Belajar Pada Siti Mardia, Wanita Tangguh Asal Manggarai Barat-NTT


Alhamdulillah hari ini Selasa 20 Juli 2021 saya, istri saya Eni Suhaeni dan anak-anak saya Azka Syakira, Bukhari Muhtadin dan Aisyah Humaira bisa silaturahim secara online dengan salah satu kakak perempuan saya Siti Mardiya yang kini berdomisili dan membangun usaha di kampungnya di Nggorang, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat-NTT. Weta Dia, demikian kerap saya menyapanya, merupakan saudara kandung saya yang tergolong tangguh dan memiliki pengalaman hidup yang cukup berat juga menantang. 

Mama Fadli, demikian ia kerap disapa oleh tetangga di kampungnya merupakan anak ketiga dari sembilan bersaudara dari Bapak Abdul Tahami dan Siti Jemami, orang tua kami yang kini dua-duanya sudah meninggal. Kami bersembilan: Kak Ahmad Kahir, Weta Siti Marwia, Weta Siti Mardia, saya Syamsudin Kadir, Weta Siti Murti, Weta Siti Nurfi Isya, Weta Siti Nurfa Jamila, Adik Rafik Jumalik (Rafik Zm), dan Weta Siti Harmiyati. Asli Kampung Cereng, Desa Golo Sengang, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat-NTT. 

Berbincang dengan sosok yang selalu ceria ini seperti menimba air secara gratis pada sebuah kolam yang bersih dan berkhasiat. Selalu ada hal baru yang saya peroleh darinya. Nilai-nilai kehidupan, semangat, motivasi dan serupanya selalu ia bagi secara gratis. Hampir tak ada diksi keluhan yang saya dengar bila mendengar ceritanya tentang diri dan anak-anaknya. Begitu juga tentang keluarga lainnya. Ia selalu bercerita bahwa keluarganya adalah orang-orang baik. Ia selalu membagi semangat dan motivasi untuk menjalani kehidupan dengan riang. 

Padahal bila ditelisik, kondisi hidupnya begitu banyak hambatan dan tantangan. Sudah delapan tahun ia menyendiri. Karena suaminya atau kakak ipar saya kala itu meninggal dunia karena sakit. Namanya Kak Sudir. Ia meninggal karena sakit. Semalam sebelum meninggal saya masih bersua dengannya. Hanya saja Allah lebih cinta padanya. Kala itu ketiga anaknya masih kecil-kecil. Saya cukup sedih ketika ia pertama kali mendapat musibah semacam itu. Sehingga bila pulang kampung saya selalu tidur di rumahnya. Bukan untuk memberi uang, tapi menguatkannya bahwa ia tidak sendirian. Delapan saudaranya berada di sekelilingnya. Namun ia bukan sosok wanita yang cengeng dan kalah dengan kenyataan hidup. Malah ia adalah sosok wanita yang tangguh dalam banyak hal. 

Sepengetahuan saya, ia pun banting tulang bekerja di sawah dan kebun untuk memenuhi kebutuhan diri dan anak-anaknya. Dari pagi hingga sore hari, bahkan dalam beberapa kesempatan hingga malam hari. Ia kadang dirundung sakit, namun tetap bekerja. Bukan itu saja, ia juga membuka warung kecil-kecilan untuk menjual berbagai kebutuhan rumah tangga warga sekitar rumahnya. Termasuk menjual berbagai jenis obat herbal yang belakangan menurut akunya mendapat respon yang positif dari banyak kalangan. Walau begitu, kebutuhan ekonomi tetap saja butuh kerja keras lagi, sebab ketiga anaknya sudah memiliki kebutuhan yang mesti ia penuhi. 

Hebatnya lagi, dalam kondisi demikian, ia tetap berupaya untuk membantu keluarganya, baik yang dekat maupun yang jauh. Dalam banyak kesempatan ia selalu berkontribusi bila keluarga besar memiliki acara hajatan seperti pernikahan, syukuran, dan masih banyak lagi. Saya tahu betul kondisi ekonominya yang sangat layak mendapatkan bantuan, namun dalam kondisi yang demikian sederhana ia masih berupaya untuk tidak meminta belas kasihan, malah sibuk berbagi dan membantu sesama. Bukan pada angka atau nominalnya, tapi niat dan semangatnya untuk berbuat baik. 

Saya sangat haru dan bangga padanya, walau hanya lulusan SD, tapi ia memiliki mindset yang sangat cerdas dan maju. Ia sangat percaya bahwa pendidikan adalah kunci kemajuan dan perubahan hidup diri dan keluarga. Ia pun tergolong mampu menyekolahkan anak-anaknya. Ia seorang petani biasa, yang sawah dan kebunnya tak seberapa. Penghasilan per bulan pun sangat jauh dari kebutuhan sehari-hari. Namun dalam kondisi terbatas dan sederhana itu ia mampu mendidik anak-anaknya dan menyekolahkannya ke berbagai level pendidikan. 

Anaknya yang pertama, Mohammad Fadly (Fadly), baru lulus dari Madrasah Aliyah di Pondok Pesantren Nurul Hakim di Kediri, Lombok Barat-NTB, tempat saya belajar dulu (1996-2002), dan kini ia melanjutkan kuliah atau menempuh pendidikan tinggi di sebuah perguruan tinggi di Jawa Tengah. Anak yang kedua, Walida, baru masuk SMK di Pondok Pesantren Nurul Hakim di Kediri, Lombok Barat-NTB. Kemudian anak ketiga, Wulan, baru masuk MTs di Pondok Pesantren Abu Darda, Lombok Barat-NTB. Alhamdulillah anak-anaknya menempuh pendidikan pesantren yang akrab dengan dasar-dasar agama, namun tetap menekuni ilmu dunia, ilmu sosial dan sebagainya. 

Walau berbincang hanya sekitar 1 jam, hari ini saya mendapatkan begitu banyak pembelajaran dan motivasi yang sangat berharga darinya. Ya, saya sangat terinspirasi dari pengalaman, semangat, impian dan visi hidupnya. Dalam kondisi yang terbatas itu, ia masih berbagi impian bahwa kelak anak-anaknya bisa menghafal al-Quran dan paham agama namun tetap memiliki fokus profesi sesuai keahlian dan bakatnya. Ia ingin anak-anaknya menjadi sosok entrepreneur yang handal namun paham agama. Berkarir harus, tapi mesti punya modal pemahaman keagamaan yang cukup. 

Ia juga mengakui bahwa dirinya sangat ingin agar anak-anaknya kelak bisa melanjutkan ke pendidikan tinggi di perguruan tinggi unggulan. Baik di dalam maupun luar negeri. Sehingga walaupun kini masih duduk di bangku MTs dan SMK juga Perguruan Tinggi, ia tetap menyemangati mereka agar tekun dalam belajar, tidak malas-malasan dan giat menjaga akhlak baik. Ia sangat percaya bahwa Allah bakal mengabulkan ipmiannya. "Yang ada dalam hati dan harapan saya yaitu anak-anak kelak jadi orang yang berilmu, soleh-solehah, kaya tapi dermawan dan bermanfaat bagi banyak orang," ungkapnya. 

Hal lain yang tak kalah hebatnya adalah ia sangat berharap suatu saat bisa menunaikan ibadah haji dan umroh dengan anak-anaknya. Ia sangat yakin dan percaya bahwa apa yang menjadi impiannya suatu saat bakal tercapai. Sesuatu yang diniatkan dengan baik dan ditempuh dengan cara baik bakal Allah wukudkan. "Saya hanya punya impian suatu saat bisa beribadah haji. Kuncinya berusaha dan tawakal kepada Allah," ungkapnya penuh optimis.

Menurutnya, kini di rumahnya menampung beberapa anak sekolah tingkat SMP/sederajat dan SMA/sederajat yang berasal dari kampung yang agak jauh dari tempat sekolah mereka. Kebetulan mereka juga masih punya hubungan darah dengannya. Mereka sedang menempuh pendidikan. Di rumahnya mereka "nge-kost". Tepatnya di lantai 2 rumah yang berlantai papan yang dibangun sejak suaminya masih hidup. Jumlahnya sekitar 10 orang. "Alhamdulillah setelah Fadly, Walida dan Wulan lanjut sekolah, di sini sudah ada orang. Jadi ramai dan tidak sepi. Mereka anak-anak baik," akunya sembari tersenyum riang. 

Kata kunci yang saya peroleh dari sosok yang akrab dengan semua keluarga ini adalah ketangguhan. Ia telah menghadirkan mental hidup yang matang dan teguh. Bukan saja pada teori tapi juga pada praktiknya. Mengais rezeki sembari bercucuran keringat dan sakit, menyekolahkan anak dengan mencari biaya siang dan malam, membantu sesama dan masih banyak lagi, adalah fokus hari-harinya sejak dulu hingga kini. Ia memang wanita kampung yang tangguh, bukan sekali tapi berkali-kali. 

Sembari merasa haru, bangga dan malu padanya, saya berharap semoga Allah selalu menguatkannya, membimbingnya dan mengabulkan seluruh doa juga ikhtiarnya, termasuk kelak anak-anaknya menjadi generasi yang membanggakan diri dan keluarga juga umat dan bangsa. Terima kasih banyak Weta Mardia. Kau adalah teladan, kau adalah inspirator dan kau sosok Ibu ideal bagi anak-anakmu yang kini sudah remaja dan dewasa. Sungguh, dukungan dan doa tulus dari keluarga besar serta dari banyak orang di luar sana selalu untukmu dan anak-anakmu. You are the best! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Plan Your Succcess", "Kalo Cinta, Nikah Aja!", dan "Indahnya Islam Di Indonesia". 



Komentar

  1. Assalamualaikum,terimakasih banyak nara Syamsudin Kadir , setelah kau menulis apa yg aku niat dan sudah aku baca dan apa yg aku lakukan demi anak anakku jadi aku bertambah semangat dengan niat semoga impian jadi jadi kenyataan ,Aamiin ya Rabbal alamiin

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!