JANGAN PERCAYA PARA POLITISI PENIPU! 

PESTA demokrasi yang akrab dinamai Pilkada Serentak di Manggarai Barat atau Mabar 2020 menjelang tak lama lagi. Hiruk pikuk dan berbagai atraksi politik pun bisa ditonton berkali-kali di momentum menjelang pesta politik yang semakin hangat ini. Bukan saja politisi yang ramai, mereka yang sekadar ikut-ikutan pun terlihat begitu geliat menebar berbagai ragam alat bantu atau media untuk mengenalkan tokoh idola atau dukungannya dalam berbagai momentum. 

Sebagai sebuah dampak dan aksi praksis politik, fenomena semacam itu semakin menambah gairah kita untuk mengatakan bahwa politik di Mabar semakin mendapatkan ruangnya. Politik pun bukan saja milik para politisi tapi juga warga biasa yang memiliki hak dan kewajiban politis dalam menentukan siapa pemimpin yang akan memimpin daerahnya. 

Di tengah menyaksikan fenomena gegap gempita politik semacam itu, berbagai macam pertanyaan pun seketika muncul di benak sebagian warga. Misalnya, apakah para sosok yang hendak maju itu sudah memiliki persiapan yang matang sehingga benar-benar hendak ikut Pilkada, bukan sekadar basa-basi politik? 

Pertanyaan lain, apakah para politisi itu masih menyadari bahwa berpolitik itu hakikatnya adalah upaya melayani dan memenuhi hajat hidup warga-masyarakat, sehingga tidak maju sekadar untuk memenuhi agenda pribadi dan kelompok yang ditutup dengan topeng demokrasi-Pilkada?

Lalu, khusus untuk mereka yang sudah maju berkali-kali dalam perhelatan Pilkada dan mungkin juga Pileg, lalu kini maju di Pilkada, apakah mereka sudah menyiapkan semuanya sehingga tidak terkesan berhura-hura lalu kelak kalah alias mengalami kegagalan berkali-kali? 

Kemudian, bagi mereka yang sudah menjabat di legislatif dan eksekutif, katakanlah kita sebut saja mereka sebagai petahana, apakah mereka masih ingat dan sudah memenuhi janji politik yang mereka sampaikan pada saat Pilkada 2015 dan Pileg 2019 lalu? 

Sebagai orang kampung yang tergolong "udik" atau "cikot" alias terisolasi, tepatnya di Cereng, Golo Sengang, Sano Nggoang-Mabar, saya pun bertanya: apa manfaatnya Pilkada Mabar 2020 bagi warga kampung Cereng yang hingga kini tidak tersentuh listrik PLN, air PDAM dan jalan raya beraspal? 

Apa manfaat Pilkada bagi warga Mabar bila yang dibangun dan dimajukan hanya Labuan Bajo? Atau, Pilkada kini telah turun kelasnya menjadi sekadar pemilihan petugas pembangun Labuan Bajo dan bukan untuk tempat lain atau di seluruh pelosok di Mabar? 

Itu hanya sebagian pertanyaan yang masuk melalui pesan inbox Facebook dan pesan WhatsApp saya beberapa waktu terakhir. Di samping pertanyaan saya sendiri yang memang masih tergoda untuk terus bertanya perihak dampak pesta politik seperti Pileg dan Pilkada bagi warga Mabar. Pertanyaannya sangat sederhana tapi maknanya luar biasa. 

Pada dasarnya pertanyaan semacam itu adalah gugatan paling sederhana warga Mabar yang mungkin hingga kini masih trauma dengan tingkah para politisi di Mabar. Bukan saja tingkah di saat menjelang pesta politik, tapi juga setelah mereka terpilih alias menjabat. Tingkah yang dinilai sangat hipokrit alias munafik. Lain pada janji, lain pada praktik. 

Berkali-kali para politisi itu berjanji dengan berbusa kata. Diksi mereka begitu manis, padahal nyatanya sangat amis. Terdengar begitu indah tapi nyatanya hanya sampah. Pada faktanya mereka hanya mementingkan perut dan kelompoknya sendiri. Ke warga-pemilih sekadar pamer janji. Untuk kemudian mereka ingkari sendiri. Naifnya, itu bukan sekali tapi berkali-kali. 

Setelah pada Pileg 2019 lalu mereka pamer begitu banyak janji, kini mereka mulai menebar janji juga di Pilkada Mabar 2020. Mereka mulai menebar berbagai janji serba luar biasa. Datang berkali-kali bagai ratu adil, padahal isinya hanya basa-basi alias cek kosong. Semua terlihat pro rakyat, seakan-akan bangun dan tidurnya mereka adalah untuk rakyat.  

Padahal faktanya, semua berpura-pura baik lalu bermain mata seakan paling adil dan layak menjadi pemimpin. Semua atas nama dan untuk rakyat. Padahal pola dan cara tipunya sama saja dengan yang sudah-sudah. Mental dan sikap sangat acuh, serta tergolong keparat. Meminjam ungkapan seorang warga yang kerap ikut memilih di TPS di saat pemilu (Pileg dan Pilkada): Dasar penipu! 

Sebagai warga biasa kita tentu tidak menagih yang muluk-muluk. Cukup yang sederhana saja. Mereka, para pejabat atau politisi itu cukup menepati janji politik saja. Benahi infrastruktur yang tak merata dan tingkatkan kualitas pelayanan publik. Penuhi janji untuk membenahi jalan raya, penuhi kebutuhan air minum dan pastikan kemudahan akses pelayanan bagi masyarakat luas akan kebutuhannya. 

Tapi faktanya begitu-begitu saja. Seperti tak ada dampak pasca terpilih. Suara kritik pun dianggap tak punya manfaat apa-apa bahkan mungkin tak didengar. Keluhan masyarakat dalam banyak persoalan pun hanya dianggap angin lalu. Tak ada upaya menindaklanjutinya dalam bentuk kebijakan dan program yang lebih ril. Eksekutif dan legislatifnya sama saja. 

Dalam konteks itu tak ada salahnya manakala pada sebagian masyarakat bersikap agak tegas termasuk dengan menyampaikan ungkapan kekesalan yang sudah tak bisa ditahan lagi. Karena apa yang mereka alami sudah berkali-kali. Makanya begitu berani mengatakan: jangan percaya kepada para pejabat dan atau politisi penipu! 

Ungkapan itu tegas dan jelas. Tapi, apakah para pejabat dan politisi itu mau mendengar dan menyadarkan diri lalu menindaklanjuti dalam bentuk kebijakan ril? Saya tidak tahu. Saya sendiri hampir kehilangan kepercayaan kepada para pejabat dan politisi yang kerap pamer janji itu. Sebab sudah bisa ditebak, mereka berjanji bakal mereka ingkari sendiri. Makanya saya juga tergoda untuk mengungkapkan ungkapan serupa: jangan percaya kepada para pejabat dan atau politisi penipu! (*)


* Judul tulisan 
JANGAN PERCAYA PARA POLITISI PENIPU! 

Oleh: Syamsudin Kadir 
Pendiri Komunitas "Cereng Menulis" 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!