BACOT TAK BOLEH MINGKEM!
BACOT itu kata atau bahasa halus. Begitu menurut seorang teman. Baginya, itu diksi yang tepat. Asal konteksnya disesuaikan. Bagi yang tak biasa, mungkin terdengar seram sekaligus terkesan kasar. Ya itu sesuai selera masing-masing saja. Terserahlah!
Bacot adalah diksi untuk membangkitkan semangat agar tak mati kutu di tengah hiruk pikuk tingkah korup dan jahat para penjahat dan pendukung mereka. Sebab bila mati kutu, maka mereka bakal mendominasi dan terus merongrong di berbagai lini republik.
Bila membacot dituduh sebagai pola kuno dan kampungan, maka biarkanlah. Ya teruslah membacot. Sebab ini memang kuno dan kampungan. Bila pola kota dan sok modern itu sudah tak mempan atau malah menambah kekacauan, maka pola kuno dan kampungan layak dipilih jadi jalan. Maka membacot pun punya asas dan basis legalitasnya secara moral dan kultural.
Bacot adalah media sekaligus alat untuk menyuarakan keresahan yang disebabkan oleh realitas yang sudah teracuni virus jahat para pembangkang mandat. Termasuk lembaga negara yang terlihat mulai sibuk menagih gaji tapi minus kinerja. Produktifitas kerja pun jauh dari yang semestinya.
Bila kanal institusi formal sudah tak bernyawa alias mandul, maka elemen selain itu mesti mengambil peran lebih. Mungkin ada akademisi, media massa dan LSM yang masih punya nyali. Tapi itu sangat tidak cukup. Maka perlu ada elemen lain yang menguatkan dan meneguhkan. Itulah individu warga negara, itulah rakyat Indonesia.
Ya, bacot rakyat tak boleh mingkem alias diam atau ditutup. Itu prinsip dan sikap final. Bacot tak boleh berhenti mengingatkan mereka yang mengelola dan menggunakan anggaran negara agar tetap pada koridor. Bacot tak boleh mingkem karena disodok diksi para penipu suara rakyat dengan berbagai bentuk ingkar janji dan minus prestasi alias gagal mandat.
Apalah lagi bila para penipu itu disokong dan dibela para bandit proposal alias calo anggaran negara dalam berbagai macam pola dan caranya yang bukan saja norak tapi juga terlihat norak. Sebab mereka memang suka begitu. Di saat bos alias sumber uang mereka dikritik, maka para calo itu membela dengan gempita. Kentut bosnya sekalipun mereka anggap sebagai emas!
Bacot memang bertugas tuk membacot, agar pengguna anggaran negara tak ngasal tapi tetap pada jalan yang seharusnya. Agar mereka, para benalu yang merenggut negeri Pancasila ini, tidak seenak dengkulnya merampas anggaran untuk kepentingan perutnya, lalu menganggap kritik sebagai sampah. Malah mereka itulah sampah di pinggir kali demokrasi!
Galibnya, setiap kekeliruan yang tersembunyi bila mendapatkan suara bacot rakyat bakal kepanasan dan para dayang mereka bakal kepanasan pula. Mereka bagai cacing yang kepanasan di siang hari. Bakal meradang dan timbul marah. Termasuk dengan para dedemit yang mereka suruh sebagai penjilat dan pembela mereka dalam banyak gaya.
Tapi saya ingatkan, sekali mereka melenceng dan sok-sokkan, taruhannya karir dan penjara. Mereka bakal diburu sampai ke liang tanah. Mereka bakal diburuh oleh rasa takut dan khawatir yang sangat. Sehingga membuat mereka kencing berlari sambil menangis bombay. Kejar dan langsung tangkap, selesai sudah ceritanya.
Jadi, siapapun, bila merasa sebagai warga negara alias rakyat, maka mari membacot. Sebab dengan membacot, kita bisa melawan mereka yang merongrong republik ini dengan tanpa batas alias dengan total. Sederhananya, bacot tak boleh mingkem. Mari membacot! (*)
* Judul tulisan
BACOT TAK BOLEH MINGKEM!
Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis buku "POLITICS"

Komentar
Posting Komentar