ITU ANJINGMU, ATAU KAMU JUGA ANJING?


SAYA baru saja bangun dari tidur. Eh tetiba saya menjadi teringat dengan cerita kenangan dulu pada saat masih di kampung. Hanya saja saya lupa alur ceritanya. Lagian saya bukan tipe orang yang pandai merangkai cerita. Apalah lagi itu sudah kenangan lama, lupanya banyak dan yang diingat hanya sedikit. Tapi bila ditilik lebih serius, malah sesuatu yang sedikit itu layak saya elaborasi pada saat ini. Barangkali jadi sesuatu alias ada pelajarannya. 

Alkisah menggonggonglah seekor anjing. Bukan sekali tapi berkali-kali. Dia pun berupaya mengejar orang yang mendekat ke kandangnya. Begitu juga orang yang menceritakan atau mengoreksi kejelekan pemiliknya, ia pun seketika menggonggongnya. Tergolong berapa kali ia menggonggong dengan suara yang sangat keras dan bikin telinga tetangga menjadi panas, namun si pemilik tetap mengganggapnya sebagai anjing miliknya. Bahkan gonggongan si anjing dianggap masih standar dan sangat patut. 

Ada banyak tetangga yang tersinggung dengan gonggongan si anjing dan pembelaan si pemiliknya. Karena si anjing kerap menggonggong di saat mereka tidur dan hanya fokus dengan urusan kebun masing-masing. Beberapa anjing lain dari kandang yang sama dan kandang lain pun kerap dibikin pusing gegara tingkah si anjing. Cuma karena si anjing merupakan milik orang yang dianggap penting, ya dibiarkan saja. Toh gonggongan si anjing hanya besar di suara. Konon si anjing tak bisa menggigit.  

Ya, dulu di saat si anjing menggonggong kencang pada tetangga oleh pemiliknya masih dianggap sebagai anjing milik pribadi bahkan dianggap sebagai peliharaannya yang paling baik. Biangnya sederhana: waktu itu gonggongan si anjing menguntungkan dan bisa berdampak pada penambahan tulang-tulang alias bangkai monyet, babi dan binatang lain yang sedang diburu di samping kandang dan kebun juga sekitarnya.

Sekarang di saat si anjing menggonggong kencang pada tetangga yang sama malah tidak dianggap sebagai anjing miliknya, bahkan tidak diakui sebagai peliharaannya. Biangnya sederhana: biar proses mendapatkan tulang-tulang alias bangkai monyet, babi dan binatang lain yang sedang diburu tidak terganggu karena gonggongan si anjing yang bikin gaduh binatang di sekitar kandang dan makhluk lain di kebun serta tetangga sekitarnya.

Naifnya, binatang di kebun dan sekitar kebun jadi ikutan gaduh. Semua ribut dan seperti tak ada yang mendamai dan meredam keributan ini. Berapa kandang binatang ikut menyaksikan sembari menggonggong tak terarah. Anjing lain pun malah ikut menggonggong si anjing. Saling mencela dan menuding, begitu kira-kira. Bahkan belakangan konon si pemilik malah cari tahu ini anjing apa dan menyuruh cari tahu siapa sebenarnya pemilik anjing yang suka menggonggong itu.

Memang susah juga memelihara anjing hanya karena iseng atau tujuan sesaat. Apalah lagi si anjing butuh tulang atau daging tapi sudah habis dibagi ke anjing lain, lalu si anjing tidak dapat apa-apa. Atau mungkin juga tulang dan dagingnya habis dipakai untuk membeli anjing yang lebih galak. Sehingga nanti kalau ada tetangga yang datang tidak digonggong lagi, tapi langsung diterkam. Atau bisa juga langsung dijebak dengan tali panjang yang sengaja disimpan dekat pintu gerbang masuk atau pintu masuk rumah. 

Tapi bagaimana pun, tetangga juga sudah pada tahu bahwa si anjing yang suka menggonggong itu adalah milik pribadi sekaligus peliharaan lama si pemilik sekaligus petugas kebun. Toh berapa kali si anjing pakai tali dan terikat oleh tali yang warnanya sama persis dengan tali yang dibuat dan dibeli oleh si pemilik. Bahkan kalau menggonggong sama persis dengan suara si pemiliknya pada saat si anjing diajar dan dilatih menggonggong. 

Kalau sekarang si anjing menggonggong dengan kencang kepada tetangga bahkan kepada teman dekat si pemilik lalu tiba-tiba si pemilik mengelak itu bukan anjing milik dan bukan peliharaannya, tetangga pasti bertanya: mengapa dulu dianggap anjing milik pribadi dan peliharaan sendiri? Lalu, mengapa teman-teman si anjing di kandang yang sama malah ikutan menggonggong si anjing bahkan turut menggigit telinga si anjing seakan-akan si anjing bukan teman atau peliharaan di kandang yang sama?

Kalau si pemilik anjing jujur dan anjing-anjing lain jujur, maka yang kena cacian atau tembakan tetangga sebelah kebun mungkin hanya si anjing. Tapi kalau berbohong dan terkesan mengelak bahwa si anjing yang menggonggong bukan milik dan bukan peliharaan, maka tetangga sebelah kebun bahkan anjing-anjing dalam kandang yang sama pun bakal semakin percaya bahwa memang si anjing itu benar-benar anjing yang bertugas untuk menggonggong. Tak peduli dia menggonggong dengan benar atau salah, yang penting nanti si pemilik tetap dapat tulang, daging dan sebagainya. 

Sampai kapan pun, gonggongan si anjing tetap saja dianggap sebagai gonggongan yang meresahkan. Walaupun pemilik anjing menghukum, memenggal atau menembak sendiri si anjing, tetangga tidak bakal berubah keyakinan bahwa itu anjing milik orang yang menghukum, memenggal atau menembak. Sehebat apapun si pemilik mengelak, orang pada paham bahwa si anjing bukan milik tetangga. Gaya dan suara gonggongnya juga sama persis dengan suara si pemilik. Kan sama-sama makan tulang dan daging bekas. Cuma mungkin beda cara makan saja. Bila si pemilik makan di atas meja, maka si anjing makan di dalam kandang. 

Ini adalah contoh cerita yang dibuat oleh orang kampung seperti saya yang masih belajar bercerita. Ya saya sendiri masih belajar bercerita. Sudah lama saya belajar, namun kualitas tulisan saya yang bernyawa cerita masih begini-begini saja. Mudah-mudahan ke depan lebih berkualitas dan yang paling penting lagi si pemilik anjing berani jujur dan mengakui bahwa anjing yang suka menggonggong itu adalah miliknya atau peliharaannya, sejelek apapun anjing itu dan seburuk apapun suara atau isi gonggongannya. Itu baru namanya tuan anjing yang berani, tahu diri dan luar biasa. Selebihnya, kalau masih juga ragu atau mengelak perihal si anjing, biarkan saya berkata sembari bertanya begini: Itu anjingmu, atau kamu juga anjing? (*) 


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Membaca Politik Dari Titik Nol". 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!