MARI BELAJAR KEPADA FIDELIS PRANDA

HARI ini (Selasa 17/3/2020) pukul 17.11 WIB saya mendapatkan informasi dari sahabat saya Bung Iwan Manasa di sebuah group media sosial WhatsApp (WA), Forum Pilkada Mabar (FPM), dimana saya menjadi admin group. 

Begini isi pesan singkatnya. "Turut Berduka cita atas meninggalnya BPK Fidelis Pranda, ayahanda Mario Pranda. Mangggarai Barat kehilangan tokoh terbaiknya yg meletakkan dasar pembangunan Mabar. Selamat Jalan, Bp Fidelis!"

Karena tak percaya begitu saja dengan informasi itu, saya pun mencari informasi perihal benar atau tidaknya informasi itu. Selain bertanya langsung kepada Bung Iwan, saya juga bertanya langsung ke Bung Mario Pranda, anak bungsu Pak Fidelis Pranda. Termasuk mendapat informasi dari sahabat saya Bung Muhammad Achyar atau Nana Achyar. 

Saya pun mendapatkan informasi, ya ketiganya membenarkan informasi itu. Beberapa menit kemudian saya juga mendapat informasi beberapa media online bahwa betul Pak Fidelis Pranda benar-benar sudah meninggal hari ini (Selasa 17/3/2020) di Denpasar, Bali. 

Group FPM yang biasa membincang sosial-politik dan isu-isu terkini pun ramai dengan komentar atau ungkapan duka atas berita yang benar-benar mengagetkan itu. Bagaimana tidak, yang meninggal adalah sosok yang menggawangi lahirnya bahkan tokoh peletak pertama dasar-dasar pembagunan Mabar. 

Walaupun saya belum pernah bertemu dengan beliau dan tak mengenal beliau secara dekat, namun nama beliau termasuk yang selalu saya ingat, terutama dalam konteks sejarah dan kepemimpinan di Mabar sejak awal berdiri hingga kini. 

Kebetulan Ayah saya, Bapak Abdul Tahami adalah Pjs Kepala Desa Golo Sengang kemudian terpilih menjadi Kepala Desa dua periode untuk Desa Golo Sengang, Sano Nggoang-Mabar,  ketika itu beliau memimpin atau menjadi Bupati Mabar. 

Saya bisa pastikan nama dan jasa beliau bagi Mabar sampai kini masih menjadi buah bibir warga Mabar. Baik yang berdomisili di Mabar maupun yang kini masih di tanah rantauan. Baik yang sepandangan politik dengan beliau, maupun yang berbeda pandangan politik dengan beliau. 

Seingat saya, beliau adalah salah satu tokoh yang menginisiasi pemekaran Manggarai menjadi beberapa kabupaten baru, yaitu Manggarai Barat pada 2003 dan Manggarai Timur pada 2007 serta Manggarai tetap sebagai kabupaten tersendiri. Sehingga kini Manggarai Raya terbagi menjadi 3 kabupaten yaitu Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur. 

Dalam bacaan saya yang sangat terbatas, terutama karena adanya niatan saya untuk menulis tentang pemikiran dan kepemimpinan para pemimpin Mabar, sehingga belakangan saya mencoba menggeluti pemikiran dan kepemimpinan beliau sebagai salah satu tokoh Mabar, paling tidak ada beberapa hal yang saya dapatkan tentang beliau. 

Pertama, toleran. Beliau adalah sosok pemimpin yang toleran. Sebagai tokoh yang cukup lama dikenal di Manggarai Raya yang belakangan menjadi Bupati Mabar, beliau sosok yang sangat toleran dengan perbedaan atau keragaman warga Mabar.  

Sehingga tak heran bila pada masa kepemimpinannya beliau diterima oleh hampir semua kalangan. Baik di saat menjadi Pejabat Bupati Mabar 2003-2005 maupun di saat menjadi Bupati Mabar 2005-2010 dengan Wakil Bupati Agustinus Ch. Dula (Gusti Dula). Gusti Dula sendiri kemudian terpilih menjadi Bupati Mabar 2010-2015 dan 2015-2020. 

Kedua, pemersatu. Sikap toleransinya atas beragam perbedaan di Mabar menjadi modal penting baginya untuk menyatukan berbagai kepentingan dalam satu irama yang indah yaitu membangun sekaligus memajukan daerah atau kabupaten baru, Mabar. 

Kemampuan ini sangat membanggakan, sebab sulit mendapatkan sosok yang mampu menyatukan beragam kepentingan pada sebuah daerah baru yang tentu rawan konflik sosial dan politik. Tapi beliau sukses hadir sebagai sosok pemersatu. Bukan saja di saat menjadi Bupati periode awal, tapi juga hingga kini. 

Ketiga, narator. Beliau juga seorang narator pembangunan Mabar. Ide-idenya sederhana namun punya dampak besar bagi pembangunan dan kemajuan Mabar. Pemikiran beliau didengar oleh hampir semua kalangan. Bukan saja di kalangan elite, tapi juga warga Mabar di kampung-kampung. 

Seingat saya, Suami Elsa dan Ayah dari empat bersaudara: Anjas, Yani, Elvira dan Mario Pranda ini termasuk tokoh yang menarasikan pentingnya menjaga adat dan budaya sebagai kekuatan pembangunan. 

Kita tahu bahwa Mabar adalah salah satu daerah yang lekat dan kental dengan adat dan budaya luhur. Kekeluargaan dan keakraban antar beragam warga terjaga dengan baik. Semua elemen beragam namun tetap satu kesatuan yang solid, utuh dan toleran. 

Keempat, berpengetahuan dan berwawasan luas. Beliau sosok yang berpengetahua dan berwawasan luas. Bukan saja dalam hal keilmuan dan perpolitikan, tapi juga dalam hal kepemimpinan dan pemerintahan daerah. Hal ini bisa dibaca dan dipahami dari berbagai pernyataan dan komentar beliau di berbagai pertemuan yang bisa kita baca di berbagai media massa dan media online.

Tentu masih banyak hal yang layak direkam dan diceritakan tentang sosok kelahiran Pogo, Welak, 10 Oktober 1949 ini. Namun beberapa hal di atas adalah sebagian catatan sederhana yang bisa saya tangkap selama menggeluti pemikiran dan kepemimpinan beliau beberapa waktu terakhir. 

Saya sendiri sudah menulis naskah buku yang berisi tentang pemikiran dan kepemimpinan beliau. Hanya saja karena kali ini lagi musim politik atau Pilkada, akhirnya saya mengurungkan untuk menerbitkannya saat ini. Karena memang beliau digadang-gadang menjadi paket pasangan bakal calon usungan perseorangan untuk Pilkada Mabar yang berpasangan dengan Belasius Jeramun.

Namun, ternyata kenyataannya lain. Kini beliau telah meninggal dunia, meninggalkan kita semua, warga Mabar. Tepatnya di Rumah Sakit Ibu, Denpasar, Bali pukul 18.00 waktu setempat. Kepergian beliau meninggalkan banyak hal, terutama pemikiran dan kepemimpinan beliau selama memimpin Mabar di periode awal. 

Menurut rencana, setelah mendapatkan restu dan izin dari keluarga beliau, saya ingin menuntaskan penulisan naskah buku tentang beliau dan akan menerbitkannya setelah Pilkada Mabar 23 September 2020 nanti. Kebetulan naskahnya sudah menjelang rampung. Saya sebetulnya menanti langkah beliau dalam memenangkan Pilkada Mabar. Namun kini semua jadi kenangan.  

Di atas segalanya, sungguh beliau orang hebat dalam memimpin dan meletakkan batu pertama pembangunan Mabar. Beliau adalah sosok yang punya jasa besar bagi Mabar. Kita, dari beragam latar agama, suku, ras, profesi dan sebagainya merasakan betapa beliau sosok yang kharismatik, yang didengar dan akrab dengan semua kalangan. 

Semoga sejarah dan anak-anak Mabar tak melupakan jasa besarnya bagi Mabar. Sungguh, yang terpenting dari tokoh, ada banyak; selain pengalaman dan jejak hidup, juga pemikiran juga kepemimpinannya. Semoga kita semua, khususnya warga Mabar tak melupakannya, tapi terus belajar kepadanya! (*)

* Judul asli tulisan
MARI BELAJAR KEPADA FIDELIS PRANDA
"Bupati Mabar Pertama yang Kini Pergi untuk Selamanya"  

Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis buku "Mencintai Politik" dan Warga Kampung Cereng, Golo Sengang, Sano Nggoang, Mabar. 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!