DARI COVID-19 KE RADIKALISME GLOBAL 

KALAU sampai 30 Juni 2020 Covid-19 belum juga beres, nanti cara beresinnya dengan memunculkan tema baru: radikalisme global. Itu pada Juli 2020. Entah di awal atau di akhir. Dua kata yang diproduksi sebagai pemantik. Sengaja memang. Karena memang sengaja dibikin benar-benar tak selesai. Biar skenario terus bersambung. Pasti dibikin ramai dan heboh sedunia. 

Bila untuk Covid-19 ada vaksin yang diobral, maka untuk isu radikalisme global ada bisnis senjata dan teknologi baru. Semua punya kata kunci. Punya brand. Selain sebagai pemantik juga untuk menutupi mata dunia dari agenda terselubung. Bahkan setelah itu sudah disiapin juga apa yang mesti dijual dan bikin skenario lagi. Paket sempurna untuk sebuah kepentingan isme tersendiri. 

Radikalisme global bukan soal agama, tapi soal keyakinan berbisnis di level global. Walaupun sekian dekade ditempelkan pada agama. Cuman dunia sudah paham skenarionya. Dan berbagai hal yang menjadi ikutan atau dampaknya. Isme-nya benar-benar barbar. Ibarat di hutan rimba. Raja hutan bikin ulah. Biar dianggap luar biasa dan lain dari yang lain. Padahal rapuh dan kosong. Nihil adab luhur dan anti kemanusiaan. 

Kita tunggu saja negara mana yang berani memulainya. Negara mana pula yang siap jadi tameng dan budak. Atau sederhananya jadi penjilat. Itu sudah peta dan skemanya. Sejak lama begitu saja rutenya. Senyawa lama, pola lama. Tapi terlihat baru, padahal usang. Bosan, ya itu sudah pasti. Tapi nikmat juga bila ditonton. Dan dinikmati oleh mereka yang ikutan agenda tolol itu. 

Nanti bakal ada negara yang ikutan jadi juru bicara. Jadi tameng begitu deh. Pakai tenaga ilmuan ini itu. Pokoknya ahli di bidang anu dan anu. Ada banyak mereka. Dibikin lembaga resmi baru bila perlu. Supaya telihat independen dan paten. Mereka tidur dan mandi di laboratorium. Tapi tombol agar mereka bisa bekerja bukan di situ tapi di kamar si tuan. Mulut mereka pun disumpel oleh sisa tahi atau sampah si tuan. 

Negara yang jadi tameng nanti dibikin sibuk juga. Seakan-akan bekerja padahal engga nyambung sama rencana pembangunan juga janji politik. Pokoknya seluruh potensinya dibikin fokus mengurusi isu dari skenario. Bahkan anggaran negara dipakai jorjoran demi skenario. Kadang sadar tapi kadang tak sadar juga. Tapi karena mental budak dan penjilat, ya mau bagaimana lagi, harus ikut dan tekuk lutut. 

Pada saat yang sama nanti bakal muncul lembaga global non negara yang hadir begitu rupa sebagai ratu adil. Benderanya kemanusiaan. Care to humanity. Pokoknya independen begitu deh. Padahal mereka sepaket dengan pemilik kata pantikan. Mereka juga menyimpan paket kata kunci tadi. Cuma bagi tugas aja. Siapa yang nge-gas dan siapa yang nge-rem. Nah mereka ini bersikap tergantung kebutuhan.  

Media massa tentu dilibatkan juga. Adalah beberapa nanti yang begitu giat dengan pantikan hangat. Ada yang benar-benar dikasih peran karena bagian dari skenario, ada yang engga dikasih peran karena engga tahu skenario. Malah ada yang lebih fatal: jadi budak alias children of pragmatism dari si tuan. Tapi tetap bertameng independen. Biar terlihat kren padahal kambing berdaging anjing. Penipu dan hipokrit. 

Si pelakon mau apa saja pasti di-oke-in semua sama mereka ini. Apapun yang dilakukan langsung jadi tema utama bahkan jadi hedline news. Si pelakon ngentut pun langsung jadi berita. Tak bermutu pun tetap diviral. Benar-benar bagai begini: Asal bisnis si tuan jalan dan kelak dapat bonus dari si tuan itu. Ismenya perut. Hanya itu. 

Dari semua itu intinya seperti uji nyali. Mencari gandengan baru yang mau dijadikan teman sekaligus korban. Semuanya untuk bisnis alias dagangan. Semata itu. Banyak juga yang terkecoh ini itu, sehingga lupa negara sendiri. Sampai lupa dengan rencana pembangunan dan janji kampanye alias janji politik. Karena sibuk ikut permainan si tuan yang selamanya anti kemanusiaan, walau kadang pakai mantra kemanusiaan. Lagi-lagi care to humanity. 

Saksi juga contohnya sudah jelas dan tak terbantahkan. Berapa nyawa yang sudah melayang sebagai medan uji senjata dan vaksin. Diksi teroris, fundamentalis dan berbagai diksi racun dikembangkan demi kepentingannya. Kekayaan atau sumber alam dikuasai atau diambil lalu angkat kaki. Masalah si pemilik kekayaan tak selesai bahkan tambah runyam, si tuan tak mau tahu. Angkat kaki juga angkat tangan. 

Naifnya, negeri yang baru merangkak bangkit dari keterpurukan atau mengisi kemerdekaan secara tertatih-tatih selalu menjadi korban dan memang sengaja dikorbankan. Selain karena kualitas SDM yang masih rendah juga karena penguasanya yang dagang diri bahkan bebal yang akut, tak mau tahu dengan rakyatnya sendiri. Bunuh rakyat sendiri juga dilakoni demi selera bejat si tuan yang memenangkannya di pesta politik. 

Faktanya memang sangat licik dan norak. Benar-benar bebal dan dangkal. Karena praktik semacam itu sudah berkali-kali. Terbaca jelas. Tapi ada saja yang tersipu dan malah takluk. Seperti tak kuasa untuk sekadar mengatakan tidak pada si tuan yang berwajah dan berhati busuk. Tuhan yang mereka anggap dan sembah ya si tuan yang engga kenal Tuhan yang sesungguhnya itu. Firaun saja mengenal Tuhan tapi enggan dan sombong. Jadi sepintas, si tuan itu lebih gila dari Firaun. 

Ya rakyat jelata di seluruh penjuru dunia hanya bisa bilang begini: kalau mau terlibat dan ambil bagian, silahkan saja. Mumpung ada bakat dan mungkin juga selera. Biar jadi budak yang paten juga penjilat yang berkelas. Dan, ini yang paling penting: dapat bonus tahi alias sampah si tuan. 

Lalu, apakah penguasa dan negeri kita Indonesia mau ikutan, atau bagaimana? Entahlah. Saya tak tahu. Dan enggan mau tahu. Silakan tanya sendiri. Mumpung bertanya itu gratis. Lagian sudah dapat bantuan sosial ini itu dan atau sebutan semacamnya. Silahkan bertanya langsung! (*)

* Judul tulisan 
DARI COVID-19 KE RADIKALISME GLOBAL 
"Lakon Tuan Busuk Menguasai Dunia" 

Oleh: Syamsudin Kadir
Pendiri Komunitas "Cereng Menulis"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!