MENGAPRESIASI GORESAN PENA ELANG MUDA DARI UNIVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA


Alhamdulillah saya layak bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada sahabat baik saya Bung Iwan Wahyudi dan tim penulis yang berkenan mendaulat saya sebagai penyunting naskah buku "Kepak Sayap Elang Muda". Walau awalnya agak sungkan, namun saya terpanggil untuk menerimanya. Tentu ini adalah momentum gratis bagi saya untuk terus belajar. Selain bonus mendapatkan berbagai inspirasi dari tulisan para penulis yang semuanya masih muda.   

Saya pun dibuat bangga dan gembira karena kini buku yang ditulis oleh 14 aktivis muda yang berkecimpung di Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) yang berada di Sumbawa-NTB ini sudah terbit dan bisa dimiliki oleh pembaca di seluruh Indonesia. Sebagian pembaca di beberapa kota sudah memesan dan membacanya. Saya sendiri mendapatkannya dari Bung Iwan Wahyudi yang sudah lama saya kenal. Terima kasih banyak Bung Iwan Wahyudi. 

"Dari Sumbawa Untuk Semesta" adalah judul kecil yang tertulis di bawah judul buku setebal 198 halaman ini. Ini sebuah pertanda bahwa buku ini memang ikhtiar serius para penulis untuk berkontribusi bagi kemajuan peradaban bangsa. Titik mulainya adalah Sumbawa. Tepatnya lagi UTS. Sebuah ikhtiar mulia yang bukan saja layak didukung tapi juga perlu diteladani oleh siapapun di luar sana. Terutama oleh generasi milenial Indonesia.  

"Perjalanan panjang selalu dimulai dengan langkah pertama", demikian kutipan ungkapan Bang Zul Zulkieflimansyah selaku Gubernur NTB sekaligus Pendiri UTS pada halaman depan buku berlatar warna biru muda ini. Para penulis memang sudah memulai melangkah. Minimal dengan menghadirkan karya tulis yang layak dibaca. Sebagai pemula tentu ini bakal menjadi pemantik bagi hadirnya karya-karya baru yang lebih berkualitas kelak. Ini adalah embrio bagi hadirnya buku-buku baru yang semakin bergizi di masa depan. 

"Buku yang seru! Mewakili jiwa yang menderu! Buku ini harus diburu! Isinya bikin the dream come true!", begitu komentar singkat namun padat Boim Lebom, sosok penulis puluhan buku, produser RCTI dan pengajar yang dimuat pada cover depan buku yang diterbitkan oleh Zahir Publishing, Jogjakarta, pada Desember 2020 lalu ini. 

Apa yang disampaikan Boim Lebom sudah benar. Saya sendiri pada saat mengedit naskah buku ini merasakan aura dan energi positif yang muncul dari buku yang berbasis pada pengalaman nyata para penulis ini. Sekalian bahasanya ringan, pembahasannya juga menarik dan bikin ketagihan untuk terus membacanya. Maka buku ini pun sangat layak diburu, terutama oleh kaum milenial yang butuh asupan motivasi, pengalaman nyata dan perspektif tertentu yang oke punya. 

Komentar semacam itu sangat relevan dan tepat. Karena pada masa pandemi Covid-19 ini hanya sedikit orang yang masih bisa menulis. Tak sedikit orang yang terpapar dampak mental  virus berbahaya ini. Namum para penulis tak mau kalah oleh realitas. Walau lelah, mereka tetap memburu berkah. Termasuk dengan cara menebar cerita, pengalaman dan inspirasi dalam bentuk buku. Ini baru asyik dan perlu dicontoh. 

Saya sendiri sudah mengenal Bro Iwan Wahyudi sejak masih mahasiswa tahun 2000-an. Belakangan kami berdua kerap saling "meneror" seperti yang diungkapkan oleh penulis beberapa buku ini. Terutama pada masa pandemi ini, saya dan Bung Iwan balap-balapan menulis dan mempublikasi buku karya masing-masing. Saling menagih artikel, buku dan inspirasi lain yang pada intinya agar setiap hari bisa menulis. Apapun judul dan konten pembahasannya. 

Gegara saling "meneror" itulah yang membuat semangat menulis semakin menggebu-gebu. Hambatan dan tangan di sana-sini sudah pasti ada, namun bila niat, tekad, dan semangat sudah menghujam dalam hati dan pikiran, maka itu semua malah menjadi pupuk paling ampuh dalam menumbuhkan semangat menulis atau menghadirkan buku-buku baru. 

Saya sendiri menjadikan aktivitas menulis sebagai momentum untuk belajar. Sebab dengan belajar terbuka lebar peluang bagi saya untuk menerima saran, kritik dan masukan para pembaca. Selain itu, menulis adalah aktivitas yang dengan sendirinya mendorong saya untuk memperbanyak dan memperluas tema bacaan. Aktivitas menulislah yang membuat saya semakin tergila-gila untuk membaca banyak karya tulis orang lain.

Saya, Bung Iwan Wahyudi dan para penulis lainnya tentu menyadari bahwa kunci penting menulis adalah membaca. Sebab dengan membaca maka stok kata, pengetahuan dan perspektif bakal semakin banyak dan berkualitas. Membaca dan menulis pun seperti dua sisi mata uang. Kedua-duanya saling berkaitan dan tak bisa dipisahkan. Terutama bila ingin memiliki karya tulis maka membaca adalah modal sekaligus kunci utamanya. Membaca buku, artikel, jurnal dan realitas di sekitar. 

Bila Elang Muda asal UTS sudah mulai mengepakkan sayapnya dengan mencicil karya tulis atau buku yang bermanfaat, maka itu pertanda kepakan sayap mereka ke depan bakal lebih kencang dari sekarang. Kepakan sayap dalam konteks kepenulisan tentu bermakna terus memacu diri untuk terus berkarya. Sementara dalam konteks mencari ilmu di perguruan tinggi, ini bermakna terus belajar menekuni mata ilmu yang ditekuni hingga kelak menjadi ahli padanya. Lalu berkontribusi bagi kemajuan nusa dan bangsa. 

Pada akhirnya menulis adalah panggilan jiwa. Sebuah panggilan "Langit" bagi siapapun yang ingin mengisi masa pandemi secara produktif. Selain menjaga protokol kesehatan secara ketat, hal lain yang perlu dilakukan adalah menghadirkan produk kreatif. Jenis dan bentuknya ada banyak. Silahkan pilih sesuai selera kita masing-masing. Dan salah satu yang perlu digulati pada momentum semacam ini adalah menulis, terutama menulis buku. Bila Elang Muda asal UTS sudah dan akan terus melakukannya, maka kini giliran kita untuk meneladaninya. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis 36 Buku dan Ribuan Artikel di berbagai Media Massa dan Media Online

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!