Merampok Partai Politik dengan Modal Dungu


SUDAH setahun negara kita Indonesia bahkan berbagai negara di dunia terkena bencana non alam: Covid-19, sejak awal 2020 hingga kini awal 2021. Sudah banyak yang menjadi korban, ada yang terpapar lalu kembali sehat dan ada yang terpapar lalu meninggal dunia. Konon bencana ini adalah bencana paling besar dalam menyedot perhatian dan anggaran di hampir seluruh negara di dunia. 

Di tengah situasi semacam ini kita mesti fokus membenah diri, bersatu padu dan turut serta menghambat laju virus. Bila pun sudah ada yang terpapar, kita tetap berupaya agar virus tak merembet ke mana-mana. Protokol kesehatan mesti dijaga dengan baik, tak boleh ada kerumunan. Apapun alasan dan tujuannya serta siapapun pelakunya, kerumunan massa adalah sebuah tindakan melawan hukum. Dan karenanya mesti ditindak secara dan menurut  hukum. Bukan malah berkilah lalu memamer citra padahal sekadar basa-basi bernyawa tipu. 

Di tengah situasi negara yang pelik dari berbagai sektornya, di luar sana, tepatnya di planet anu malah ada yang melaksanakan kerumunan massa begitu banyak. Bila disaksikan dari berbagai media yang memberitakan, pada kerumunan politis itu sebagian massa tak bermasker, jarak duduk massa sangat dekat dan jumlah massa sangat banyak. 

Bahkan di tengah situasi negara yang pelik dari berbagai sektornya, di luar sana, tepatnya di planet anu malah ada yang melaksanakan aksi brutal dan tak bermutu yaitu jual-beli dan merampok partai politik. Lakonnya tentu orang yang tak bermutu. Singkatnya orang-orang dungu. Kalau di planet sana orang bisa gonta-ganti partai politik dan bisa meneror dan merampas partai politik, bahkan dipilih menjadi Ketua Umum, apalah jadinya kaderisasi partai politik dan kaderisasi kepemimpinan pada partai politik. 

Katanya itu hak dan dijamin konstitusi. Sebuah argumentasi yang bukan saja mencerminkan kebodohan tapi juga memperlihatkan betapa watak linglung sudah merasuk dalam diri. Hak dan dijamin konstitusi? Maksudnya hak merampas alias merampok partai politik yang sah dijamin oleh konstitusi? Konstitusi binatang mungkin iya, kalau konstitusi manusia tidak mungkin demikian. Sebuah kedunguan level 4 inci yang dipamer dan diperjual-belikan. 

Sangat jelas dan nyata betapa haus, rakus dan serakah sudah menjadi tabiat dan laku diri. Politisi semacam itu tentu sangat tak pantas dipercaya menjadi pemimpin. Kecuali memimpin kaum dungu dan perampok partai politik. Kalau perampok yang menjadi pemimpin, bisa dibayangkan apa jadinya planet anu. Sangat jelas dan tegas, yang rusak bukan saja partai politik tapi juga tatanan berbangsa dan bernegara. 

Sangat relevan bila seorang teman yang aktif sebagai akademisi menyampaikan komentar singkat namun penuh makna. Dia bilang begini, "Dasar politisi sampah, bebal dan norak. Saya menyaksikan itu benar-benar lakon busuk dan menjijikkan. Otak dan hati begitu tumpul." Apa yang disampaikan ini tentu sangat sadar dan waras. Sebab aksi busuk sangat layak dilabeli sebagai aksi busuk. Sebab pada aksi busuk tak ada moral. Kemungkinan besar yang ada adalah watak bebal. 

Kedungunan dan kerakusan menjadi karakter utama, lalu menghabiskan begitu banyak uang untuk merampas seauatu yang bukan hak. Lalu pada saat yang sama mengadakan acara dengan mewah meriah namun tak bermutu. Kadang kebodohan merembet bukan karena status pendidikan dan karir profesi tapi karena hati kotor dan otak tumpul. Kewarasan pun seketika tertutup awan dungu yang menggurita. 

Demi mimpi busuk rela mengeluarkan anggaran begitu besar. Pertanyaannya, dari mana sumber dananya? Konon tak ada pengeluaran anggaran. Eh belakangan malah mengaku memberi anggaran sekian. Kalau cerdas dan punya isi otak mestinya bikin sendiri yang baru. Toh syarat bikin partai politik sangat mudah, katanya. Tapi ini malah merampok alias merampas partai politik orang. Partai politik sendiri sudah tak laku bahkan diri sendiri sudah tak laku lagi, lalu bermain kasar. 

Semoga Jenderal Soedirman tak menangis lama gegara menyaksikan semua itu. Kalau menangis lama, bisa-bisa berdampak pada bencana besar. Sebab beliau tak pernah mewariskan tahta dan strategi merampok partai politik. Hanya mewasiatkan agar penerusnya menjadi pejuang dan abdi negara. Bukan abdi tahta. Bukan pula menjadi perampok partai politik. Tapi memang aksi busuk terlihat jelas dan nyata. Kebusukan yang selama ini tersembunyi kini terlihat jelas dan nyata. 

Wah saya tersadarkan, ternyata saya sedang teridur dan bermimpi. Pada planet anu ada aksi norak segerombolan politisi. Aksi menjual beli partai politik dan perebutan tahta level Ketua Umum. Pelakunya sudah lama tak laku di partai politik sendiri. Tetiba pergi tanpa permisi lalu tidak berprofesi sebagai penjaga negara lagi. Aksinya memang sangat norak dan memalukan. Selain tidak lucu juga tak bermutu. Sangat terlihat di berbagai media mimik wajah dan tatapan matanya yang memang punya niat jahat alias buruk. Merampok partai politik dengan modal dungu. Untung kejadiannya di planet anu, bukan di sini. Kalau ada kemiripan, jangan salahkan mimpi saya. Salahkan saja para politisi atau perampok yang bermental dungu itu! (*)



* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Membaca Politik Dari Titik Nol" 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!