TERIMA KASIH BANYAK PASTOR MARSEL AGOT

Awal Oktober 2019 lalu aku mendapat kesempatan untuk pulang ke Labuan Bajo, Manggarai Barat atau Mabar. Kali ini aku pulang untuk silaturahim dengan keluarga besar, sekaligus mengamini hasratku selama ini untuk berkunjung atau melihat kampung halaman.

Walau hanya beberapa hari, sekitar 4 atau 5 hari di Mabar, aku sangat bersyukur karena kali ini aku bisa silaturahim dengan keluarga besar dan banyak tokoh di Mabar. Baik pejabat pemerintahan dan politisi maupun tokoh agama dan masyarakat.

Salah satu tokoh yang aku kunjungi adalah Pastor Marsel Agot. Karena kondisi kesempatan beliau waktu itu agak kurang sehat, akhirnya kunjungan ke beliau sekadar sampai di depan rumahnya saja. Aku sangat memaklumi, karena beliau memang memiliki begitu banyak aktivitas.

Setelah aku kembali ke Jakarta lalu ke Cirebon, beliau pun menghubungi aku lewat media sosial. Beliau menceritakan banyak hal, dari hal-hal yang sederhana hingga hal-hal yang besar. Termasuk informasi seputar aktivitas beliau yang memang cukup padat.

Ya, karena memang benar-benar ingin berkomunikasi dengan beliau, aku pun menghubungi beliau. Walau hanya lewat handphon alias HP, dengan sigap beliau menerima aku apa adanya. Suatu pengalaman yang layak aku ingat dan dijadikan sebagai motivasi penting bahwa sehebat apapun kita, tradisi "mendengar" itu perlu dijaga dengan baik.

Bahkan pada kesempatan itu beliau menyatakan kesiapannya untuk menghadiri acara bedah buku baruku yang berjudul "Selamat Datang Di Manggarai Barat" yang akan dilaunching dan dibedah pertama kali pada Sabtu 2 November 2019 di Hotel Pelangi, Labuan Bajo-Mabar.

Kini aku kembali ke Labuan Bajo. Tepatnya pada Kamis 31 Oktober 2019. Selain untuk menghadiri acara bedah buku juga untuk silaturahim dengan keluarga besar, para tokoh dan sahabat-sahabat diskusiku selama ini di media sosial. Setelah turun dari pesawat, aku langsung silaturahim dengan beliau, di rumahnya. Pada kesempatan ini ada begitu banyak hal yang beliau sampaikan dan tentu saja beliau mendengarkan juga apa-apa yang aku sampaikan.

Kalau aku sederhanakan, pertemuan selama sekitar 2 jam lebih tersebut menghasilkan beberapa hal penting dan perlu mendapat perhatian serius oleh siapapun terumata oleh tokoh dan penggiat di berbagai sektor sosial, budaya, pendidikan, keagamaan, ekonomi dan sebagainya.

PERTAMA, terus menjaga nilai-nilai kebhinekaan atau keragamaan dan toleransi. Hal ini menjadi modal penting dalam menjaga hubungan baik, kebersamaan dan stabilitas kehidupan sosial di Mabar. Termasuk tidak mudah menjustifikasi elemen yang berbeda dengan diksi-diksi yang memantik konflik.

KEDUA, perkuat literasi dalam berbagai aspek dan jenisnya. Literasi bukan saja berbicara tentang tradisi baca tapi juga soal daya baca kita. Di sini bukan saja teks yang diperdalam tapi juga konteksnya. Sehingga pola dan huhungan antar berbagai elemen lebih cair,  dinamis dan produktif, tidak beku, stagnan dan kaku.

Di Mabar perlu dibangun sebanyak mungkin komunitas-komunitas kreatif ternasuk komunitas literasi khususnya kepenulisan. Sebab dengan begitu kita berarti sedang melakukan kaderisasi secara masal terhadap generasi Mabar untuk masa yang akan datang. Intinya, di Mabar mesti banyak penulis dan tentu mesti produktif.

KETIGA, terus memperkokoh budaya dan menjaga agama lalu berupaya melanggengkannya dengan dan dalam pola hubungan yang lebih kombinatif. Mabar sebagai daerah yang berbudaya dan memiliki adat istiadat yang beragam tentu mesti dikonektifkan dengan agama. Sehingga terjadi kombinasi yang produktif, bukan malah menjadi aspek yang meresahkan. Kuncinya adalah keteladanan para tokoh di setiap aspek kehidupan masyarakat.

KEMPAT, pembangunan terutama pariwisata perlu memberi dampak pada kehidupan kultural masyarakat luas. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh keterlibatan masyarakat lokal dalam pembangunan. Pariwisata, misalnya, mesti memberdayakan warga Mabar. UMKM yang khas Mabar perlu mendapat perhatian serius dalam pelaksanaan pembangunan.

KELIMA, generasi muda perlu meningkatkan semangatnya dalam membangun jiwa entrepreneurship. Berbagai kreatifitas khas generasi muda perlu dikembangkan sehingga ke depan generasi muda tidak gagap dan bingung terhadap kemajuan dan realitas kehidupan yang semakin kompetitif.

KEENAM, perlu menjaga nilai-nilai kebaikan yang bisa jadi kerap disalahpahami. Titik temu antar berbagai perbedaan dan keragaman adalah nilai-nilai. Nilai-nilai akan menjadi punya daya yang signifikan manakala dibangun di atas ilmu pengetahuan. Jadi titik pijak dan titik temunya adalah ilmu pengetahuan.

Sebetulnya masih banyak hal yang didiskusikan pada pertemuan kali ini. Namun beberapa poin tersebut dapat mewakili keseluruhannya. Ke depan, diskusi semacam ini akan menjadi hal yang perlu dimaksimalkan bahkan perlu dilakukan berkali-kali oleh semua elemen di Mabar.

Di atas segalanya, aku layak menyampaikan terima kasih banyak kepada Pastor Marsel Agot yang telah menyempatkan diri untuk bertemu dan membagi banyak cerita, pengalaman dan ide-ide segar tentang kebersamaan, kehidupan sosial, keagamaan dan pembangunan Mabar.  Ya, terima kasih Pastor Marsel Agot! (*)


Oleh: SYAMSUDIN KADIR
Penulis buku "Selamat Datang Di Manggarai Barat"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!