MENGENAL MUHAMMAD ACHYAR

Aku mengenalnya beberapa tahun lalu melalui media sosial, facebook (FB). Tahun pastinya aku lupa. Karena sudah agak lama. Aku sendiri memang termasuk yang suka berselancar di FB. Suka berteman juga dengan berbagai kalangan melalui akun FB yang dimiliki oleh orang beragam latar belakang.

Dalam banyak kesempatan aku melihat status dan foto-foto dokumentasi aktivitasnya di FB. Ia cukup aktif membuat status FB dan sering pula share aktivitas keluarganya terutama di saat berlibur, baik di Jakarta dan Bogor maupun berlibur keluar kota seperti Bali, Batam, Labuan Bajo, Reo, Ruteng dan sebagainya.

Sejak awal aku sudah menyaksikan ia memang aktif bermedia sosial. Tentu bukan untuk hal-hal yang negatif, tapi untuk hal-hal yang bermanfaat dan tentu saja positif. Dari situ aku menyaksikan ia memang unik dan punya potensi luar biasa. Bukan saja dalam hal profesi yang ia tekuni kini, sebagai pengacara, tapi juga dalam hal kepemimpinan.

Dalam beberapa kesempatan aku pun kadang memberi komentar di status FB-nya, di samping sekadar like sebagai upaya apresiasi. Terutama di saat ia berbicara tentang Manggarai Raya termasuk Manggarai Barat (Mabar) yang merupakan "tanah momangge" baginya, dan memang sebagaimana yang kerap ia ucapkan bahwa Mabar adalah daerah yang sangat ia cinta.

Selain itu, yang aku saksikan dalam berbagai kesempatan, ia juga kerap mengikuti pertemuan orang rantauan Nusa Tenggara Timur (NTT) umumnya dan orang Manggarai Raya termasuk Mabar khususnya di Jakarta bahkan di beberapa kota lainnya di pulau Jawa, seperti di Jogjakarta, Bandung dan lain-lain.

Bukan itu saja. Bang Ahyar, demikian ia kerap disapa oleh anak-anak muda yang kerap berdiskusi dengannya, ternyata sosok yang sangat peduli, simpati dan empati. Ini tentu bukan teori atau buah bibir semata. Ini benar-benar aku alami sendiri. Benar-benar pengalaman pribadi.

Ceritanya begini. Pada Kamis 25 Oktober 2018 lalu, istriku Uum Heroyati meninggal dunia di Rumah Sakit Gunung Djati Kota Cirebon-Jawa Barat, karena sakit. Seperti biasanya, untuk mempermudah informasi, kabar mengenai ini aku share di akun FB-ku. Sedih memang. Tapi ya aku mesti kuat. Sebab anak-anakku masih kecil.

Dari sini begitu banyak yang menyampaikan turut berduka, rasa kasihan, simpati dan berbagai perasaan termasuk kaget dengan apa yang aku kabarkan. Tak sedikit diantara temanku dan teman almarhumah istriku yang benar-benar merasa kehilangan dengan sosok yang telah melahirkan tiga orang anak untukku: Azka Syakira, Bukhari Muhtadin dan almarhumah Tsamarah Walidah.

Lalu, muncullah sosok yang agak berbeda. Rupanya ia begitu kasihan melihat aku dan kedua anakku yang memang setiap hari aku share di FB. Baik foto-foto di saat berkunjung ke toko buku, jalan-jalan atau yang lainnya bersama kedua anakku yang masih kecil-kecil itu. Termasuk beberapa tulisan yang memang bernyawa sedih.

Awalnya, ia dan keluarganya menghadiri acara pesta atau resepsi pernikahan sahabatnya di salah satu hotel ternama dan mewah, namanya Hotel Aston. Hotel ini berada di dekat jalan Bay Pass, Kota Cirebon ke arah Kedawung, Kabupaten Cirebon.

Dari sini ia meminta aku dan keluarga kecilku untuk datang ke hotel tempat ia dan keluarganya menginap. Di sini kami mendapatkan suguhan makanan yang oke punya. Termasuk berkesempatan untuk bermain ria di halaman sekitaran hotel. Kedua anakku begitu senang dan sampai tak mau pulang ke rumah yang jaraknya hanya skitar 2 km dari hotel ini.  Bahkan hingga kini keduanya masih sangat mengenang atas kebaikan sosok yang mereka kenang dengan sebuatan Om Ahyar.

Pada kesempatan ini, kami berbincang khas ala sesama orang rantauan. Termasuk tentang buku-buku karyaku yang pada kesempatan ini juga ia baca. Termasuk dorongan dan nasehatnya agar aku segera menikah, demi kebaikan anak-anak dan masa depan aku sendiri. Dan akhirnya aku aamiin-kan. Pada Kamis 25 April 2019 lalu aku pun menikah lagi dengan seorang gadis asal Gebang, Kabupaten Cirebon, namanya Eni Suhaeni.

Keesokan harinya kami mendapatkan suguhan yang seru lagi. Kami diajak makan bareng di salah satu rumah makan khas Cirebon di dekat sebuah mall terbesar di wilayah tiga Cirebon, namanya Grage Mall. Kebetulan di dekat pusat perbelanjaan ternama di Kota Cirebon ini terdapat rumah makan yang sering dikunjungi berbagai kalangan, termasuk pengunjung dari luar kota.

Pada kesempatan ini ia pun memberi sejumlah uang kepada aku sebagai wujud nyata ucapan bela sungkawa kepada kami sekeluarga atas meninggalnya istriku dan anak ketiga kami yang meninggal pada Jumat 26 Oktober 2018, sehari setelah almarhumah istriku meninggal.

Awalnya aku menolak. Cuma ia tetap kekeuh dan sedikit memaksa. Menurutnya, ia memberi sesuatu bukan untuk aku, tapi untuk kedua anakku yang ditinggal meninggal oleh Bunda mereka. Menurutnya ini namanya uang turut berduka. Bahasa Manggarai-nya "Seng Lu'ung", uang melayat. Di sini aku menyaksikan ia benar-benar sangat peduli, simpati dan empati.

Di sini bukan ia saja yang memberi aku sejumlah uang, tapi ada juga teman diskusi kami yang kini masih menjalani karir akademik di Moskow, Rusia, namanya Edu Manto. Sebagaimana Bang Achyar, dia juga adalah sosok yang punya daya peduli, simpati dan empati yang tinggi.

Bro Edu, demikian kerap aku sapa, adalah sosok Katolik yang punya daya simpati dan empati yang tinggi. Ia kerap menelpon aku di saat aku membutuhkan candaan, nasehat dan sekadar berbagi cerita. Bagiku ia lebih dari sekadar kawan diskusi. Ia sosok yang memang luar biasa. Dan ah susah aku sebutkan dalam bentuk kata-kata. Terima kasih Bro!

Kembali ke Bang Acyar. Beberapa waktu lalu kamipun bersepakat untuk memberi atau mewariskan sesuatu untuk Mabar, salah satunya adalah dengan menulis buku barengan alias keroyokan. Alhamdulillah bukunya sudah selesai, judulnya "Selamat Datang Di Manggarai Barat". Menurut rencana akan dibedah nanti Sabtu 2 November 2019 di Labuan Bajo, Mabar, tepatnya di Hotel Pelangi.

Untuk menghadirkan sebuah buku yang berkualitas, kami pun bersepakat untuk langsung datang ke Mabar. Benar-benar mesti datang berkali-kali ke Mabar. Selain silaturahim ke keluarga dan beberapa tokoh, kami memang butuh penambahan beberapa data yang dibutuhkan. Sehingga bukunya lebih asyik untuk dibaca.

Beberapa waktu lalu kami pun pulang barengan dari Jakarta menuju Mabar. Sesaat transit di Bali. Kemudian berlanjut ke Labuan Bajo. Perjalanan kami cukup unik dan punya banyak hikmah yang kalau aku tulis bisa menjadi satu buku tebal. Sementara ini, aku belum menuliskannya, mungkin nanti suatu kesempatan aku akan menuliskannya. Mohon bersabar sekaligus dukungannya.

Sesampainya di Labuan Bajo, kami pun berkesempatan untuk silaturahim ke rumah Bupati Mabar Bapak Agustinus C. Dula. Aku lebih akrab menyapanya dengan Pak Dula. Ada juga yang menyapanya dengan Pak Gusti. Tak tanggung-tanggung, selama hampir 4 jam kami berbincang dengan Pak Dula. Banyak hal yang dibincangkan. Dari tema-tema serius sampai tema-tema ringan. Di sela-sela perbincangan pun kami kerap tertawa barengan.

Di sini aku menyaksikan bahwa Pa Dula dan Bang Ahyar adalah dua sosok yang bisa diajak bicara oleh siapapun. Keduanya juga adalah sosok yang bisa mendengar orang lain. Di forum kali ini aku sangat mendominasi, mereka kerap mendengar apa pun yang aku sampaikan. Padahal aku bukan siapa-siapa.

Kapan lagi ada kesempatan "ceramah" dan "ngomel" depan Bupati dan Pengacara kondang sekaligus Bakal Calon Bupati seperti ini selain sekarang? Ya, mesti aku manfaatkan dengan baik dan sungguh-sungguh. Maaf ya Pak Dula dan Bang Ahyar. Kapan mau "diceramahin" dan "diomelin" lagi? Aku siap 24 jam. Hehehee...

Perjalanan ke Mabar tak cukup di Labuan Bajo. Masih dalam malam yang suntuk hingga subuh, kami pun terus ke kampung Cereng, Golo Sengang, Sano Nggoang-Mabar. Kondisi jalan yang sangat jauh dari kelayakan membuat perjalanan semakin tragis. Bayangkan dari Labuan Bajo sampai Cereng ditempuh hampir 6 atau 7 jam perjalanan. Kebetulan kali ini kami menggunakan mobil Avanza miliki Bang Ahyar.

Lelah ya lelah. Lelah memang. Namun selama perjalanan inilah aku menyaksikan bahwa Bang Ahyar adalah sosok yang pandai bersyukur, sabar, berkorban, sungguhan, disiplin, bersahabat, akrab dan mudah diajak bicara. Aku pun bergumam dalam hati: sepertinya Mabar butuh sosok pemimpin seperti ini. Orang seperti ini layak menjadi Bupati atau Wakil Bupati Mabar. Aku mesti mengambil bagian dalam memenangkannya!

Sampai di Cereng ia juga sempat menyumbang sejumlah uang untuk Masjid Nurul Huda Cereng. Walau tak seberapa, bagiku apa yang ia lakukan adalah pemantik paling sederhana bagi siapapun bahwa memberi adalah pemantik kekayaan sekaligus sebagai bukti paling nyata bahwa memberi itu adalah pekerjaan orang-orang hebat sekaligus pekerjaan mulia.

Masih banyak hal yang layak aku sampaikan tentang Bang Ahyar, aku upayakan suatu saat akan aku tulis dan bukukan. Sementara ini, ya seperti yang ada dalam tulisan ini. Aku bicara apa adanya tanpa aku rekayasa dan buat-buat. Karena memang aku tipe orang yang tak mudah diintervensi oleh siapapun. Bang Ahyar pun bukan tipe orang yang memaksakan kehendak.

Di atas segalanya, aku menyaksikan Bang Ahyar adalah sosok yang hebat, unik dan punya jiwa kepemimpinan. Selain itu ia juga sosok muda yang sukses dalam meniti karir. Ia sudah selesai secara ekonomi dan ia memiliki jaringan lokal maupun nasional. Kemampuan komunikasi dan moralitasnya juga terjaga dengan baik. Aku menjadi saksi dan garansinya.

Dalam konteks Pilkada Mabar 2020, aku mengusulkan agar elite partai politik mengusungnya, baik sebagai Calon Bupati maupun calon Wakil Bupati. Aku bisa memastikan ia adalah sosok yang pantas memimpin Mabar 2020-2025. Jangan ragu lagi, ia orang yang berpendirian kokoh dan punya visi-misi yang sangat konektif dengan kebutuhan warga Mabar dan Mabar itu sendiri. Ia bukan kuda hitam dalam dinamika politik Mabar, tapi ia benar-benar punya jiwa kepemimpinan untuk menghadirkan kemajuan bagi Mabar.

Oke, sementara begini aja dulu. Di lain kesempatan aku akan menulis lagi. Terutama tentang salah satu generasi muda Mabar berusia 38 tahun yang kini tampil di panggung politik Mabar: Muhammad Achyar. Aku sangat percaya dan optimis bahwa siapapun pendampingnya kelak dalam Pilkada Mabar 2020, pasangannya bakal menang. Sungguh, aku menyaksikan, Bang Ahyar adalah sosok muda, kaya, berwibawa, mudah bergaul, cerdas, patriotis, nasionalis, moralis dan ini yang paling penting: romantis alias punya stok cinta yang luar biasa.  (*)


* Judul asli "MENGENAL MUHAMMAD ACHYAR; Catatan Pinggir dari Seorang Sahabat"

Oleh: Syamsudin Kadir
Penikmat Literasi dan Aksi politik


Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Alasan Memilih Muhamad Salahudin Pada Pileg 2024

Mengenang Mama Tua, Ine Jebia

Jadilah Relawan Politik Tanpa Mahar!