PENAGIH JANJI POLITIK BERAKAL DANGKAL

KALAU kita telah memilih pemimpin, baik di eksekutif (Bupati/Wakil Bupati) maupun di legislatif (DPRD) lalu mereka dilantik atau sekarang sedang menjabat, maka kerja kita yang memilih adalah menagih janji politik mereka. Tagih sepuas-puasnya. Kita marah juga boleh. Itu hak kita. 

Kepada mereka yang tidak pernah kita pilih dan tidak pernah dilantik sebagai pemimpin kita, kita tidak punya hak menagih. Sebab mereka sama dengan kita. Posisi mereka saat ini sama dengan posisi kita. Mereka pemilih, bukan terpilih. Atau minimal mereka bakal calon pemilih, bukan calon terpilih. Sebagaimana juga kita.

Kalau kita menagih janji kepada mereka, sama saja dengan mereka manakala menagih janji kepada kita. Memangnya kita pernah berjanji, dipilih dan dilantik jadi pemimpin? Kalau kita tidak dipilih atau tidak menjabat, kit tentu tidak mau ditagih, bukan? Mereka juga begitu. Mereka baru bakal calon. Calon aja belum, apalagi dilantik. Sama sekali belum.  

Suatu kedangkalan akal manakala kita mencaci maki mereka yang tidak pernah kita memberi mandat untuk memimpin kita, gegara mereka kini berikhtiar untuk ikuti berkompetisi di Pilkada Manggarai Barat atau Mabar. Gegara mereka menebar narasi politis dengan tujuan pencerahan publik, terutama kepada para calon pemilih, lalu kita begitu semangat memaksa mereka memenuhi janji. 

Sementara itu pada saat yang sama kita memuja begitu hangat mereka yang sedang menjabat, baik di eksekutif maupun legislatif. Kita begitu mendiamkan mereka yang sudah kita pilih tanpa kritik. Lalu, kita pun tidak pernah menagih kembali janji politik mereka. Sungguh, selain dangkal, hal ini juga sangat naif. 

Ingat, yang mengelola APBD Mabar itu adalah mereka yang kita pilih pada Pilkada (2015) dan Pileg (2019) lalu. Dan sekarang mereka sedang menjabat. Kalau kita termasuk pemilih yang jantan dan tak berakal dangkal, silahkan tagih janji politik kepada mereka. Sampai marah-marah juga boleh. Itu hak kita. Bahkan mungkin seharusnya begitu. 

Bukan menagih kepada orang yang tak pernah kita beri mandat. Mereka tidak punya ikatan politik dengan kita. Lagi-lagi, mereka yang belum diberi mandat sama dengan kita. Bagaimana mungkin kita menagih janji bahkan mencaci maki mereka yang tak berwenang mengelola APBD, pada saat kita membiarkan mereka yang berwenang ingkar janji kepada kita. Pemilih berakal dangkal namanya. 

Kalau kita mengkritisi narasi dan rencana program para bakal calon pemimpin yang belakangan ramai disaksikan di berbagai medium, itu sangat wajar dan itu sangat perlu. Tapi kita perlu menyadarkan diri bahwa mereka yang sedang menjabat dan masih berikhtiar untuk maju di Pilkada Mabar 2020 itu beda orang. Mungkin ada beberapa yang sama dan sedang menjabat, ya silakan tagih juga kepada mereka soal janji mereka dulu di Pilkada (2015) dan Pileg (2019).  

Silahkan tagih janji politik mereka yang belum ditepati. Bila perlu sampaikan saja kepada mereka yang sedang menjabat itu agar jangan ikut sebagai peserta Pilkada Mabar 2020 ini, silahkan fokus tepati janji Pilkada dan Pileg dulu. Jangan serakah dengan mandat publik atau amanah warga Mabar. Jabatan satu belum beres, malah sibuk mengejar jabatan lain.

Selebihnya, mungkin antar mereka yang menjabat lalu ingkar janji dengan mereka yang tidak menjabat dan masih bakal calon peserta Pilkada ada kesamaan diksi, rencana program dan serupanya; tapi itu tidak menunjukan mereka benar-benar sama. Beda kepala ya beda maksud, substansi dan isi. Program janji politik bisa saja sama, tapi pemberi janji berbeda maksud, substansi dan aksi. 

Sederhana saja, tak usah pakai nalar yang ribet. Apalagi pakai analogi filsafat, itu tak perlu. Kalau kita suka menyebut kopi lalu ada tetangga kita yang juga suka menyebut kopi, bukan berarti kita dan tetangga kita sama. Karena kopi yang kita sebut belum tentu sama dengan kopi yang disebut tetangga kita. 

Nah, bila kita merasa para politisi sama saja, terutama mereka yang sedang menjabat, mungkin sama-sama ingkar janji dan ingkar mandat, padahal kita telah memilih atau memberi mandat, itu sih nasib kita. Itu adalah murni kesalahan kita. Siapa yang menyuruh kita memilih mereka yang berkali-kali ingkar janji dan kini kembali menebar janji? 

Jadi, kalau akal kita tak dangkal, silahkan tagih janji politik kepada mereka yang sedang menjabat. Baik di eksekutif maupun legislatif. Sekali lagi, sampai kita marah juga boleh. Tapi kalau akal kita dangkal, silahkan kita tagih janji kepada mereka yang sedang berikhtiar mau ikut berkompetisi di Pilkada Mabar 23 September 2020 nanti. 

Biar nanti di saat mereka juga menagih atau menuntut kita agar tak ingkar janji, jangan sampai kita berkelit dan membela diri bahwa kita bukan siapa-siapa. Kalau kita menghindar diri alias tak suka, ya itu semakin membuktikan kalau kita memang benar-benar berakal dangkal alias tak waras! (*)

* Judul asli: 
PENAGIH JANJI POLITIK BERAKAL DANGKAL

Oleh: Syamsudin Kadir 
Penulis artikel dan essay di berbagai media massa 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!