saya kira bila digarap secara seksama itu sangat mungkin digapai. 

Akhirnya, mudah-mudahan segala yang diimpikan dan diikhiarkan selama ini dan ke depan mendapat bimbingan dan keberkahan dari Allah, sehingga semuanya lancar dan terwujud. Semoga keluarganya sehat, aktivitasnya lancar dan kelak karirnya semakin menanjak. Dan satu lagi, semoga segera menulis buku, tapi bukan buku nikah (lagi). Jangan terprovokasi sama mereka ini: Safarudin Jemadil, Husni Yasin, Rafik, Jihad, Syafar, Ahmad Safri, Walimin, Kaharudin, Rusman Soloman, Arifin, Jafarudin dan masih banyak lagi. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Membaca Politik Dari Titik Nol" 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!