WAMENA DAN KEPEDULIAN KITA

Wamena berduka, kita pun turut berduka. Korbannya tak sedikit tapi cukup banyak. Bukan saja darah dan air mata yang mengalir tapi juga nyawa yang melayang. Dalam kondisi semacam ini tak boleh mencari siapa yang salah. Sebab tugas kita yang utama adalah penyelamatan jiwa. Peduli dan kasih kepada sesama anak bangsa.

Beberapa informasi media massa dan media sosial beberapa hari ini para korban mengungsi di berbagai tempat dengan bantuan aparat keamanan, baik TNI maupun Polri. Di samping lembaga sosial juga individu-individu yang memiliki jiwa sosial yang tinggi.

Dalam konteks Manggarai Barat (Mabar), jiwa kepemimpinan seseorang bakal muncul dalam kondisi semacam ini. Mereka yang punya ambisi sekaligus niat baik dalam kontestasi politik mestinya muncul untuk menebarkan kebaikan, tepatnya kepedulian kepada sesama. Bukan untuk mencitrakan diri, tapi untuk memantik sesama agar peduli dan kasih terhadap saudara-saudara kita yang terkena atau menjadi korban kerusuhan di Wamena.

Kita tahu bahwa para korban terutama yang mengungsi terdapat juga warga Manggarai Raya, termasuk Mabar. Di sini butuh respon cepat dari semua pihak. Bukan saja pemerintah tapi juga elemen sosial juga warga Mabar. Di sini bukan soal materi semata tapi soal kepedulian.

Bukan kah kepedulian terhadap sesama merupakan modal terbesar kita dalam membahagiakan kehidupan? Bukan kah jiwa kasih yang kita miliki merupakan wujud nyata bahwa kita mendapatkan percikan kasih dari Tuhan?

Orang bijak mengingatkan bahwa orang yang peduli adalah orang yang memiliki jiwa kasih. Orang yang  berjiwa kasih adalah orang yang dikasihi Tuhan. Peduli terhadap sesama adalah pertanda bahwa kita masih memiliki jiwa kasih. Memiliki jiwa kasih adalah wujud lain dari pada pancaran Tuhan dalam jiwa sekaligus kehidupan kita.

Di sini bukan saja jiwa sosial yang menjelma, tapi juga jiwa spiritual. Kedua hal ini tidak bisa dipisahkan begitu saja. Praksisnya, mereka yang peduli terhadap sesama sejatinya peduli dengan jiwanya sendiri. Orang yang memiliki jiwa semacam ini adalah orang yang sehat, baik di mata manusia maupun di mata Tuhan.

Dalam konteks politik, orang-orang semacam ini layak dititipkan amanah atau mandat untuk memimpin kita dalam berbagai level kepemimpinan sesuai dengan konteks dan kompetensinya. Kalaulah pilkada Mabar itu dilaksanakan pada tahun 2020 mendatang, maka orang-orang yang memiliki jiwa semacam itu pasti hadir memberikan contoh sekaligus sebagai pemantik bagi warga Mabar untuk peduli kepada sesama, terutama kepada para korban. Dan itu sekarang, bukan menanti kampanye pilkada.  

Lagi-lagi, tentu bukan untuk pencitraan yang berdampak pada elektabilitas pra pilkada serentak, tapi memang memiliki jiwa kepemimpinan yang bukan saja peduli tapi juga berjiwa kasih. Dua karakter yang belakangan kerap diabaikan oleh banyak politisi. Karena itu layak kita suarakan secara terus menerus, agar semuanya berbenah diri.

Harapannya, semoga Tuhan masih mengasihi kita dengan hadirnya manusia-manusia mulia semacam itu. Sebab kepada merekalah kita layak menitipkan mandat, karena mereka memang layak mendapatkan mandat untuk memimpin kita. Mereka ya mereka yang peduli dan berjiwa kasih kepada sesama.

Sehingga tak mengapa kita menangis karena duka para korban, tapi kita tetap bangga menulis cerita tentang mereka, baik para korban maupun para calon pemimpin itu, serta kita yang memang masih sama-sama memiliki sekaligus saling cinta: Wamena dan Kepedulian Kita. (*)

Jakarta, 6 Oktober 2019

Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis Lepas asal Cereng-Mabar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!