MENGENANG MEREKA YANG BERJASA

Kalau ditelisik, ada begitu banyak yang berjasa dalam kehidupanku dari dulu hingga kini.  Terutama dalam aktivitasku di dunia literasi khususnya kepenulisan. Diantara yang bisa aku sebutkan dalam tulisan sederhana ini adalah sebagai berikut:

PERTAMA, Kedua orangtuaku. Ayah dan Bundaku. Merekalah yang mengasuh, mendidik, membimbing dan mengarahkanku untuk menjadi pembelajar. Mereka jugalah yang membuatku termotivasi untuk rajin membaca dan menulis.

Walau dihadapkan dengan berbagai keterbatasan dalam banyak aspeknya, keduanya selalu memotivasiku untuk rajin membaca buku. Bukan saja di saat masuk jam belajar di sekolah, mereka juga kerap menyuruhku agar rajin membaca buku di saat di rumah, utamanya setelah jam 6 sore atau malam.

Bahkan Ayahku kerap menemaniku belajar. Beliau begitu telaten mendampingku di saat membaca beberapa buku. Bukan saja buku yang memang dipelajari di sekolah tapi juga buku-buku bacaan yang dimiliki oleh Ayahku yang memang di lemarinya terdapat beberapa buku bacaan.

Di saat aku belajar menulis pun beliau selalu menemaniku. Kalau ada kesalahan dalam menulis huruf atau kata tertentu, Ayah langsung membimbingku sehingga tulisanku yang salah atau keliru menjadi benar atau seauai dengan tata cara menulis yang benar. 

Ayahku sendiri merupakan salah satu diantara generasi angkatannya yang menempuh pendidikan. Walaupun hanya lulusan SMA tahun 1965 di Ruteng, Manggarai, Ayahku seorang yang "prefeksionis", selalu ingin ideal dalam banyak hal. Termasuk dalam hal mendidik anak-anaknya. Tak terkecuali dalam hal baca dan tulis.

Ayahku juga sosok yang sempurna. Sejak lulus SMA itu, Ayah sudah mendapatkan mandat untuk menjadi guru di SDK Naga, Mata Wae. Murid-muridnya kini sudah menjadi guru bahkan sudah banyak yang pensiun. Menurut cerita sebagian muridnya yang kini rerata sudah tua, Ayahku adalah sosok pembaca sekaligus motivator ulung.

Ibuku tak kalah luar biasanya. Ibu adalah sosok yang tak ada duanya. Selain akrab dengan anak-anaknya, Ibu juga kerap menulis. Apapun aktivitasnya, Ibu selalu mencatatnya dalam kertas atau buku khusus. Sehingga apapun yang dilakukannya seperti terjadwal dengan baik dan teratur. Termasuk di saat Ibu menjadi pedagang, semuanya tertulis atau tercatat dengan baik.

Ibuku juga sosok yang rajin membaca khususnya buku. Di banyak kesempatan aku kerap menemukan Ibu membaca buku. Walaupun hanya Ibu yang berpendidikan SD, Ibu tak kalah semangat dengan Ayah. Seingat aku, Ibu paling sering menyimpan buku bacaannya di atas lemari buku milik Ayah.

KEDUA, Guruku di saat aku duduk di bangku SD. Namanya SDK Cereng. Kini masuk di Desa Golo Sengang, Sano Nggoang-Mabar. Mereka adalah Pak Martinus Tjama, Pak Pius Sarto, Pak Jhon Ngantak, Pak Frans Napang, Bu Vinsensia Gadis (Istrinya Pak Martinus Tjama) dan Bu Neldis (istrinya Pak Pius Sarto). 

Kini Pak Martinus Tjama dan Pak Pius Sarto sudah meninggal dunia. Namun nama keduanya selalu terngiang dalam benakku. Jasa-jasa mereka pun masih saja teringat dalam pikiranku. Walau tergolong guru yang sederhana, keduanya adalah sosok yang luar biasa. Merekalah yang mengenalkan padaku abjad dan angka yang hingga kini tak kan kulupakan.

Kemudian Pak Frans Napang. Pak Frans adalah guru kesenian di zaman aku SD. Beliau termasuk guru yang jago bernyanyi. Hampir semua lagu nasional dihafal habis. Uniknya, setiap beliau menyanyi dan mengajari aku dan teman-temanku lagu-lagu daerah dan nasional, beliau selalu menuliskannya di papan tulis. Beliau memang suka menulis. Huruf tulisannya tergolong bagus seperti juga tulisan tangan Pak Pius.

Ada lagi Pak Jhon Ngantak. Beliau adalah sosok guru yang sempurna. Bukan saja sosok Wali Kelas di saat aku kelas 2 dan 3, beliau juga menguasai juga berbakat pada banyak hal. Bukan saja ilmu sosial dan alam tapi juga seni dan olahraga. Beliau dulu sering mengajari aku dan teman-temanku agar rajin membaca dan menulis, terutama apa-apa yang diajarkan atau dituliskan oleh para guru.

Aku masih ingat betul, di setiap saat beliau mengajar, sosok guru yang suka bercanda dan akrab dengan semua siswa ini kerap menulis di papan tulis. Dengan kapur berwarna putih beliau menulis beberapa materi pelajaran sekolah yang beliau ampu. Beliau paling rajin menulis di papan tulis.

Aku sendiri kerap disuruh oleh beliau untuk menulis di papan tulis, sehingga teman-temanku bisa dan ikut mencatat di buku masing-masing. Hal ini membuat aku termotivasi untuk menulis dan rajin membaca kembali apa yang aku tulis, baik saat di sekolah maupun saat di rumah.

Emkoe Bapa, demikian aku dan teman-temanku kerap menyapanya, adalah sosok yang mampu menggabungkan semua potensi dalam satu wadah secara integratif dan kreatif. Tak semua orang mampu melakukan hal semacam ini.

Berikutnya, ada juga Bu Vin dan Bu Neldis yang tak kalah berjasanya. Mereka juga telah banyak mengajar dan membimbingku agar bisa baca dan tulis. Dalam beberapa pertemuan di sekolah beliau selalu mengajak aku dan teman-temanku untuk rajin membaca dan menulis. Bahkan mesti menulis dengan rapih dan sesuai ejaan yang disempurnakan. Benar-benar detail dan disiplin.

KETIGA, Pak Abdul Sudin. Beliau adalah sosok yang membuat kompas kehidupanku berubah arah. Aku dulunya sangat nakal dan sering berkata kotor kepada siapapun. Dengan niat baik dan karena jasa baiknya, setelah aku lulus SD pada tahun 1996, beliau mengantar aku dan dua temanku: Mohammad Yasin dan Nursalam ke Pondok Pesantren Nurul Hakim di Kediri, Lombok Barat-NTB.

Kini Ustaz Yasin, demikian ia kerap disapa, aktif sebagai Guru di MAN 1 Labuan Bajo dan Da'i di Mabar. Sementara Pak Salam menjadi Guru di MIS Leheng, Desa Golo Sengang, Sano Nggoang-Mabar. Semuanya punya aktivitas atau kesibukan masing-masing.

Di Pondok ini aku benar-benar merasakan pembinaan dan pendidikan dalam banyak seginya. Bukan saja soal keagamaan tapi tentang kepemimpinan, kehidupan sosial dan minat juga bakat dalam seni dan olahraga.

Tidak salah bila dulu di Pondok aku dan temanku kerap menjadi pemenang dalam berbagai perlombaan. Terutama sepak bola dan sepak takraw. Pokoknya langganan menang atau paling tidak juara dua, bisa dibilang itu sudah ada pada garis tangan aku dan teman-temanku.

Bahkan pada tahun 2001, aku dan Hasan Afandi diutus sebagai bagian dari delegasi NTB di kegiatan Pekan Olahraga Santri Pondok Pesantren Nasional (Pospenas) di Indramayu, Jawa Barat. Pak Hasan kini aktif sebagai Guru di MAN 1 Labuan Bajo, Mabar.

Sebetulnya ada begitu banyak orang yang berjasa dalam kehidupanku, terutama dalam membangun semangat dan motivasiku agar rajin membaca dan menulis, namun tiga "elemen penting" di atas sangat berkesan dan susah aku lupakan. Benar-benar terngiang.

Tulisan ini tak cukup untuk membalas seluruh kebaikan dan jasa-jasa mereka dalam kehidupanku selama ini. Namun aku sangat percaya bahwa apa yang telah mereka lakoni bakal tercatat di langit sejarah. Bahkan tercatat pada buku  Tuhan tentang takdir dan perjalanan hidup manusia.

Untuk para Guru dan siapapun yang telah melakukan kebaikan dan berjasa besar padaku selama ini terutama yang aku sebutkan di atas,  aku layak menyampaikan terima kasih banyak dan mohon maaf bila selama ini belum bisa memberikan apa-apa karena memang tak bakal mampu membalas jasa, selamanya. 

Untuk Ayah dan Bundaku, aku ingin mengungkapkan ini: Ayah dan Bundaku, aku mencintai kalian berdua seperti aku mencintai surga. Semoga Allah selalu mencium Ayah dan Bunda dengan berkah dan ridho-Nya hingga surga. Tentu aku sangat berharap agar kelak kita semua dipertemukan lagi oleh Allah dalam taman surga-Nya yang cantik atau indah. (*)

Kreta Api Cirebon-Gambir Jakarta
Rabu 30 Oktober 2019, Pkl 14.00-selesai.


* Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis buku "Saatnya Menjemput Jodoh" dan "Selamat Datang Di Manggarai Barat".



Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!