BELAJAR DARI KEUNIKAN PAK GUSTI DULA

JUMAT 1 November 2019 silam adalah salah satu momentum terbaik bagi saya untuk belajar  tentang banyak hal. Bukan saja belajar mendengar tapi juga belajar menemukan inspirasi yang mungkin tak semua orang mendapatkannya. Suatu pengalaman yang sangat berharga dalam kehidupan saya. 

Kala itu saya ditemani oleh kedua sahabat saya: Bung Syarif dan Bung Ahyar. Kami berkunjung ke Kantor Bupati Manggarai Barat atau Mabar untuk silaturahim dan berbincang banyak hal dengan Bupati 2 periode Mabar Bapak Drs. Agustinus Ch. Dula yang kerap dikenal atau disapa dengan sebutan Pak Gusti Dula ini. 

Banyak hal yang kami peroleh, terutama saya yang selama ini masih berkutat dan memang fokus dengan dunia literasi. Karena saya bukan politisi dan sepertinya tak begitu paham dinamika atau persoalan politik di Mabar. Saya benar-benar sadar dan tahu diri. Saya hanya orang biasa yang tak punya kemampuan melampaui banyak orang di luar sana. Saya hanyalah anak kampung Cereng, di Golo Sengang, Sano Nggoang-Mabar yang hanya bisa menyapa orang dengan senyuman khas dan apa adanya. Sesekali bercanda. Hanya itu. 

Kalau saya catat, tentu saja dengan keterbatasan saya untuk mendengar atau menangkap poinnya, paling tidak ada beberapa hal yang disampaikan oleh Pak Gusti Dula pada pertemuan dari pukul 13.30 hingga 16.00 WITA atau sekitar 2 jam setengah kala itu. Hal ini, beliau sampaikan, terutama kepada generasi muda yang hendak membangun karir di jalur politik. Atau juga dalam bidang lainnya. 

PERTAMA, mesti memiliki niat yang baik dan tekad yang kuat. 

Ketika seseorang punya cita-cita yang tinggi maka yang mesti ia miliki adalah niat dan tekad. Kedua hal ini akan mendorong dirinya melakukan berbagai hal sehingga cita-citanya terwujud. Selama memiliki dan menjaga dengan baik kedua hal tersebut maka ia bakal terngiang untuk melakoni sesuatu yang mau atau sedang menjadi fokus juga targetnya. 

Memimpin artinya melayani. Dengan niat dan tekad yang kuat akan membangun perspektif seseorang lebih kaya dan tentu saja akan semakin yakin dan percaya untuk mewujudkan apa-apa yang dicita-citakannya. Dia rela berkorban, sungguh-sungguh, dan tak kenal lelah.  

Sederhana saja, kalau sudah ada niat menjadi Bupati atau Wakil Bupati ya lanjutkan saja. Jangan pernah ragu untuk menempuh jalur itu. Konsekwensi negatif itu biasa. Sebab isi pikiran dan hati setiap orang berbeda-beda. Dampaknya, ada yang suka dan ada yang tak suka. Tapi kita tetap pada jalur itu dan mesti menempuh jalur itu. Asal kita taat azas dan mandat. 

KEDUA, terus belajar dan jadilah pembelajar. 

Memimpin artinya belajar. Belajar memahami jabatan sebagai amanah. Amanah pasti ada pertanggungjawabannya. Kalau salah arah pasti mendapat balasan sesuai apa yang dikhianatinya. Karena itu pemimpin mesti amanah atas mandat. Jangan pernah sengaja mengkhianat. 

Belajar saja tentu tak cukup. Karena itu, belajar yang dimaksud adalah belajar hingga sampai pada posisi pembelajar. Pembelajar tak sibuk membalas kebencian dan kemarahan lawan politik. Pembelajar tak mau tergoda dengan jebakan caci maki dan hinaan para pendukung lawan. Sebab pembelajar fokus pada tiga hal: mendengar, memperbaiki diri dan tindak lanjut dalam bentuk tindakan nyata. 

KETIGA, memiliki nilai-nilai, terutama moralitas dan integritas. 

Dalam kehidupan ini ada begitu banyak nilai-nilai yang dijadikan sebagai warna khas dalam kehidupan seseorang. Menjadi pemimpin juga begitu. Ia butuh nilai-nilai. Dengan nilai-nilai maka ia akan menjadi punya daya tarik dan mudah didengar banyak orang.  

Moralitas, misalnya, hanyalah satu diantara banyak nilai dalam kepemimpinan. Moralitas meniscayakan seseorang untuk melakukan sesuatu secara jujur dan bertanggungjawab. Ia sangat khawatir bila salah dalam melangkah, makanya ia berupaya untuk hati-hati atau mawas diri. 

Kemudian ia punya integritas. Wujudnya, ia tak mau menjual idealismenya demi urusan remeh temeh dan tak punya kaitannya dengan mandat publik. Ia menjaga idealismenya dengan baik. Ia tidak mudah jual mandat demi kepentingan sesaat, yang kerap kali menjatuhkan wibawa dan martabat jabatannya. 

KEEMPAT, kesatuan antar kata dan perilaku. 

Memimpin artinya meneladani atau dalam pengertian lain, memimpin artinya upaya sadar dan sekuat tenaga untuk menjadi orang yang layak diteladani atau dalam bahasa lain dicontoh. Menjadi orang yang bukan saja bisa didengar tapi juga ditiru oleh banyak orang.   

Contoh paling rilnya adalah satunya kata dan perbuatan. Di sini tak ada ruang bagi kemunafikan dan pragmatisme alias terjebak pada pemikiran "yang penting ada peluang untuk berbuat curang". Antara kata dan perbuatan seiring seirama. Terlihat terpadu dan tentu saja indah untuk dinikmati. 

KELIMA, berusaha menjadi yang terbaik. 

Manusia adalah makhluk penuh salah dan keliru. Namun dalam kondisi demikian manusia juga tercipta oleh Tuhan dengan berbagai macam potensinya. Sehingga sangat wajar bila manusia punya peluang untuk menjadi yang terbaik. 

Dengan hati dan akal sehatnya seseorang bisa membuat fragmentasi atau titik beda dirinya dengan orang lain. Dalam kondisi yang mungkin lemah dan terbatas ia tetap hadir di tengah masyarakat untuk sekadar mendengar apa dan tentang hal atau apa saja yang mereka  keluhkan dan sebagainya. 

KEENAM, membangun kesan terbaik. 

Kesan adalah respon orang terhadap apa yang dilihat, didengar dan dikatakan tentang sesuatu. Dalam hal ini termasuk kepada seorang pemimpin. Kesan terbaik juga bisa dilakukan secara gratis alias tanpa biaya. Misalnya, selalu berkata benar dan bicara apa adanya. Tak perlu mengada-ada dan sok pamer ini itu. 

Masih banyak catatan dari hasil pertemuan saya kala itu dengan Pak Gusti Dula. Karena kali ini saya sedang menemani anak saya yang lahir pada Kamis 9 April 2020 lalu di Kota Cirebon-Jawa Barat. Namanya Aisyah Humaira. Ya saya menulis sembari menjaga atau menemani anak saya yang masih lucu-lucunya. 

Selebihnya, biarkan foto yang bicara, lalu biarkan pembaca yang memberi komentar dan menafsirkan apa makna foto tersebut. Ini ruang terbuka bagi siapapun, terutama bagi penikmat kata dan kerja nyata. Atau bahkan bagi mereka yang hingga kini masih tak suka. Atau bahkan bagi mereka yang rindu bertemu dan masih punya cinta. Bagi yang hendak bergulat serius dalam dunia kepenulisan juga boleh banget. 

Bagi saya, bersua dan mendengar nasehat juga cerita sekaligus pengalaman dari para tetua yang memang berpengalaman adalah modal penting dalam mengarungi kehidupan. Bukan saja dalam hal kepemimpinan, tapi juga dalam membangun karakter dan nilai-nilai kepemimpinan. Termasuk mendengar Pak Gusti Dula. Ya belajar dari keunikan Pak Gusti Dula. (*)

Kamis 28 Mei 2020

* Judul tulisan 
BELAJAR DARI KEUNIKAN PAK GUSTI DULA 

Oleh: Syamsudin Kadir 
Pendiri Komunitas "Cereng Menulis"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!