ELITE MENIPU, RAKYAT TERTIPU! 

SAYA tak mau berteori panjang-lebar. Karena saya bukan persegi panjang. Saya juga tidak mau terjebak dalam lingkaran kepura-puraan yang di sebagian orang kerap dipelihara. Saya hanya ingin bicara sebagai upaya menyadarkan siapapun yang selama ini masih saja takluk kepada selera dan syahwat para elite.  

Para elite itu hanya mementingkan perut dan syahwat kelompoknya. Rakyat hanya tameng sekaligus stempel. Itu pun sekadar pakai nama rakyat. Bukan benar-benar untuk rakyat. Bila pun ada yang membela mereka hingga mati-matian, itu pasti penjilat dan bazer yang sengaja dibayar dari anggaran lintas sektor. 

Para penjilat dan bazer itu pasti tak suka dengan tulisan semacam ini. Mereka benar-benar panas hati dan telinga. Karena bagi mereka, elite itu adalah sumber pengebul perut dan bahkan dijadikan tuhan baru. Tak menyebut memang, tapi sikap dan tingkah mereka begitu nyata dan jelas. Tak punya rasa malu. Walaupun ujungnya tetap saja tertipu. 

Maka jangan pernah mati-matian membela mereka, para elite itu. Karena mereka sama saja, penipu suara rakyat. Sementara kita, rakyat, hanya jadi korban yang memang sengaja dikorbankan.  Keledai saja tak mau jatuh terjerembab kedua kalinya pada lubang yang sama. Jadi, jangan kalah cerdas sama keledai!

Apakah realitas semacam ini ada di Indonesia? Entahlah. Saya tidak tahu dan tidak mau tahu. Satu hal yang pasti, bahwa watak elite di hampir semua negara memang mirip bahkan sama. Pada momentum pesta politik seketika jadi baik dan akrab dengan rakyat. Pada saat terpilih, semua sudah lupa rakyat. 

Pesta politik pun adalah momentum formal dan gratis bagi mereka untuk menipu. Bukan asal menipu, tapi karena mereka memang sudah berwatak penipu. Datang berkali-kali membawa berbagai janji. Setelah menang atau terpilih, tak pernah menyapa rakyat. Bila pun menyapa, itu pasti ada maunya. Kembali menipu dan menipu!

Tapi naifnya, masih ada saja yang tergoda dengan janji manis semacam itu. Mulut disumpal sekian batang rokok dan beberapa lembar uang kertas berangka kecil, lalu seketika jadi penjilat. Urusan harga diri dan rasa malu sudah tak dihiraukan lagi. Pokoknya siap menjadi budak para penipu itu.

Bagaimana mungkin kita percaya bila para elite itu datang berkali-kali mengkhutbahkan begitu banyak janji, tapi nyatanya setelah terpilih mereka fokus mengurus diri dan kelompoknya saja. Program ini itu hanya bualan semata. Nyatanya tidak ada. Sekali lagi, itu berkali-kali. Bukan sekali atau dua kali. 

Lagi-lagi, kita pun hanya dikorbankan demi kepentingan pribadi dan kelompoknya. Kita dipaksa untuk bersabar, pada saat mereka semakin tak sadar karena mabuk anggaran dan  proyek ini itu. Mereka memaksa kita untuk berbicara secara jujur, pada saat mereka bertingkah lebih busuk dari kentut yang keluar dari dubur. 

Dan sekarang inilah momentumnya bagi kita untuk bersuara atau melawan. Agar mereka tidak terus menerus menginjak martabat kita sebagai rakyat biasa secara semena-mena. Tak boleh meng-iya-kan semua tingkah mereka, sebab sudah lama mereka mendustai kita. Tak boleh ada lagi yang tertipu, walaupun mereka para elite itu pandai menipu. 

Mereka yang bukan penipu dan bukan korban penipu, jangan tersinggung dengan tulisan ini, cukup tersenyum. Saya sengaja pertegas, karena sering kali tulisan saya dibaca banyak orang lalu memberi respon yang jauh dari isi tulisan. Mungkin baca tulisan pun hanya sepotong-sepotong. Itu pun hanya judul tulisan saja. Cara membaca pun sudah pakai pola elite yang pandai menipu itu. Makin tambah kacau balau.  (*)

* Judul tulisan 
ELITE MENIPU, RAKYAT TERTIPU! 

Oleh: Syamsudin Kadir 
Pendiri Komunitas "Cereng Menulis" 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!