BANYAK MENDENGAR, PASTI CANDU MENULIS! 

PADA group facebook Komunitas "CERENG MENULIS", yang baru saja berumur sepekan lebih, karena memang baru dibentuk atau dibuat pada 21 Mei 2020 lalu, saya sudah mulai menemukan bibit-bibit berbobot dalam kepenulisan. Saya tak menyebut mereka satu per satu. Sebab tulisan mereka di group khusus yang terinspirasi dari kampung Cereng ini bisa dibaca oleh siapapun secara gratis setiap hari. 

Cereng sendiri merupakan salah satu kampung yang tergolong "cikot" di propinsi NTT. Cikot artinya terisolasi. Nyaris tak berhubungan dengan kampung lain. Kampung yang belum tersentuh listrik PLN, air PDAM dan jalan raya beraspal ini terletak di Desa Golo Sengang, Kecamatan Sano Nggoang, Manggarai Barat. 

Pada tulisan kali saya sekadar berbagi inspirasi dari tiga pertemuan saya yang sangat spesial berbeda tempat, kemudian pada satu tempat secara bersamaan, dengan tiga tokoh yang berbeda profesi, latar belakang dan aktivitas beberapa waktu silam di Labuan Bajo, Manggarai Barat.  

PERTAMA, pertemuan dengan Bupati Manggarai Barat Bapak Drs. Agustinus Ch. Dula. 

Seingat saya, saya bertemu beliau untuk pertama kali pada 8 Oktober 2019 lalu di Labuan Bajo. Tepatnya di rumah jabatan atau Rujab beliau. Pada pertemuan selama sekitar 5 jam tersebut kami membincang begitu banyak hal. Teman saya Pak Muhammad Achyar atau yang akrab dengan sapaan Nana Achyar dan Bu Nur Alwi turut hadir pada pertemuan malam hari itu.  

Dengan gaya khasnya yang kalem alias teduh, Pak Gusti Dula, demikian saya menyapa beliau, bercerita tentang pengalaman beliau memimpin Mabar selama sekian waktu. Baik sebagai Wakil Bupati selama satu periode maupun sebagai Bupati selama dua periode. 

Beliau juga bercerita tentang adat dan budaya Manggarai secara keseluruhan, lebih khusus lagi Manggarai Barat atau Mabar. Lebih khusus lagi Kempo. Di samping itu, dengan suasana yang begitu akrab dan penuh canda beliau juga bercerita tentang kisah cinta di masa muda. 

Di sela-sela pertemuan ini beliau menyebut Cereng, kampung dimana saya berasal, dengan sebutan "Cikot". Pada saat beliau ada kunjungan kerja ke Cereng pada 9 Oktober 2019 pun beliau menyebut kembali kampung yang jauh dari hiruk pikuk Kota ini dengan sebutan "Cikot". 

Bahkan pada saat beliau menjadi Keynot Speaker acara launching dan bedah buku saya yang ke-21 yang berjudul "Selamat Datang Di Manggarai Barat" pada Sabtu 2 November 2019 di Hotel Pelangi, Labuan Bajo, beliau juga menyebut Cereng sebagai kampung "Cikot". 

Saya pun benar-benar semakin terdorong untuk menulis buku karena beliau. Termasuk karena ucapan beliau, "Cikot". Seingat saya, pada 3 pertemuan tersebut beliau sangat mendukung saya untuk terus menulis buku. Bahkan saya sudah sudah menulis naskah buku khusus tentang beliau. Kini tinggal perampungan naskah saja. Semoga saja sebelum beliau selesai masa jabatan kepemimpinannya, buku yang saya maksud sudah dilaunching dan dibedah. 

KEDUA, pertemuan dengan salah satu tokoh Agama Katolik di Manggarai Barat, Bapak Pastor Marsel Agot, SVD. 

Pastor Marsel, demikian saya menyapa beliau, adalah salah satu Tokoh Katolik yang sangat berpengaruh di Manggarai Raya termasuk di Manggarai Barat. Pertemuan di sekitaran rumah beliau di Labuan Bajo, Manggarai Barat-NTT kala itu terjadi pada Kamis 31 Oktober 2019 lalu.  

Kesan dan pesan beliau kepada saya juga karya saya sederhana tapi penuh makna. Seingat saya begini ungkapan beliau, "Saya salut bila ada yang punya kosentrasi di dunia literasi khususnya tulis-menulis. Apalagi bila sudah menjadi buku, itu warisan yang membanggakan. Mumpung masih muda, terus berkarya. Literasi dan ide butuh dokumentasi ril, terutama dalam bentuk buku". 

Komentar beliau yang lain, "Kita berterima kasih kepada Pak Mohammad Achyar dan Pak Syamsudin Kadir. Bahwa mereka sudah memulai, mengajak teman-teman, untuk meningkatkan literasi dan narasi terutama tentang Manggai Barat. Ini merupakan suatu wujud kecintaan kedua elemen muda ini terhadap daerah asal Manggarai Barat, Kuni agu Kalo." 

Waktu itu saya mengundang beliau untuk berkenan hadir menjadi pembicara utama, tepatnya sebagai pembanding, pada acara launching dan bedah buku saya yang saya sebutkan di atas tadi. 

Beliau pun mengatakan bersedia dan berkenan hadir pada acara yang dihadiri sekitar 500 undangan atau peserta acara launching dan bedah buku yang saya tulis secara keroyokan dengan sahabat saya Nana Achyar dan setebal 200 halaman itu. 

Pada acara yang cukup ramai karena dihadiri oleh berbagai delegasi institusi atau lemabaga juga organisasi di Mabar ini, Pastor yang dikenal bijak, santun dan akrab dengan berbagai kalangan ini menjadi pembanding. 

Saya pun sudah menulis buku baru gegara pertemuan dengan beliau. Judulnya "Keragaman, Kebhinekaan dan Toleransi". Pokoknya bakal seru. Secara umum isinya masih seputar keragaman, ke-Manggaraian dan toleransi. Buku ini saya susun, dan akan ditambah dengan tulisan beliau sendiri, sehingga semakin bergizi. Semoga nanti menjelang Natal, bukunya sudah terbit, sehingga bisa dilaunching dan dibedah juga. 

KETIGA, bertemu dengan Budayawan sekaligus Sastrawan senior Bapak Usman D Ganggang, yang kerap saya sapa Pua Usman. 

Pada Sabtu 2 November 2019 pagi menjelang bedah buku, saya pun berkesempatan untuk bertemu dengan Pua Usman. Seperti biasa, bertemu dengan beliau tentu saya bagai buih di pantai panjang dan luas. Banyak hal dibicarakan. Beliau berbicara panjang-lebar seputar tulis-menulis dan adat juga budaya Manggarai Barat. Dan saya pada kesempatan ini benar-benar banyak mendengar. 

Bagi saya, pertemuan semacam ini adalah pola komunikasi dalam bentuk yang paling sederhana. Bukan saja dalam menjaga hubungan baik dengan para tokoh yang memang layak didengar tapi juga untuk mendengar cerita dan pengalaman mereka yang memang inspiratif. Selain gratis, pertemuan semacam ini penuh inspirasi. Suasana pertemuan begitu akrab dan bikin ketagihan. 

Dengan modal mendengar seperti itu, termasuk bila bertemu dengan tokoh lain, di saat saya hendak menulis nantinya akan begitu banyak stok informasi, kata dan diksi. Menulis pun semakin mudah, ringan dan tentu saja bertambah asyik. Sehingga bila saya menulis apa saja, hampir tak ada hambatan berarti. Bila hendak menulis, ide langsung mengalir dan lancar. 

Ya, sepengalaman saya selama hampir 24 ini, menulis, dengan segala karya yang saya hasilkan, komunikasi juga mendengar adalah kunci penting. Dengan begitu, saya semakin menyadari bahwa menulis bakal menjadi bertambah unik manakala disertai dengan kemampuan mendengar serpihan nilai-nilai di sekitar, termasuk kepada Pak Bupati, Pastor yang belakangan banyak bergiat di aktivitas sosial dan pariwisata ini, juga dengan Penulis senior Pua Usman. 

Bagi siapapun di luar sana yang hendak menulis dan atau terjun di dunia kepenulisan, atau sekadar ingin menghasilkan karya tulis seperti buku, saya anjurkan untuk rajin-rajinlah bersilaturahim, kunjungan ke tokoh, dan berdiskusi dengan mereka yang berpengalaman lebih sekaligus berbeda. Bangun komunikasi dengan baik dengan mereka, teruslah mendengar dan reguklah nilai-nilai juga cerita atau pengalaman mereka. Selain gratis, ini bakal bertambah asyik. (*)

Kamis, 28 Mei 2020

* Judul tulisan 
BANYAK MENDENGAR, PASTI CANDU MENULIS! 

Oleh: Syamsudin Kadir 
Pendiri Komunitas "Cereng Menulis" 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!