BEBAS TANPA JUDUL 

IMANI dan bertaqwalah kepada Allah, hargai martabat manusia berdasarkan ketakwaannya secara adil dan beradab, akrabi semua manusia agar mereka bisa mengenal Allah dan diri mereka sendiri, lalu cari kesepakatan kolektif dengan jalan hikmah dan pola musyawarah, kemudian selalu berupaya menghadirkan keadilan bagi semua adalah poin penting dalam kehidupan sosial kita.   

Begitulah sebagian kecil dari inti sari ajaran Islam. Walau hanya sebagian kecil dari inti ajaran Islam, ketegasan Islam dalam pengakuan akan Ahad-Nya Allah dan nabi terakhir atau penutup para nabi adalah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, adalah kunci penting. Mengingkari konsep ini bukan saja membatalkan seluruh amal tapi juga satu bentuk kezoliman yang besar. 

Manusia pun tidak merasa cukup hanya karena sudah menjalankan perintah dan mengingkari larangan syariat-Nya. Sebab manusia juga mesti adil dalam menjalani kehidupannya. Adil bukan melulu rerata pada takaran tertentu, untuk memperoleh sesuatu. Adil berbicara tentang kemampuan menempatkan sesuatu pada maqomnya atau martabat alias ketertibannya. 

Hanya Allah yang pantas disembah, itu sikap adil hamba kepada Tuhannya. Bila diperuntukan kepada selain-Nya atau makhluk-Nya maka itu adalah satu bentuk ketidakadilan nyata alias zolim yang nyata. Termasuk adil terhadap diri sendiri adalah bagian dari tindakan praksis manusia beradab. Sehingga menjaga keyakinan, jiwa, nasab, harta dan martabat pun merupakan bagian dari keadaban diri. 

Karena itu, sekali lagi, manusia mesti beradab dalam makna yang subtantif dan luas. Beradab bukan melulu tentang sopan santun. Sopan santun itu sangat ditentukan oleh kepantasan umum. Kepantasan umum belum tentu masuk kategori beradab. Beradab diukur dari benar dan salah, boleh dan tidak boleh, pantas dan tak pantas. Basisnya adalah Wahyu-Nya.  

Faktanya, di sebagian tempat, aurat terlihat atau telanjang dada dan paha, itu pantas-pantas saja. Tapi dalam konsep adab yang sesungguhnya, itu tidak cukup bahkan termasuk belum bisa dikatakan beradab. Sebab beradab kepada Allah mesti berwujud dalam ketaatan kepada syariat-Nya. Dalam hal ini menutup aurat. Tidak telanjang dada dan paha. Ini sekadar satu contoh. Masih banyak contoh lain. 

Keragaman manusia dari berbagai latar belakang adalah keniscayaan. Itu bersifat given atau pemberian dari Allah. Hanya saja, kondisi semacam itu mesti diarahkan agar tidak menginkari batasan atau aturan Wahyu-Nya. Sehinga upaya menyatukan bukan berarti menyatukan yang batil dan yang haq, tapi menyatukan dalam bingkai tujuan baik dan kemaslahatan bersama yang memang demi memajukan kepentingan bersama yang tidak bertentangan dengan ajaran-Nya dan keadaban publik luas. 

Kebersamaan tentu memiliki konsekwensi logisnya. Misalnya, beragamnya selera dan kepentingan. Perbedaan mesti menjadi kekayaan manusiawi kita. Hikmah dan kebijaksanaan dalam memahami keragaman dengan beragam kepentingan itu mesti berbasis pada kemufakatan dan dalam mekanisme musyawarah. Bukan dengan intimidasi dan pemaksaan kehendak kepada orang yang berbeda. Semua dilalui secara sadar dan lapang dada serta dalam bingkai rasionalitas.  

Sehingga siapapun bisa berbicara mengungkapkan pendapat dan pandangaanya, serta mengambil peran penting dan kontribusi terbaiknya. Bukan sekadar untuk memperlihatkan ekspresi personalnya tapi juga demi mewujudkan keadilan bagi semua. Tak boleh ada kriminalisasi dan diskriminasi, sebab keadilan sosial mesti mewujud dalam kehidupan ril setiap individu. Keadilan bukan melulu bicara apa yang didapat, tapi juga tentang dampaknya bagi diri dan kehidupan sosial. 

Mudah-mudahan tulisan berjudul "Bebas Tanpa Judul" ini bisa memantik diskusi dan membangun kesadaran kolektif kita bahwa setiap orang punya perspektif dan setiap perspektif punya maqomnya masing-masing. Di sini, skema sekaligus bingkai sobjektifitas-objektifitas perspektif menemukan relevansinya. Semoga setiap kita semakin tergoda untuk terus berbagi, minimal dan bahkan mungkin paling rendah adalah dalam bentuk tulisan bebas tanpa judul seperti tulisan saya. Ya seperti tulisan semacam ini! (*) 

Penghujung malam 
Jumat 5 Juni 2020

* Judul tulisan 
BEBAS TANPA JUDUL 
Oleh: Syamsudin Kadir 
Pendiri Komunitas "Cereng Menulis" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamat Datang Dr. Mu'tashim, Pendekar Hadits Lulusan Sudan Asal NTT

Belajar Sukses Kepada Dr. Verdi Yasin

BIARKAN SURAT KABAR JADI SAKSI!