PROYEK GEOTERMAL DESA WAE SANO UNTUK SIAPA?

Pencapaian suatu pembangunan menuntut suatu pertimbangan antara kepentingan individu dan kelompok. Begitu banyak kebudayaan barat menekankan pada pentingnya hak-hak individu dan pilihan, sebagaimana direfleksikan pada ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi, sikap terhadap hak kepemilikan tanah, dan kecendrungan untuk menyukai unit-unit rumah individu yang mewah. 

Dari berbagai kepentingan yang bersifat indiviualistik ini akan muncul sebuah “akibat” dan memungkinkan konsekuensi ganda yang negatif terhadap lingkungan tempat manusia hidup dan besafari. 

Pembangunan proyek Geotermal atau Panas Bumi di Desa Wae sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, NTT yang sampai saat ini masih mendapatkan aksi protes dari berbagai elemen, termasuk di depan kantor Pemerintah Manggarai Barat beberapa waktu lalu. 

Diantara alasan mendasar masyarakat Wae Sano yang dari ratusan tahun tinggal di area titik eksplorasi tersebut adalah meminta keterlibatan pemerintah untuk mengambil jalan tengah dalam menyelesaikan persoalan dan mencegah konflik horizontal di tengah masyarakat desa dan masyarakat adat di Wae Sano yang kedamaiannya sudah dijaga sejak lama. 

Untuk mencapai keadilan dan kejahteraan boleh-boleh saja kita berdalil dan adu argumentasi dangan siapa saja, termasuk pemerintah dan masyarakat, pengembang dengan pemerintah, pengembang dengan masyarakat maupun sebaliknya. Hal itu sangat diperbolehkan, sejauh tidak menjadi delik di tengah masyarakat yang berhubungan langsung dengan titik eksplorasi.

Akan tetapi, seperti telah dibahas pada bagian awal mengenai kepentingan individu dan kelompok, begitu banyak pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam yang menuai banyak persoalan termasuk aksi protes dari masyarakat akar rumput. 

Untuk itu perlunya desentralisasi maupun dekosentrasi proses pengambilan keputusan dari pemerintah pusat dan pemerintah lokal dalam hal ini pemerintah kabupaten Manggarai Barat yang memiliki tanggung jawab penuh dalam mensejahterakan masyarakatnya. 

Dengan demikian, ada relevansinya melibatkan atau memberikan partisipasi serta peran masyarakat lokal dalam mengelolah sumber daya alam yang ada. Selain itu, diperlukan juga penciptaan tujuan atau kepentingan bersama yang dapat dicapai oleh masyarakat lokal. Sehingga tidak semerta-merta pemerintah pusat atau pemerintah daerah menyerahkan seluruh sumber daya alam dan lingkungannya dikelola oleh investor atau pengembang. 

Pembangunan Berbasis Masyarakat Lokal

Salah satu contoh kecil pembangunan yang memanfaatkan sumber daya alam berbasis masyarakat lokal adalah di Bali. Kita sudah memaklumi bahwa Bali adalah salah satu dari 34 propinsi di Indonesia. Ia hanya seluas 5.600 kilometer persegi, tapibia merupakan salah satu daerah terkenal di negara ini. Kehidupan ekonomi tradisional di Bali sendiri adalah pertanian, yang dicerminkan oleh 70% penduduknya tinggal di pedesaan sebagai petani. 

Kalau ditelisik, sebetulnya kondisi Bali tidak begitu beda jauh dari Desa Wae Sano yang sebagian besar masyarakatnya adalah petani. Sejak awal tahun 1970-an, pariwisata internasional, menjadi sektor ekonomi yang tumbuh secara cepat di Bali, sebagai sektor yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia dalam upaya untuk mengurangi ketergantungan ekonomi nasional pada ekspor minyak. Bukan hanya untuk mengurangi ketergantungan akan ekspor minyak  nasional, pariwisata di Bali juga sangat membantu ekonomi nasional. 

Hingga sampai sekarang ini pariwisata di Bali menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam menambah devisa negara. Sebuah pulau tropis, dan gunung-gunungnya yang penuh vegetasi di badan gunung, pasir pantai. Lanskap yang seperti dipahat oleh tangan ahli sejak berabad-abad lalu yang secara visual membentuk sistem hidrolis dari terasering sawah berkontur hujau dengan segala bentuk dan ukuran sampai sekarang menjadi suatu daya tarik bagi wisatawan untuk selalu berkunjung ke sana.

Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa pembangunan berbasis masyarakat lokal akan mempunyai fokus tersendiru, tidak hanya pada keseimbangan antara kebutuhan dan penyediaan sumber daya alam, tetapi juga keseimbangan budaya dalam warisan budaya Bali. 

Pembangunan yang memanfaatkan sumber daya alam memfokuskan pada (1) kemenerusan sumber daya alam dan produksi (2) Kemenerusan budaya dan keseimbangan di dalam budaya, dan (3) pembangunan sebagai proses untuk meningkatkan kualitas hidup, kemakmuran dan kesejahteraan bersama tanpa ada yang dikorbankan, baik itu manusia maupun lingkungan tempat dia hidup.

Wae Sano Bisa Menjadi Desa Percontohan di Manggarai Barat 

Tidak begitu bedah jauh dengan Bali, Desa Wae Sano memiliki luas wilaya 20.000 hektar dengan luas pemukiman kurang lebih 10.000 hektar. Mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai petani, dan sebagian besar tanaman yang dibudidayakan adalah tanaman komoditas seperti kopi, vanili, cengkeh, coklat, kelapa dan sebagainya. 

Bukan itu saja, bahkan 10,000 hetar lahan yang menjadi pemukiman warga Wae Sano, persis di tengah-tengahnya terdapat sebuah danau yang sangat eksotik, namanya Danau Sano Ngoang. Danau ini menjanjikan “potensi” untuk masyarakat Wae Sano dalam sektor pariwisata. 

Kalau dikelola secara produktif dengan tetap memperhatikan aspek ekologi dan sosial di sekitar danau, maka dampak positif atau ekonomisnya bukan hanya untuk masyarakat Wae Sano tapi juga meningkatkan pendapatan Daerah dan devisa negara. 

Saya sebagai warga Desa Wae Sano mengusulkan kepada pemerintah agar upaya-upaya pengolahan sumber daya alam harus diarahkan secara terpadu, tidak saja untuk kepentingan jangka pendek seperti Geotermal yang ditawarkan pemerintah kepada masyarakat Wae Sano, tetapi lebih kepada kepentingan jangka panjang dalam skala yang lebih luas dengan tanpa ada yang dikorbankan, baik korban sosial dan budaya maupun korban hak kepemilikan atas tanah. 

Dalam konteks ini, sebagaimana pengolahan dan pemanfaatan sumber daya alam yang ada, aspek penataan ruang menjadi penting untuk memfasilitasi proses-proses pemamfaatan dan pelestarian fungsi-fungsi lingkungan. Selanjutnya, pengembangan sistem pendataan dan informasi sumber daya alam menjadi syarat mutlak untuk upaya pengolahan sumber daya alam. 

Tulisan ini saya hadirkan sebagai upaya berkontribusi, minimal sumbang ide sederhana, dalam pengolahan sumber daya alam di Desa Wae Sano, sehingga dampak buruk dari dinamika yang masih terjadi hingga saat ini bisa diminimalisir. 

Selebihnya, sumber daya alam sejatinya bisa diolah dan dimanfaatkan secara produktif, tanpa menepikan aspek ekologi dan sosial, agar mampu mensejahterakan warga sekitar dan turut memajukan Desa Wae Sano dari berbagai sisinya. Sehingga saya dan banyak elemen di luar sana bahkan masyarakat Desa Wae Sano sendiri tak terus tergoda dengan sebuah pertanyaan gugatan: Proyek Geotermal Desa Wae Sano untuk Siapa? (*) 


* Judul Tulisan
PROYEK GEOTERMAL DESA WAE SANO UNTUK SIAPA? 

Oleh: Onesimus F. Napang
Aktivis PMKRI Cabang Jakarta Timur, dan saat ini sedang Menempuh Pendidikan di Unversitas Borobudur Jurusan Agroteknologi. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!